Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 147



Bab 147

0Xiao He adalah anak dari seorang tukang kebun di kediaman Yan Shifeng. Ketika Yan Bei dikalahkan pada waktu itu, dia juga ditangkap bersama dengan Huan Huan. Menurut Huan Huan, dia dengan berani menyelamatkan Xiao He, yang masih menangis dan mengompol di celananya, dari cengkeraman Xia. Namun, Chu Qiao mendengar kalau ada seorang anak kecil yang menyelamatkan Huan Huan, menggendongnya sambil berjalan sejauh 50 kilometer di salju sebelum akhirnya bertemu dengan tim penyelamat dari Serikat Da Tong. Tampaknya anak itu adalah Xiao He.     

Di tengah salju yang luas mereka adalah dua anak kecil yang baru kehilangan keluarganya. Satu dari mereka, berusia sekitar sepuluh tahun, menggendong yang lainnya dan berjalan lebih dari 50 kilometer. Sungguh tak terbayangkan.     

Saat Chu Qiao kembali ke ruang belajar, dia tidak melihat Yan Xun di dalam. Dia lalu pergi ke rumah pria itu dan melihat sekeliling, namun tidak melihat siapa pun di sana. Dia bertanya pada para penjaga, yang memberi tahu kalau sang pangeran telah pergi ke gunung di belakang.     

Posisi Lu Yi sangat tinggi, dan area pemukimannya terletak di titik paling tinggi kota itu. Ada sebuah bukit di belakang tempat itu. Chu Qiao, memakai mantel yang terbuat dari kulit rubah, berjalan ke atas gunung itu langkah demi langkah. Dia memandang ke kejauhan, melihat sebuah pohon terpencil di puncak yang dikelilingi bebatuan di kedua sisi tanpa rumput di sekitarnya. Yang Mulia sedang duduk di salah satu batu. Pada malam itu, pohon yang layu itu tampak menyeramkan. Suara langkah kaki Chu Qiao mengejutkan pria itu, membuatnya berbalik badan. Dia mengulurkan tangannya ke arah Chu Qiao dan berkata, "Kamu sudah kembali."     

"Yep," Chu Qiao maju beberapa langkah ke depan, terengah-engah, lalu menyambut tangan Yan Xun dan duduk di samping pria itu. Berseri-seri dengan bahagia, dia berkata, "Huan Huan memberikan seekor kuda padaku. Dia bilang itu adalah raja dari kuda-kuda di Pegunungan Hui Hui. Kudanya sangat cantik."     

"Jangan percaya dia," jawab Yan Xun. "Dia memberikan banyak kuda beberapa hari ini, dan terus mengatakan kuda-kuda itu adalah raja kuda di Pegunungan Hui Hui. Kemarin dia memberikan dua ekor kuda kepadaku, dan berkata kalau itu adalah raja dan ratu. Kalau mengikuti cerita dia, semua kuda di Pegunungan Hui Hui ini punya kawanan mereka sendiri-sendiri. Masing-masing dari mereka semua adalah raja."     

Chu Qiao tertegun. Dia menggeleng-geleng dan tertawa, mengingat tampang misterius Huan Huan. "Dasar anak itu."     

Yan Xun meliriknya dari sudut mata. "Bukankah kamu lebih muda daripada dia?"     

Chu Qiao menjawab, walau tidak yakin, "Aku lebih dewasa."     

Yan Xun berbalik badan. Bulan menyinari wajahnya. Kabut membuat wajahnya terlihat pucat. Chu Qiao bertanya, "Apakah kamu sudah merasa lebih baik? Di sini dingin. Mari kita kembali."     

"Tidak apa-apa, aku ingin duduk di sini sebentar lagi," Yan Xun menggeleng, lalu memandang ke arah kota di bawah, dan berkata dengan tenang, "Kemarin itu ketika kamu sedang tidak ada, aku tidak pernah merasa damai. Sekarang kamu sudah kembali, akhirnya aku bisa santai dan mengamati Yan Bei dengan saksama."     

