Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 121



Bab 121

0Angin kencang terus berkecamuk. Mereka berdua perlahan mendekati tenda utama, yang tirainya telah tersingkap oleh angin. Dia melihat karpet putih di dalam tenda dan tercium aroma dupa yang membuat orang menjadi mengantuk.     

Swush! Chu Qiao menggunakan pedangnya untuk memotong lengan seorang penjaga, dan terus maju ke arah tenda tanpa sedikit pun rasa takut.     

Bum! Suara guntur yang keras menggema. Obor-obor menyala, membuat aroma minyak pinus tercium di udara.     

Di saat itu, anak di punggung Zhuge Yue tiba-tiba berteriak. Chu Qiao menoleh dan tersentak, dia terdiam. Gadis itu mengepalkan tinjunya dengan erat, menggenggam pedangnya. Suara Mo Er menjadi serak. Seperti menggila, anak itu terus memukul punggung Zhuge Yue. Anak itu, yang sudah kehilangan seluruh keluarganya, telah melepaskan kenaifan yang dia miliki. Kini dia bagaikan binatang buas yang disudutkan sampai ujung tanduk; dengan mata yang merah, dia melolong dengan putus asa.     

"Xing Xing! Xing Xing!" Anak itu berteriak sekuatnya, air mata mengalir turun di wajahnya. Dia terdengar seperti serigala kecil yang telah ditinggalkan oleh ibunya. Dia mengulurkan tangannya ke arah gadis kecil yang tergeletak di tanah, dada Mo Er kembang kempis, terengah-engah. Hujan deras itu menerpa wajahnya, matanya, tubuhnya. Semuanya merah; darah di atas tanah membentuk danau berwarna merah tua. Aroma darah menggantung di udara, bercampur dengan angin yang dingin.     

Pada saat itu, Chu Qiao memegang erat pedang di tangannya. Sebuah kilatan petir menyambar di langit. Chu Qiao bernapas terengah-engah, dia menggigil tak terkendali. Wajahnya pucat, bibirnya tidak berwarna, namun matanya hitam dan terang. Dia memikirkan sosok malu-malu anak gadis itu saat dia pergi. Senyumnya yang polos membuat orang menyukainya.     

Kakak, saya pergi dahulu. Saya akan kembali lagi besok.     

Saya akan kembali lagi besok …. Saya akan kembali lagi besok …. Saya akan kembali lagi besok ….     

Rasa murka memuncak di dalam dirinya. Dia mendongak perlahan, melompat turun dari kudanya, lalu melemparkan sarung pedangnya dan mengangkat pedangnya tinggi di atas kepalanya. Dia memegang erat pedangnya dengan tatapan dingin di matanya dan melihat tepat ke arah tenda keemasan di depannya.     

"Orang jahat! Orang jahat!" Anak itu masih menangis. Zhuge Yue melompat turun dari punggung kuda dengan tenang dan menepuk punggung anak itu. Dengan suara rendah, dia berkata, "Nak, simpan tenagamu. Membiarkan lawan melihat air matamu adalah hal yang memalukan."     

Ouyang Mo menjulurkan tangannya dan menyeka air mata dari wajahnya. Tatapan di matanya bukan lagi tatapan seorang anak yang polos dan naif.     

Mayat Xing Xing dibuang di selokan di depan tenda. Di tubuhnya hanya ada satu luka fatal, dan sudah menjadi pucat karena hujan. Matanya terbuka lebar namun tidak menunjukkan kebencian sama sekali, hanya terlihat rasa panik, ketakutan dan teror. Tubuhnya mungil dan dia tidak memakai sepatu. Kakinya yang tanpa alas terlihat di bawah gaunnya. Sungguh pemandangan yang memilukan. Anak gadis itu masih memegang belati di tangannya. Itu adalah belati yang diberikan Chu Qiao padanya saat dia pergi. Dua orang paruh baya—seorang pria dan seorang wanita—tergeletak di sisinya. Sepertinya itu adalah orang tuanya.     

Angin dingin terus berembus, mengangkat jubah hijau Chu Qiao. Jubah itu sudah basah kuyup dan menempel erat pada tubuhnya. Dia mendongak, menarik napas dalam-dalam dan melangkah maju, matanya tidak lagi menunjukkan kebimbangan atau pun kesedihan, hanya terlihat keberanian dan keras kepala.     

Pada saat itu, aura mematikan yang menyeramkan terpancar dari pantulan pedangnya yang menyilaukan. Chu Qiao melompat ke udara dan menancapkan pedangnya ke tanah, menguburkan segala kecurigaan ke dalam tanah.     

"Ah!!!" Suara teriakan yang memekakkan telinga dari prajurit-prajurit yang terluka memecah keheningan malam.     

