Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 230



Bab 230

0Musim dingin yang pendek di Kekaisaran Tang berarti tiga bulan berlalu dengan cepat. Beberapa hari sebelumnya, ada kabar yang menyebar dari Kekaisaran Song bahwa Raja Jin Jiang, setelah mencurigai ada masalah dengan kesehatan Kaisar, dia memimpin beberapa pejabat pendukungnya mendatangi tabib kekaisaran untuk mengumumkan mengenai kesehatan sang Kaisar. Usulannya ditolak oleh Nalan Hong Ye, perselisihan mereka hampir memuncak menjadi perkelahian. Desas-desus menyebar di Kekaisaran Song bahwa sang Tuan Putri berusaha mengambil alih takhta, dan bahwa kematian Kaisar sebelumnya adalah perbuatannya. Kegelisahan menyebar di wilayah itu dengan rumor bahwa Raja Jin Jiang diam-diam mengumpulkan pasukan, dengan beberapa bangsawan sudah menanggapi panggilannya untuk berperang.     

Ketika Li Ce berbicara mengenai ini, dia mengerutkan kening sambil berkata dengan santai, "Kalau semuanya baik-baik saja, mengapa mereka tidak membungkam orang-orang ini?"     

Yang juga diam adalah Chu Qiao, karena gadis itu sedang menebak beberapa hal. Mungkin mereka bukan satu-satunya pihak yang memusatkan seluruh perhatian kepada Kekaisaran Song. Chu Qiao bertanya-tanya bagaimana wanita itu yang sendirian menyokong kekaisaran Nalan selama bertahun-tahun akan menangani rencana ini? Dia tiba-tiba teringat surat yang dilihatnya di Yan Bei beberapa tahun yang lalu, di mana tertulis: 'Gunung memupuk pepohonan, tetapi pepohonan memelihara ranting mereka; Hatiku ingin agar kamu bahagia, tetapi kamu tidak tahu.'     

Siapa yang bisa tetap teguh selamanya? Walaupun seseorang dapat mempertahankan penampilan yang tangguh sebisa mungkin, akhirnya akan tiba hari penuh duka dan kesedihan.     

Pada hari ke-9 bulan ketiga, putra kedua Li Ce, Li Qiao An, meninggal karena demam tifus pada usia tiga tahun. Li Ce sedang berada di Danau Xiang memeriksa bendungan ketika dia pertama kali diberi tahu. Meskipun Li Ce segera bergegas pulang, pada saat dia tiba putranya telah meninggal.     

Saat ini, Li Ce memiliki dua orang putra dan seorang putri, putra sulungnya berusia enam tahun, putrinya berusia empat. Putranya yang baru saja meninggal dilahirkan oleh Nyonya Nan Yun. Kematian anak itu telah menghancurkan hati Nyonya Nan Yun sampai dia sakit dan menyebabkan kematiannya hanya tiga hari setelah itu. Karena terlalu kecil untuk dimakamkan di dalam peti mati, putra keduanya dikremasi di Kuil Nan Tian dan dibiarkan beristirahat di sana.     

Di masa lalu, Li Ce selalu sadar dan bisa menghadapi berbagai tantangan dengan pikiran jernih. Tetapi pada malam itu, Chu Qiao melihat pria itu mabuk untuk pertama kalinya.     

Sambil menyipitkan matanya, Li Ce tersenyum ringan ketika dia meraih tangan Chu Qiao, bergumam sambil minum, "Apakah aku sudah membunuh terlalu banyak?" Dia menggenggam dengan sedemikian eratnya sehingga pergelangan tangan Chu Qiao terasa sakit. Aula itu sunyi, dan ketika angin dingin bertiup ke dalam, angin tersebut mengangkat debu-debu, membawa serta suara para katak dari pohon willow yang jauh. Suara-suara lembut yang jauh itu membuat kekosongan di dalam ruangan ini semakin menonjol. Di atas dudukan lilin dari tembaga yang berbentuk bangau, lelehan lilin cair merah dari batang lilin itu menetes seperti air mata seorang wanita yang mengalir perlahan di pipinya.     

Keesokan harinya, Li Ce secara anumerta menganugerahkan gelar Selir Yun kepada Nyonya Nan Yun di pintu masuk Makam Kekaisaran, memberikan penutupan dan penghiburan kepada keluarganya.     

Dua bulan berlalu, dan sudah bulan kelima. Nyonya Zi Ming melahirkan seorang putra dengan selamat dan telah kembali ke istana dengan disambut oleh perayaan. Li Ce menamai anak itu Qing Rong, dan menganugerahkan gelar Raja Rong kepadanya. Dalam sekejap, Nyonya Zi Ming telah menjadi wanita yang paling kuat di dalam harem.     

