Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 216



Bab 216

0"Memangnya kenapa kalau kita mati? Bagaimana mungkin kita memohon kepada musuh? Dasar sampah yang tidak berguna!" Gadis muda itu berdiri tegak, dan meskipun kulitnya pucat, matanya jernih. Dengan dingin ia memandangi Yan Xun, gadis itu telanjang bulat, namun dia tidak menunjukkan rasa takut ketika dia melanjutkan berbicara dengan tatapan yang dingin, "Kami adalah orang-orang yang percaya pada Da Tong. Untuk mengkhianati Da Tong, kamu manusia hina yang akan mati dalam kematian yang mengerikan!" Setelah mengatakan itu, gadis tersebut membanting kepalanya ke tangga batu. Setelah itu, tubuhnya berhenti bergerak.     

Hal itu sangat mendadak sehingga tidak ada yang bisa bereaksi. Melihat bagaimana gadis itu telah bunuh diri, para prajurit bergegas mendekat. Setelah mengulurkan tangannya ke hidung gadis itu, salah seorang prajurit melaporkan, "Yang Mulia, gadis ini masih hidup."     

Yan Xun menerima kabar itu, tetapi dia tidak mengatakan apa yang harus dilakukan dengan gadis itu. Untuk beberapa alasan, tatapan yang diberikan gadis itu terlalu akrab. Banyak kenangan yang membanjiri pikiran Yan Xun. Sambil mengerutkan kening, pria itu mengamati lapangan yang berlumuran darah dan tiba-tiba kehilangan minatnya. Dengan satu kibasan tangannya, para pengawalnya berkerumun maju. Pada saat itu, orang hanya bisa mendengar jeritan-jeritan itu, tetapi suara itu segera hilang bersama dengan gadis-gadis itu.     

"Kita akan melanjutkan perburuan untuk lebih banyak anggota Da Tong. Bawalah mayat-mayat ini untuk memberi makan anjing-anjing," Yan Xun dengan tenang memberikan perintah. Pengawal itu sedikit terkejut, sebelum dia bertanya lagi, "Bagaimana dengan yang masih hidup?"     

Masih hidup? Mata Yan Xun berkilau. Adegan itu melintas di depan matanya. Mata gadis yang keras kepala itu melintas melewati ingatannya, seolah-olah masih menatapnya dari suatu tempat, membuatnya menggigil.     

"Yang Mulia?" Cheng Yuan memanggil dengan perlahan.     

Yan Xun mengangkat kepalanya, hanya untuk melihat bahwa semua orang menatapnya, menunggu perintah darinya. Dia tidak bisa menahan kerutan di keningnya, dan dengan dingin menyatakan, "Seret dia bersama yang lain." Setelah mengatakan itu, dia tampak tidak tertarik dan hendak pergi.     

"Berhenti!" Jenderal Zhuang berteriak. Melangkah mendekat, dia berlutut di samping gadis muda yang membanting dirinya ke tangga batu. Pria tua itu menangis tersedu-sedu, "Oh, putriku! Ayah ini telah membawakan kamu kemalangan!"     

Sambil memunggungi pria itu, Yan Xun memperlihatkan sedikit senyuman yang dingin. Para pengawalnya bergegas dan menahan Jenderal Zhuang, dan sisanya menyeret gadis-gadis itu ke arah kandang anjing. Di salju yang putih, jejak merah tua bisa terlihat.     

"Yan Xun! Dasar kamu anjing yang tidak berperasaan! Bahkan jika aku menjadi hantu, aku tidak akan melepaskanmu! Kamu akan mati dengan mengenaskan!" Sebuah jeritan memilukan terdengar dari belakang. Mendengar itu, para pengawal dengan cepat menendang mulut Jenderal Zhuang, sampai giginya terpental.     

Yan Xun sama sekali tidak terganggu, dan dia terus berjalan. Di belakangnya, ada banyak pejabat yang gemetar ketakutan. Dengan santai Yan Xun tersenyum begitu dingin. Jika hidup begitu menyakitkan sampai dirinya lebih memilih untuk mati, untuk apa dia peduli tentang betapa mengenaskannya dia akan mati?     

Saat angin meniup mantelnya, mantelnya terbuka seperti sepasang sayap yang berat. Dengan berkelebat, mantel itu menyebar seperti seekor burung raksasa, dan bahkan mengejutkan elang yang sedang terbang melintas.     