Chu Qiao sudah melepaskan satu lapisan kelemahan. Saat ini, dia seorang petarung, sebuah mesin pembunuh berdarah dingin. Pedangnya menembus dada prajurit itu. Dengan tenaga di kedua kakinya, dia meloncat maju, membunuh semua prajurit yang dia temui.     

"Kepung mereka! Lindungi tuan!" Di dalam kekacauan, terdengar teriakan-teriakan kencang. Mata semua orang menyala dengan semangat. Mereka bertiga sudah terjebak. Asalkan mereka bertiga terbunuh, ini akan menjadi sebuah prestasi besar bagi para prajurit.     

Namun, semangat di mata mereka hanya bertahan sebentar. Sesaat kemudian, para prajurit itu menyadari betapa konyolnya harapan mereka. Saat mereka membentuk formasi untuk bertahan, musuh mereka memulai pembantaian! Sejak awal sampai akhir, mereka tidak berniat untuk melarikan diri!     

Sebuah kilatan dari pedang melayang di udara. Dua orang prajurit di barisan depan berteriak kesakitan dan mundur, satu dari mereka telah kehilangan sebelah kakinya. Darah menciprat di mana-mana. Seorang prajurit lain mendekati mereka dari belakang, mencoba menikam diam-diam dari belakang. Chu Qiao tidak membalik badan, dan dia menusukkan pedangnya ke jantung prajurit itu dengan satu serangan yang cepat. Dia membungkukkan punggungnya sedikit, berdiri di tengah hujan. Dia mencabut pedangnya, sehingga darah menyembur ke sekujur tubuhnya. Dia bahkan tidak merengut. Matanya menyapu kerumunan, dan melihat rasa takut di mana-mana. Dia meluruskan punggungnya dan berjalan maju, menyeret pedangnya sepanjang jalan.     

"Tangkap dia!" Seorang prajurit berteriak.     

Zhuge Yue menyeringai dan mengangkat tangannya. Dengan satu kibasan, dia melemparkan sarung Pedang Penghancur Bulan, dan sarung itu menembus perut prajurit itu dengan postur yang menakutkan.     

"Paman, bunuh mereka!" Anak itu berteriak kepada Zhuge Yue tanpa rasa takut sedikit pun. Pembunuhan yang kejam telah membuat anak berusia muda itu kehilangan sisi baik dan murah hatinya. Anak itu mengacungkan tinju kecilnya, sambil berteriak seperti veteran perang yang sudah berpengalaman.     

"Tuan sudah memberikan perintah: siapa pun yang bisa membawakan kepala ketiga orang ini akan diberi seribu tael emas!" seorang prajurit berjalan keluar dari tenda dan berteriak kepada rekan-rekannya.     

Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, Chu Qiao dan Zhuge Yue berlari maju, membaur dengan kerumunan. Pada saat itu, berbondong-bondong pasukan mendekati mereka dari semua arah, mengacungkan pedang mereka pada kedua orang itu. Namun, serangkaian teriakan kesakitan terdengar bersamaan. Potongan tubuh dan darah segar tersebar ke mana-mana. Kerumunan itu mundur ke segala arah, tidak lagi peduli dengan uang hadiah. Banyak prajurit yang merangkak di tanah, berusaha melarikan diri.     

Tempat itu dengan cepat menjadi kosong. Zhuge Yue dan Chu Qiao berdiri berdampingan, melihat ke arah para prajurit itu dengan menghina. Pria itu berlumuran darah, namun dia bertanya dengan tenang, "Kamu masih hidup?"     

"Aku belum mati." Chu Qiao menatap dingin ke arah kerumunan yang sedang mendekati mereka, lalu berkata dengan perlahan, "Kamu urus orang-orang ini. Aku akan memasuki tenda."     

Zhuge Yue mengerutkan alisnya. Pada saat dia mau protes, Chu Qiao sudah berlari ke arah tenda dengan cepat, bayangannya cepat bagaikan anak panah yang dilepaskan dari busur silang.     

Pembantaian lain tak bisa dihindari. Zhuge Yue mengutuk di dalam hati, lalu melangkah ke depan untuk mengulur waktu bagi gadis itu. Di dalam tenda, Yan Xun bersandar di karpet yang hangat, sambil mengernyit. AhJing memegang pedangnya dan berdiri di samping. Mendengar keributan di luar, dia berkata, "Tuan, biarkan para pengawal dari Yan turun tangan. Kedua orang itu sangat ahli."     

Yan Xun menggosok pelipisnya dengan tangan, lalu berkata dengan tenang, "Tidak perlu. Lebih baik kita meninggalkan orang-orang dari keluarga Liu di sini."     

"Tetapi," AhJing mengerutkan keningnya, "kita memerlukan seseorang dari keluarga Liu. Jika tidak, kita akan kesulitan untuk bertindak di wilayah Tang."     