Secara pribadi, para wanita di dalam istana mendiskusikan bagaimana Nyonya Zi Ming dalam waktu sesingkat itu, mengandung seorang anak dan naik ke puncak kekuasaan. Mempertimbangkan hal itu, tidak lama lagi dia bisa menjadi Permaisuri. Meskipun demikian, ada sebagian orang yang mengatakan kalau wanita itu dilahirkan sebagai bukan siapa-siapa, dengan keluarganya sebagai bangsawan yang telah jatuh dan ayahnya adalah seorang penjahat. Walaupun kakaknya sedang mulai naik pangkat di dalam istana, identitas mereka menjadi penghalang menuju posisi yang lebih tinggi. Tanpa warisan dan dukungan keluarga, akan sulit untuk membangun pijakan yang kokoh.     

Saat itulah Chu Qiao menyadari bahwa dirinya bukan sepenuhnya tidak berhubungan dengan wanita ini. Ketika Zhao Yun Er memburunya, Zhao Song mempercayakan Chu Qiao kepada Zhan Zi Yu. Dan Zhan Zi Yu adalah kakak dari Nyonya ini.     

Chu Qiao tidak pernah menaruh banyak perhatian terhadap harem Li Ce, dia juga tidak menanyakan masalah itu. Tapi saat ini dia tiba-tiba menyadari sesuatu dan bertanya kepada Qiu Sui, "Mengapa ibu Kaisar tidak ada di sana selama perayaan?"     

Qiu Sui menjawab, "Sejak meninggalnya Kaisar, Permaisuri pergi ke Kuil An Yin dan tidak pernah kembali lagi selama bertahun-tahun setelah itu."     

Setelah mendengar ini, Chu Qiao tidak bisa menahan rasa simpatinya terhadap pasang surutnya kehidupan Permaisuri ini.     

Baru beberapa hari sebelumnya, Zhuge Yue mengirimkan sepasang burung cantik berwarna cerah yang khas dari tanah Hu. Dikatakan bahwa spesies burung ini hidup berpasangan, di mana burung itu tidak akan hidup sendiri jika pasangannya meninggal. Chu Qiao sangat menyukai mereka sehingga dia memberi mereka makan secara pribadi, dan telah menamai mereka sebagai burung kekasih dengan lebih sayang. Burung yang betina itu semakin dekat dengan Chu Qiao; bahkan ketika dilepaskan dari kandangnya, dia akan terbang di sekitar aula, sesekali mendarat di bahu Chu Qiao dan menggosok pipi Chu Qiao dengan lehernya. Yang jantan akan marah saat melihat ini, membuatnya terbang di sekitar rumah dan membuat banyak suara aneh, membuat semua orang tertawa ketika dia melakukannya. Li Ce tampaknya menyukai sepasang burung itu juga, sesekali dia menggoda mereka.     

Suatu malam saat dia sedang tidur, Chu Qiao tiba-tiba merasa bahwa dia sedang diawasi. Saat dia membuka matanya dan duduk di dalam kegelapan, dia dikejutkan dengan sebuah pelukan yang erat. Napas rendah dan dalam seorang pria dewasa yang sudah dia kenal menerpa leher gadis itu dengan membawa aroma alkohol. Pria itu meraihnya begitu erat seolah-olah dia sedang menggunakan seluruh kekuatannya sehingga dia hampir menyakiti gadis itu. Chu Qiao tidak memberontak, dan melalui pakaian pria itu yang dingin membeku, gadis itu hampir bisa merasakan kesepian dan penderitaan pria tersebut, lalu dengan lembut gadis itu mengulurkan tangannya untuk menepuk punggung pria itu.     

Saat cahaya bulan menyinari mereka, bisa terlihat sulaman merah pada pakaian pria itu, menyerupai seekor naga. Di bawah sinar rembulan, benang-benang sutra tipis berwarna merah tampak meleleh ke dalam warna kuning cerah, seperti pergelangan tangan berdarah dengan denyut nadi yang samar.     

Dengan lembut, Li Ce melepaskan gadis itu.     

Chu Qiao bertanya dengan hati-hati, "Li Ce, apakah kamu mengira aku sebagai dia?"     

Tertegun, Li Ce menoleh dan menatap gadis itu, sambil mengangkat alisnya sedikit. Pada saat itu, Chu Qiao menegang, setelah menyadari bahwa dirinya mungkin telah mengungkapkan sebuah rahasia secara tidak sengaja. Perlahan-lahan Chu Qiao menjelaskan, "Aku sudah mendengar dari orang lain bahwa ini adalah tempat di mana Putri Fu pernah tinggal."     