Rumah-rumah di bawah gunung mulai terang. Kedamaian tersebar di seluruh wilayah ini. Dari kejauhan, terdengar suara lagu-lagu kemiliteran, membawa unsur kesepian dan khidmat. Yan Xun mendesah dan berkata, "AhChu, Yan Bei saat ini miskin. Ditambah lagi dengan konflik internal, ini sudah bukan Yan Bei yang lama. Apakah kamu merasa kecewa selama dua hari ini?"     

Chu Qiao berbalik, namun Yan Xun tidak menatapnya. Gadis itu berbisik, "Kalau Yan Bei masih Yan Bei yang lama, kita tidak akan perlu mempertaruhkan nyawa kita untuknya."     

Tubuh Yan Xun sedikit tersentak, namun dia tetap diam.     

Chu Qiao menggenggam tangan kiri Yan Xun. Tangan pria itu sedingin es dan kehilangan jari kelingkingnya. Keempat jari yang tersisa panjang dan kasar dan sudah banyak kapalan. Kapalan itu terbentuk dari latihan bela dirinya, ditambah dengan pekerjaan kasar, yang tidak seperti para bangsawan. Chu Qiao menggenggam erat tangannya dan menaruhnya di depan mulut, lalu mengembuskan udara hangat ke telapak tangan pria itu dan mengusap-usapnya. Dia menengadah dan tertawa, lalu berkata, "Bicara soal miskin, apa ada orang yang lebih miskin daripada kita di masa lalu?"     

Yan Xun berbalik badan, melihat deretan gigi putih gadis muda itu. Senyumannya bagaikan bunga yang mekar di malam hari. Mengingat masa lalu, pria itu merasa sedikit sedih. Bagaimana dia bisa melupakan tahun pertama yang mereka lewati bersama di Kota Zhen Huang? Kembang api sedang dinyalakan di mana-mana di dalam kota. Suasana orang-orang sedang bergembira. Di sisi barat laut, bagian terpencil dari Istana Sheng Jin, dua orang anak meringkuk bersama di dalam gubuk bobrok, mencari apa pun yang bisa mereka gunakan untuk tetap hangat. Pakaian yang sobek, selimut, tirai …. Mereka seperti dua orang pengemis kecil pada saat itu.     

Ada sebuah panci kecil di tengah ruangan. Saat mereka menyalakan api, mereka terus menambahkan kayu bakar. Pipi gadis itu memerah. Dia memegang centong dan terus mengaduk isi panci tersebut.     

Mereka berbagi setengah mangkuk bubur untuk masing-masing, ditambah dengan beberapa potong asinan lobak yang sudah dingin. Itu adalah makanan mereka pada saat tahun baru. Yan Xun merasa sedih, dan menolak untuk makan. Chu Qiao memegang mangkuk pria itu dan membujuknya agar makan sambil berceramah tentang hidup. Setelah Chu Qiao jatuh tertidur di bahu Yan Xun, dia melihat tangan gadis itu yang membeku. Gadis itu sudah makan, namun perutnya masih tetap keroncongan. Wajah gadis tersebut terlihat kuning dan lemah. Dia terlihat seakan-akan dia tidak akan tumbuh besar. Pada saat itu, Yan Xun dalam hati bersumpah kepada dirinya sendiri bahwa dia akan memberikan kehidupan yang layak bagi gadis ini suatu hari nanti. Namun, bertahun-tahun telah lewat sejak hari itu. Gadis ini masih dalam pelarian bersama dengannya, menjalani kehidupan yang berbahaya.     

"Aiya!" Chu Qiao berteriak dengan panik.     

Yan Xun terkejut. "Ada apa?"     

"Kita lupa minum arak yang kita kubur di dalam istana sebelum kita pergi."     

Yan Xun tertawa. Sebuah tatapan yang dingin dan tajam terlintas di kedua matanya. Dengan tenang, ia berkata, "Jangan khawatir, kita akan memiliki kesempatan untuk itu nanti." Ini hanya sebuah kalimat yang sederhana, tetapi membawa ketajaman sebuah pedang. Pria itu memandang ke depan, angin bertiup di atas kepalanya dan menyebar ke tanah Yan Bei yang luas.     