Sebagian besar tanah Yan Bei masih tandus, dan musim dingin kali ini tampaknya sangat panjang. Cuaca berubah menjadi dingin lagi, dan angin yang membeku menyapu tanah, menyebabkan dentang baju zirah para pembawa pesan. Di sepanjang Gerbang Jin Zi, suara-suara itu mengalir jauh ke dalam Istana Shuo Fang. Di Istana Shui Yao yang kosong, hanya ada keheningan. Dengan pilar-pilar yang berdiri diam, dan tirai-tirai yang sedikit bergoyang tertiup angin, cahaya lilin berkedip-kedip di tengah angin, dengan beberapa yang sudah terbakar habis, namun tidak ada yang berani maju untuk menyalakannya kembali.     

Seorang lelaki duduk di dalam bayangan, dengan satu tangan memegang dahinya seolah-olah dia sudah tertidur. Pria itu tampak sangat kesepian, bahkan ketika penampilannya yang sangat jelas terlihat sangat tampan. Namun, di bawah cahaya, bisa terlihat bahwa di cambangnya, sudah ada beberapa helai uban. Dengan cahaya di belakangnya, sesekali bisa terlihat kilatan perak.     

Meja dapur raksasa yang sebanding dengan kamar tidur penduduk biasa dihiasi dengan hidangan mewah. Ada bebek liar yang direbus dengan daun bawang, sup sirip dengan ikan teri, kelinci liar yang dipotong kotak-kotak, katak tumis, merpati yang diiris dan ditumis dengan ketumbar, dan banyak hidangan lainnya. Namun, seluruh meja yang dipenuhi dengan begitu banyak hidangan mewah ini benar-benar tidak tersentuh, dan bahkan minyak dalam sup hangat itu tampaknya mulai mengeras dan membentuk sebuah lapisan tipis, dan hanya tersisa rasa dingin.     

Dua orang penari yang mengenakan pakaian sutra berwarna persik dan lonceng perak yang terikat di tangan dan pergelangan tangan mereka telah berlutut di tanah selama lebih dari enam jam. Bahkan dengan keindahan luar biasa dari mata biru dan kulit putih mereka, mereka tidak berani mengangkat kepala mereka, hanya gemetaran.     

Hari ini adalah perayaan tahun baru. Berbeda dengan hiruk pikuk di dalam Istana Xia, Istana Shuo Fang tenggelam dalam keheningan yang mematikan. Hidangan-hidangan yang dimasak para koki dengan sepenuh hati diabaikan begitu saja, dan hanya embusan angin malam yang sesekali membawa aroma-aroma dari makanan lezat tersebut.     

Ketika AhJing masuk, langkah kakinya agak berat, dan membangunkan pria yang sedang tidur itu. Dengan sedikit menjentikkan alisnya, Yan Xun perlahan membuka matanya. Diterangi oleh cahaya yang berkedip, wajah pria itu terlihat agak pucat.     

"Yang Mulia," AhJing berlutut di tanah, dan perlahan berkata, "Tuan Feng mengirimkan sebuah surat."     

Yan Xun tampaknya telah minum-minum. Cangkirnya terbalik, menumpahkan isinya ke pakaiannya, dengan aroma alkohol dengan cepat menyebar di udara. Dia mengambil surat itu dan membacanya dengan tenang. Alisnya sedikit berkerut seperti biasa, dengan matanya benar-benar tenang.     

Di hadapan Yan Xun, ada sebuah kursi tambahan dengan seperangkat peralatan makan tambahan disiapkan. AhJing tahu siapa yang ditunggu oleh pria itu, namun orang itu mungkin tidak akan pernah kembali.     

Saat jam pasir mulai habis, Yan Xun perlahan mengangkat kepalanya. Surat itu hanya berisi selusin kata, namun butuh waktu yang lama bagi Yan Xun untuk membacanya sampai selesai. Seolah-olah Yan Xun berusaha mengukir kata-kata itu ke dalam hatinya untuk selamanya. Setelah cukup lama, dia menempatkan surat itu di atas meja, dan menggunakan botol arak untuk menahannya. Kemudian dia mengambil sumpit perak, dan perlahan mulai makan.     

"Yang Mulia," AhJing mengerutkan kening, sebelum menyarankan, "makanan ini sudah dingin. Haruskah bawahan ini meminta mereka untuk memasak lebih banyak?"     

Yan Xun tidak berbicara, tetapi hanya melambaikan tangannya yang menunjukkan agar AhJing mundur. AhJing terus memperingatkan Yan Xun dengan cemas, "Yang Mulia, Anda merasa tidak sehat belakangan ini. Para tabib mengatakan bahwa kita harus menghindari makan makanan yang sudah dingin seperti ini."     