Li Ce menatap lurus ke arah gadis itu, matanya jauh seperti sebuah sumur kuno yang telah ditinggalkan dengan makna yang jelas di dalamnya.     

Chu Qiao, tidak memahami tatapan pria itu, hanya merasa tatapannya sedikit tidak nyaman.     

"Haha …." Li Ce tertawa, lalu berkata dengan santai, "Bentuk tubuh Tuan Putri Fu jauh lebih bagus."     

Malam itu, Li Ce meninggalkan Kediaman Mihe dan menuju ke arah Istana Rou Fu. Saat pria itu melangkah keluar dari aula, Chu Qiao melihat sebuah benda yang berwarna cerah dan mulus di atas meja. Itu adalah cincin jempol milik Li Ce. Gadis itu berlari ke jendela, lalu berteriak, "Rubah Li! Cincin jempolmu!"     

Li Ce berbalik dan tersenyum pada gadis itu, cahaya bulan menyilaukan ekspresinya. "Setiap saat dengan para wanita itu sangat berharga. Aku akan kembali besok untuk mengambilnya!" melanjutkan perjalanannya saat dia menyelesaikan kalimatnya.     

Memegang cincin giok itu, Chu Qiao menatap Kaisar yang berantakan itu. Saat dia berbalik, jari-jari kakinya terbentur di permukaan yang menonjol di lantai, menyebabkan rasa sakit yang luar biasa …. Dia duduk dengan cemberut, dan melihat jari-jarinya berdarah dengan deras, menodai gaun malamnya yang putih.     

Pada saat itu, sebuah firasat buruk muncul di dalam hatinya. Tiba-tiba suara langkah kaki yang sedang bergegas terdengar beberapa jam setelah tengah malam. Chu Qiao merasa gelisah sejak tadi dan belum tidur nyenyak. Dan ketika dia bangun, Mei Xiang dan Qiu Sui buru-buru memasuki ruangan itu, wajah semua orang pucat seolah-olah mereka telah melihat orang mati.     

"Yang Mulia telah diserang!"     

Duk! Dalam kegelapan malam, cincin giok putih itu telah jatuh ke lantai, tapi bukannya pecah, cincin itu hanya sedikit sumbing dan terguling di atas lantai yang halus.     

Pada saat gadis itu mencapai Istana Yi Xin, suara tangisan dan ratapan memenuhi udara, sementara seluruh rombongan tabib kekaisaran menunggu di luar aula. Beberapa tabib yang lebih berpengalaman dan berkualifikasi berada di dalam ruangan itu, di mana baskom-baskom berisi darah dan air terus-menerus dikeluarkan. Adegan itu menusuk dalam dan menyakitkan langsung hingga ke sumsum tulang Chu Qiao, memotong hatinya seperti sebuah pisau yang tajam.     

Qiu Sui mengatakan Li Ce ditikam pada malam hari ketika dia sedang bersama Nyonya Zi Ming. Pelakunya, seorang kasim tua yang mengaku bahwa Raja Luo adalah orang yang pernah menolongnya, tanpa menunggu para penjaga menangkapnya kasim itu menggigit lidahnya dan mencabut nyawanya sendiri.     

Chu Qiao mengepalkan tangannya. Dia tidak diizinkan untuk berduka di luar, apalagi memasuki aula dalam. Gadis itu mengerutkan alisnya dengan ragu. Bukan saja tempat itu dijaga dengan ketat, tetapi Li Ce juga seorang petarung tingkat atas. Bagaimana mungkin seorang kasim tua menyelinap masuk dan mencoba hal semacam itu? Bahkan Li Ce sendiri tidak akan membiarkan orang asing mendekat tanpa berjaga-jaga.     

Saat dia menatap ke kejauhan, seorang wanita mengenakan pakaian tipis berlutut sendirian di halaman kecil di depan istana dan memunggungi Chu Qiao, rambutnya berantakan. Qiu Sui berkata bahwa itu adalah Nyonya Zi Ming, yang sekarang juga dikenal sebagai Selir Ming. Dia telah berlutut di sana sejak awal kejadian ini.     

Tepat pada saat itu, pintu-pintu istana terbuka. Sun Di memimpin kerumunan menteri yang setia dan bertanya dengan gugup, "Bagaimana keadaan Yang Mulia?"     

Tabib senior itu menghapus keringat di dahinya dan menjawab, "Nyawa Yang Mulia tidak lagi dalam bahaya, tetapi dia perlu beristirahat" Saat tabib itu menyelesaikan kalimatnya, kerumunan orang-orang itu langsung mengeluarkan air mata dan tangisan lega, sementara di halaman, Selir Ming pingsan di lantai.     