"Yan Xun, kamu bilang masalah mengenai ransum dan persenjataan akan segera diselesaikan. Apakah kamu yakin tentang itu? Walaupun Li Ce berjanji dia akan membiarkan kita menggunakan pasar gelap di Tang, jika kita membutuhkan terlalu banyak sumber daya, para petinggi akan curiga." Chu Qiao akhirnya menyuarakan kekhawatirannya yang sudah dia sembunyikan selama dua hari.     

Yan Xun mengangkat alisnya. Setelah cukup lama, dia menjawab dengan suara rendah, "Kekaisaran Song."     

"Kekaisaran Song? Mengapa mereka mau menolong kita?"     

"Aku sudah bertemu dengan tuan putri tertua dari Song."     

"Nalan Hong Ye!" Chu Qiao terkejut, matanya membelalak. Dia menatap Yan Xun dan berpikir cukup lama baru berkata, "Kalau begitu, ketika kamu meminta Li Ce mengizinkan kamu menggunakan pasar gelap, itu hanya untuk mengalihkan perhatian? Tujuan kamu sebenarnya untuk meminjam jalur air perbatasan utara agar bisa memasuki Song dengan bebas?"     

Yan Xun mengangguk dan menjawab, "Kamu benar."     

Chu Qiao merengut dan berkata, "Tang dan Song sedang berperang. Kalau kita melakukan ini, kita mendukung persediaan biji besi dan emas untuk Song. Bukankah itu berarti kita berpihak kepada Song, dan kita jadi menentang Li Ce?"     

"Kalau tidak kita harus bagaimana?" Yan Xun berbalik, dengan tatapan tajam. "Tang tidak ingin menentang Xia secara terang-terangan. Mereka tidak berani menyediakan ransum dan perlengkapan militer untuk kita. Aku tidak punya pilihan selain mencari pihak ketiga. Jangan bilang kalau aku harus membeli ransum dari Xia?"     

Walaupun dia enggan, Chu Qiao harus mengakui kalau Yan Xun benar. Seharusnya dia gembira dengan keputusan berani dari Kekaisaran Song. Kalau tidak, mungkin mereka terpaksa harus berbisnis dengan orang-orang Quan Rong dari Jalur Mei Lin.     

"AhChu, apa kamu pikir Li Ce tidak tahu tujuanku?" Yan Xun mendesah dan berkata perlahan. "Tidak peduli betapa berhati-hatinya kita, betapa sempurnanya rencana kita, berton-ton ransum akan melewati wilayah Tang dan beredar di pasar gelap bagaimanapun juga. Apakah kamu pikir Li Ce tidak akan tahu apa-apa?"     

Chu Qiao mendongak, matanya berbinar-binar.     

"Dia hanya berpura-pura tidak tahu. Dari sudut pandang Tang, mereka menginginkan adanya sebuah konflik besar dan jangka panjang antara Xia dan Yan Bei, jadi kedua pihak akan sama-sama gugur. Song akan menyediakan ransum untuk kita, yang sesuai dengan keinginan mereka. Itulah mengapa mereka membiarkan hal ini terjadi. Sejak terbentuknya ketiga kekaisaran, musuh Tang bukan hanya Song saja. Ancaman terbesar berada di Hong Chuan. Mengenai hal ini, Li Ce lebih mengerti daripada kamu."     

Yan Xun mendesah dan menatap rumah-rumah yang diterangi lampu di kejauhan.     

"Ditambah lagi, kita sudah tidak bisa bertahan lama. Peperangan kita dengan Xia adalah konflik jangka panjang. Kita harus melihat jauh ke depan, dan bukan hanya memusatkan perhatian untuk kepentingan jangka pendek. Yan Bei sudah mengalami konflik selama bertahun-tahun. Masih ada ancaman dari Quan Rong di perbatasan utara. Setiap tahun, dari musim gugur hingga musim dingin, warga sipil akan dirampok. Sudah terlalu banyak korban dan kerugian. Mereka semua mengharapkan kepulanganku, namun mereka tidak menyadari kalau aku kembali, sebuah konflik yang lebih besar akan muncul. Itu hanya akan menambah penderitaan mereka. Kamu benar di pertemuan sebelumnya. Warga sipil membentuk dasar dari pasukan Yan Bei. Aku tahu ada banyak keluarga yang tidak memiliki makanan untuk musim dingin. Kalau kita tidak memberi mereka makanan tahun ini, mereka akan mati beku dan kelaparan, memperburuk keadaan kita. Aku harus memberikan sebuah tanda bagi mereka, sebuah keyakinan, bahwa asalkan aku kembali, kehidupan mereka akan menjadi lebih baik. Hanya dengan cara ini baru mereka akan setia kepadaku."     