Yan Xun melambaikan tangannya dan menjawab tanpa emosi, "Tunggu sebentar lagi."     

Chu Qiao sudah mencapai pintu depan tenda. Hanya lima orang pengawal dari keluarga Liu yang berdiri di hadapannya. Gadis itu menatap mata mereka dengan dingin, lalu dia menjilat darah di wajahnya. Penampilannya yang santai dan auranya yang bengis langsung menghancurkan kepercayaan diri para pengawal itu. Setelah itu, dia mengangkat pedangnya tanpa ampun. Betul, gadis ini adalah mesin pembunuh yang sempurna di masa ini.     

Di dalam tenda sangat sunyi. Hanya suara-suara pembunuhan dari luar sana yang terdengar. AhJing berkeringat dingin. Tidak bisa menahannya lagi, dia memanggil, "Tuan …."     

Yan Xun merengut, dia merasakan rasa frustrasi yang tidak bisa dia jelaskan, seakan-akan dia melupakan sesuatu. Sebuah suara terus menerus memanggilnya di dalam benaknya, namun dia tidak bisa mendengar jelas apa yang dikatakan oleh suara itu. Suara pembantaian dari luar sana mengingatkannya terhadap banyak kenangan yang terlupakan. Akhirnya, dia melambaikan tangannya dan berkata, "Pergilah."     

AhJing menghela napas lega. Saat dia baru mau menyahut, sebuah suara dingin menggema di malam itu.     

"Liu Xi! Keluar!"     

Sejak dia melarikan diri dari Kota Zhen Huang, berdiri di bawah langit malam, Yan Xun terus mengingatkan dirinya bahwa mulai sekarang, dia tidak perlu takut akan apa pun. Dia bersumpah untuk melenyapkan apa pun yang menghalangi jalannya. Dia akan menggunakan pedangnya, tinjunya, dan kekuatannya untuk mengumumkan kepada seluruh dunia. Raja Yan Bei telah kembali. Segala macam penghinaan dan penderitaan akan dibalas 10x lipat.     

Namun, di saat itu, dia merasa takut. Dia melompat turun dari karpet tanpa memakai sepatunya. Tanpa peduli, dia berlari ke arah pintu masuk tenda bagaikan orang gila.     

"Tuan!" para pengawal di dalam tenda panik dan bergegas maju. AhJing menahan Yan Xun dengan tangannya. Pelayan itu tidak mendengar suara tadi dengan jelas, dengan lugu dia mengira tuannya marah dan ingin bertarung dengan musuh itu.     

"Tuan! Jangan gegabah! Orang-orang itu tidak layak untuk anda!"     

Suara senjata beradu bisa terdengar. Suara Chu Qiao, lantang dan jernih, berteriak lagi. "Liu Xi! Keluar!"     

Kali ini, AhJing membeku, dia tetap di tempat.     

Angin masih berembus. Dengan satu tebasan, tirai tenda itu dirobek terbuka. Petir menyambar di langit di belakang gadis itu, membuat langit tampak putih. Postur gadis itu terlihat begitu tinggi dan tegap pada saat itu. Dia berdiri di pintu dengan rasa jijik di matanya. Gadis itu mengangkat pedangnya dengan bangga, mengarahkannya kepada Yan Xun dan mencibir, "Liu Xi, kamu pasti tidak menyangka aku akan ada di sini, bukan?"     

Iya, aku tidak menyangka ini. Bagaimana aku bisa tahu? Yan Xun bertanya-tanya.     

Cahaya di dalam tenda telah dipadamkan oleh hujan di luar sana. Sinar bulan menerangi wajah pucat gadis itu. Di saat ini, Yan Xun kehilangan kata-kata. Bagaikan sebongkah kayu, dia berdiri diam, tidak mampu berkata apa pun. Dia mengernyit dan melihat gadis itu, masih tetap terdiam.     

Chu Qiao menatap dingin ke arah pria itu, nada suaranya tidak berperasaan. Sambil mengacungkan pedangnya kepada pria itu, gadis itu berkata, "Kamu sudah mengkhianati Yan Bei, Da Tong, dan membunuh orang-orang yang dekat denganmu. Katakan, bukankah kamu pantas mati?"     

Pada saat ini, para pengawal dari Yan yang bersembunyi di luar tenda, mulai beraksi. Para prajurit ini, yang sudah melalui banyak pertempuran, lebih terlatih dibandingkan pengawal dari Liu. Mereka berpakaian serba hitam, wajah mereka ditutupi cadar. Mereka membawa senjata masing-masing dan bergegas keluar dari kedua tenda di samping, mengepung Zhuge Yue dan Chu Qiao dengan erat dan sigap. Para pemanah telah bersiap, namun saat melihat wanita yang berdiri di tengah, mereka terkejut, dan untuk sesaat, mereka lupa menyerang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.