"Tuan Sun, Yang Mulia ingin bertemu dengan Anda," kata tabib senior itu. Saat dia menoleh, dia melihat Chu Qiao dan menambahkan, "Anda juga, Nona."     

Dalam sekejap, gadis itu menjadi pusat perhatian dari kerumunan yang kebingungan. Chu Qiao mengambil napas dalam-dalam, lalu ia berjalan ke depan dengan tenang, menyapa Sun Di sebelum melangkah ke dalam ruangan di bawah tatapan semua orang.     

Aroma obat melayang di udara di dalam ruangan tersebut karena ventilasi yang buruk. Sun Di masuk terlebih dahulu, dan setelah sangat lama, pria itu keluar dan memberi tahu Chu Qiao, "Yang Mulia tidak sedang dalam kondisi pikiran yang baik, jangan terlalu lama."     

"Aku mengerti." Chu Qiao mengangguk saat dia melangkah ke istana bagian dalam melalui berlapis-lapis tirai, di mana Li Ce berbaring di atas sebuah tempat tidur naga berukuran raksasa. Chu Qiao belum pernah melihat Li Ce dalam kondisi seperti itu sebelumnya. Wajahnya pucat, matanya kuning, dan bibirnya terlihat seakan darahnya sudah disedot habis. Li Ce menatap gadis itu sambil bengong. Tepat ketika Chu Qiao mulai panik, Li Ce mengeluarkan senyuman yang aneh, suaranya serak namun lembut, "Apakah aku membuat kalian semua takut?"     

Waktu melintas kembali ke hari pertama mereka bertemu, di mana gadis itu dengan kasar menyeret pangeran muda tersebut turun dari kudanya dan memukulinya, meninggalkannya dengan wajah yang bengkak. Pria itu menatap Chu Qiao dengan ekspresi yang aneh sambil meringis dengan tidak nyaman.     

"Li Ce," Chu Qiao tergagap, ketika dia melihat luka pisau yang menganga di dada pria itu, hanya beberapa sentimeter dari jantungnya. Dia menatap Li Ce dengan ketakutan, rambutnya mati rasa, ingin meraih tangan pria itu namun tidak berani, berulang kali berkata, "Tidak apa-apa, santai saja dan istirahatlah."     

"Sebenarnya," Li Ce tergagap, "sebenarnya, aku ingin menyiapkan mas kawin untukmu selama beberapa hari terakhir. Kurasa Sun Di beruntung. Aku tidak tahu …. Aku tidak tahu apakah dia akan diam-diam menyimpan sebagian untuk dirinya sendiri."     

Chu Qiao memaksakan sebuah senyum yang lebar dan dengan lembut menjawab, "Jangan khawatir, aku akan mengawasi dia."     

"Umm," Li Ce menjawab dengan lemah, beberapa kalimat itu tampaknya sudah menguras energi yang tersisa sedikit di dalam dirinya.     

"Tidurlah, jangan bicara lagi," kata Chu Qiao dengan terburu-buru.     

"Ayolah, Qiao Qiao, temani aku di sini."     

"Baiklah," gadis itu mengangguk. "Aku tidak ke mana-mana, aku akan berada di sini di sampingmu."     

Li Ce segera tertidur lelap, dan setelah sejenak, para tabib kekaisaran masuk untuk mengganti obatnya. Saat Chu Qiao melihat luka di dada Li Ce, kecurigaannya semakin meningkat, tetapi saat ini bukanlah waktu untuk mengurus hal ini.     

Tiga hari kemudian, Li Ce mulai pulih dengan baik. Dia tampak lebih sehat.     

Pagi itu, saat Chu Qiao sedang mengipasi Li Ce, dari luar terdengar suara gaduh. Saat dia menoleh, Qiu Sui bergegas masuk dan berbisik di telinga Chu Qiao, "Ibu Suri sudah kembali."     

Terkejut, Chu Qiao bergegas keluar, dan melihat iring-iringan yang membawa Ibu Suri telah tiba. Setelah memberi hormat kepadanya, mereka berdua berjalan kembali ke Istana Yi Xin. Saat para pelayan mengangkat tirainya, memperlihatkan mantel Ibu Suri yang sederhana, Chu Qiao mendongak dan terperangah oleh apa yang dilihatnya. Meskipun hanya pergi selama beberapa tahun, Ibu Suri tampak jauh lebih tua, semua rambutnya telah memutih dan kulitnya keriput.     

Saat wanita itu keluar, air mata mengalir turun di wajahnya. Dia bertanya dengan sedih, "Kaisar? Bagaimana keadaannya?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.