Chu Qiao mengangguk, merasa sedikit sedih. Dengan lembut, dia menjawab, "Ternyata begitu."     

"AhChu, jangan terlalu dipikirkan. Semuanya akan berlalu." Yan Xun menepuk bahu Chu Qiao dan tersenyum dengan penuh tekad. "Kita sudah melalui begitu banyak hal bersama-sama. Apakah keadaan kita sekarang lebih buruk dibanding dulu?"     

Angin terasa dingin saat bertiup ke wajah Chu Qiao. Bulu matanya panjang dan lebat, seperti dua kipas kecil. Sambil tersenyum, dia berkata, "Yan Xun, aku percaya padamu."     

Alis Yan Xun berkedut sedikit. Sebuah pikiran melintas di matanya, namun dia tidak mengucapkan apa pun. Dia memeluk gadis itu dan mengecup dahinya. Bibir pria itu terasa dingin dan basah. Chu Qiao bersandar ke dalam pelukannya, di dada pria itu yang keras dan bidang. Gadis itu bisa merasakan detak jantung Yan Xun di balik jubahnya yang tebal. Detak demi detak, tekad itu bisa terasa di sana. Tindakan mereka sangat alami, seperti bagaimana mereka bersikap selama delapan tahun ini. Mereka berdua tetap diam, namun hubungan mereka bagaikan arak tua, melepaskan aroma harumnya dari waktu ke waktu.     

Mereka sudah bergantung pada satu sama lain ketika keadaan menjadi sulit. Sering kali, mereka tampak biasa saja dan tidak terlihat sesuai untuk usia mereka. Namun, pengalaman pahit mereka telah membuat mereka menjadi dewasa. Walaupun kegembiraan dan gairah masih ada, namun kini sudah ditutupi dengan sangat mahir.     

"Yan Xun, siapa yang akan diutus Xia untuk menyerang Yan Bei? Meng Tian? Zhao Che? Atau orang lain?"     

"Meng Tian sudah tua," suara Yan Xun membawa nada serius. Di tengah angin, suaranya terdengar serak. "Sedangkan Zhao Che, masalah besar akan segera menimpanya."     

"Oh? Mengapa?"     

Yan Xun tersenyum dan menyentil dahi Chu Qiao. Berpura-pura cemberut, dia berkata, "AhChu, apa kamu sengaja melakukan ini? Bertanya kepadaku mengenai hal semacam ini?"     

Chu Qiao menggerutu, mengusap dahinya, lalu hidungnya, dan berkata, "Aku sedang bersamamu. Aku tidak mau memakai otakku."     

Yan Xun tertawa kecil. Tampaknya betapa bijaksananya pun wanita ini, dia tetap memiliki sisi feminin juga.     

"Pada waktu pemberontakan, berbagai tuan tanah mengambil kesempatan. Beberapa gubernur bahkan mencoba menguji seberapa kuat keluarga Zhao. Ditambah lagi, ada wabah yang menyebar di dalam Zhen Huang. Keluarga Zhao terpaksa pindah keluar dari ibu kota. Ini pertama kalinya dalam ratusan tahun keluarga Zhao menunjukkan kelemahan, membuat mereka menjadi bahan tertawaan seluruh dunia. Hanya Zhao Che yang tinggal dan mempertahankan ibu kota, melindungi rakyatnya. Dia bersikap pahlawan, dan mengukuhkan posisinya di dalam tentara dan sistem politik. Coba kamu pikir, berdasarkan kepribadian Kaisar Xia dan saudara-saudaranya yang haus kekuasaan, ditambah lagi orang-orang tua dari Dewan Tetua Agung, apakah mereka akan membiarkannya terus pamer otot?"     

Chu Qiao mengangguk dan menjawab, "Benar."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.