Yan Xun mengabaikannya, dan dia terus makan, dengan perlahan menikmati setiap gigitan. Para penari yang sejak tadi berlutut di tanah berdiri dengan cepat. Mati rasa karena berlutut di tanah begitu lama, wanita itu hampir jatuh, namun dia masih buru-buru mulai memberikan hidangan yang tidak terjangkau oleh Yan Xun. Lilin menetes satu per satu, seperti darah yang menetes. Lonceng angin mengeluarkan suara renyah dari luar, merdu dan tenang.     

Yan Xun hanya duduk di sana dan makan dengan diam. Yang langka adalah bahwa dia bisa memakan semua makanan yang diberikan oleh para penari kepadanya. Dengan cahaya lilin menyinari dirinya, bayangan yang panjang tercipta di lantai obsidian. AhJing merasakan kesedihan, ketika dia tiba-tiba teringat bagaimana makanan pertama Chu Qiao setelah gadis itu bangun dimakan dengan cara yang sama damai dan tenangnya, dan juga begitu lambat. Seolah-olah setiap gerakan dipenuhi dengan rasa sakit.     

Mata AhJing mulai berkaca-kaca. Dia tidak mengerti. Mengapa mereka bisa bertahan melewati hari-hari yang sulit seperti itu, bersama dengan kesedihan dan rasa sakit yang demikian rupa, namun ketika mereka sudah mencapai tujuan mereka, mereka berpisah? Bagaimana mereka bisa sampai menjadi seperti ini sekarang? Namun dia tidak berani bertanya, dan dia hanya berdiri di sana seperti orang bodoh.     

"Uhuk uhuk …." Pria yang duduk di hadapan hidangan itu mulai batuk. Awalnya, hanya batuk yang ringan, tetapi batuk itu semakin kencang, dan bergema di dalam istana yang kosong itu, dipenuhi rasa lelah.     

Penari itu terkejut sampai kaku lalu dia buru-buru mengeluarkan saputangannya dan memberikannya kepada Yan Xun. Penari yang lain mulai menuangkan secangkir arak untuk Yan Xun dengan tangan yang gemetaran.     

Setelah menerima saputangan itu, Yan Xun menutup mulutnya, dan membungkuk seperti seekor lobster.     

Salah satu penari itu menjerit ketakutan. Yan Xun menolehkan kepalanya dan menatap wanita itu dengan tatapan yang sangat dingin. Penari itu langsung berhenti bergerak, dan menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Yan Xun lebih lama.     

"Yang Mulia, apakah Anda masuk angin? Bawahan ini akan memanggilkan tabib sekarang juga."     

"Itu tidak perlu." Suara Yan Xun terdengar sedikit kelelahan, namun dia bersikap seperti biasa, dingin dan tidak menyia-nyiakan satu kata pun.     

"Tuangkan araknya." Dia memberi perintah dengan tenang.     

Penari itu, yang agak jauh darinya, mendongak dengan hati-hati, dan walaupun suaranya gemetaran, wanita itu mengumpulkan keberanian untuk menjawab, "Yang Mulia, anda sedang tidak enak badan …. Saya mohon jangan minum-minum."     

Yan Xun sedikit memiringkan kepalanya, dan di dalam mata pria itu, bisa terlihat dunia yang membeku di dalam dirinya.     

Penari yang lain menatap wanita itu karena takut dia akan disalahkan oleh Yan Xun juga.     

Walaupun semua mata tertuju padanya, penari itu dengan berani melanjutkan, "Yang Mulia, minum arak tidak baik bagi kesehatan anda."     

Berhenti sejenak, dia melanjutkan lagi, "Bukan saja merusak kesehatan, minum-minum juga akan menimbulkan masalah. Hanya orang tidak becus yang minum untuk menghindari masalah mereka."     

Sebuah suara nyaring menggema di dalam kepala Yan Xun. Sedikit terkejut, benak Yan Xun berputar cepat, dan kembali ke masa lalu. Setelah mempertimbangkan sejenak, Yan Xun akhirnya mengangguk, dan memerintahkan, "Baiklah, pergi dan buatkan teh untukku."     

Penari itu berusia sekitar 16 hingga 17 tahun, dan dengan gembira, dia mengangguk. Dengan pinggangnya yang putih terlihat dalam pakaiannya, penari itu terlihat seperti ikan kecil yang mulus dan lentur saat dia pergi untuk membuatkan teh.     

Istana kembali tenggelam dalam kesunyian. Yan Xun menoleh ke AhJing dan dengan tenang berkata, "Kamu sudah boleh pergi."     

AhJing ragu-ragu karena khawatir, dan dia perlahan bertanya lagi, "Yang Mulia, apakah Anda benar-benar tidak membutuhkan tabib?"     

"Tidak perlu." Yan Xun dengan tenang menggelengkan kepalanya, benar-benar tenang seolah-olah tidak terjadi apa pun.     

Mata AhJing sekilas menyapu surat yang ditujukan kepada Yan Xun, dan beberapa kata mencuri perhatiannya. AhJing sedikit terkejut, dan dengan cepat membungkuk, lalu menyapa Yan Xun dengan ringan, "Yang Mulia, istirahatlah lebih awal."     

Tanpa ada jawaban lagi, AhJing berbalik dan berjalan pergi di dalam istana yang kosong itu. Ada tirai sutra bergoyang yang tergantung di istana, dengan ukiran burung berwarna-warni di pilar. Di atas burung itu ada dua orang wanita, yang satu mengenakan gaun sutra feminin, dengan perutnya yang menonjol, terlihat jelas sedang hamil, dan yang lainnya memakai baju perang dan memegang kapak perang. Itu adalah dewi kembar Yan Bei.     

"Yang Mulia, silakan minum teh. Kya!" Jeritan penari itu tiba-tiba bergema. Kedengarannya penari itu hampir menangis, ketika dia melanjutkan, "Hamba ini layak mati. Saya membuat surat itu basah!"     

"Tidak apa-apa." Sebuah suara yang dalam menjawab, dilanjutkan dengan instruksi, "Buang saja itu."     

….     

Pindah ke kediaman Zhuge Yue di Xian Yang …. Tidak bisa lagi melanjutkan pengawasan, telah ketahuan …. AhJing memikirkan kata-kata yang secara kebetulan dia lihat, dan sebuah perasaan pahit rasanya datang dari arah Xian Yang, mendominasi Istana Shuo Fang di Yan Bei.     

Saat pintu istana yang berat dibuka oleh para pelayan, dia melangkah keluar. Dalam kesunyian malam yang gelap, warga sipil telah kehilangan seluruh minat mereka untuk merayakan acara tersebut. Perang, pajak yang berlebihan, kerja paksa, kematian, darah. Semua ini menyelubungi seluruh dataran tinggi. Tuan Wu telah meninggal. Jenderal Xiuli telah melarikan diri. Itu hanya membuat penguasa tangan besi ini tampak lebih dingin. Rasa takut akan kematian telah membuat orang-orang mati rasa, karena mereka hanya bisa hidup dengan hati-hati setelah meninggalkan harapan dan impian mereka sebelumnya.     

Hanya setelah berjalan melewati sembilan gerbang, baru akhirnya AhJing bisa mengambil pedang miliknya.     

Di depan gerbang, ada pemandangan yang sadis. Beberapa mayat dengan santai ditempatkan di sudut istana. Mayat-mayat tersebut dipenuhi dengan tusukan tombak, dan telah ditusuk-tusuk sampai menjadi bubur.     

Para pelayan saat ini sedang memuat beberapa mayat ke sebuah kereta kecil, dan mereka menyuruh pengemudinya untuk bergegas, "Cepat, bawa mereka pergi. Pada saat langit terang, para pejabat akan datang."     

"Apa yang terjadi?" AhJing bertanya.     

"Mereka adalah sisa-sisa dari Da Tong." Seorang prajurit yang awalnya dilatih di Da Tong tidak memiliki keraguan dalam berbicara dengan begitu terus terang, dan ia terus menjelaskan, "Ini adalah gelombang kedua hari ini. Setelah Tuan Zhuang meninggal, mereka menjadi lebih gila. Mereka bahkan berani menyerang kita dengan terang-terangan."     

AhJing perlahan mengerutkan keningnya. Dia cukup yakin bahwa mereka tidak gila, dan mungkin ini lebih merupakan serangan bunuh diri karena putus asa. Pemimpin utama Da Tong semuanya telah dibunuh oleh Yang Mulia. Organisasi yang bertahan begitu lama yang tidak bisa dihancurkan selama bertahun-tahun telah runtuh karena sekutu mereka sendiri.     

"Berhati-hatilah. Tetap waspada."     

"Jangan khawatir, Jenderal."     

Salah satu penjaga tersenyum dan berkata, "Kami dilatih secara langsung oleh Jenderal Chu. Selama kami menjaga gerbang-gerbang ini, kami tidak akan membiarkan seekor nyamuk pun masuk."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.