Legenda Chu Qiao: Tuan Putri Agen Divisi 11

Bab 234



Bab 234

0Qiu Sui melangkah maju, dan dengan hormat, dia menyatakan dengan tegas, "Nona, setelah anda pergi, Yang Mulia mulai membangun tempat ini, dan setelah lebih dari dua tahun, akhirnya bangunan ini selesai."     

Banyak pelayan yang bersujud di lantai dan memberi hormat saat melihat Chu Qiao tiba.     

Chu Qiao terus melangkah, dan melihat kalau istana tersebut dibangun dengan kayu cendana, dan penerangannya dibungkus dalam kristal-kristal, dengan aroma harum yang keluar dari tembok-temboknya. Gelombang-gelombang tirai terlihat seperti lautan, dan ada kristal-kristal besar yang ditanam di tembok-tembok, memancarkan cahaya lemah seolah-olah mereka adalah bulan di malam hari. Ada burung beraneka warna yang diukir di pilar utama, dihiasi dengan bubuk emas, berkilau di bawah cahaya lilin. Di samping, ada lukisan-lukisan bunga Yu Lan. Pajangan itu mungkin telah direndam dengan minyak pewangi beraroma Yu Lan, karena aroma bunga itu tercium di area itu. Chu Qiao tiba-tiba teringat tentang malam itu, di mana Li Ce dengan kekanak-kanakan mengambil jepitan rambut seorang pelayan dan memasangkannya di rambut Chu Qiao beserta sekuntum bunga.     

Dengan ini secara khusus saya menyatakan bahwa, Anda, Nona Chu, untuk ketekunan, kebijaksanaan, sikap mulia, beserta kebaikan dan kemurahan hati Anda, saya memberikan gelar (____) kepada Anda. Semoga anda diberkati selamanya.     

Di bawah tulisan itu, ada stempel dari Li Ce, dan hanya bagian gelarnya saja yang masih dikosongkan.     

Sun Di berjalan mendekat, dan menjelaskan, "Pada hari itu, Yang Mulia belum menentukan gelarnya. Bahkan setelah berdiskusi dengan yang lain berkali-kali, dan setelah Departemen Upacara mengirimkan beberapa usul, Yang Mulia masih tidak puas, dan karena itu, masih dibiarkan kosong. Siapa yang menyangka, setelah menunda-nunda, dia kehilangan kesempatan itu untuk selamanya."     

Chu Qiao berdiri diam di sana, dan cahaya menerangi wajah pucatnya dengan lembut. Sambil menggigit bibirnya, jari-jari gadis itu memegang potongan kertas itu sekuat tenaga sampai-sampai kepalannya menjadi putih pucat.     

Di dalam ruangan itu, ada berbagai macam harta langka, mas kawin yang telah disiapkan pria itu untuknya. Terlihat jelas kalau benda-benda itu telah disimpan di sini untuk waktu yang cukup lama.     

Kelenjar air mata gadis itu mulai hangat, dan alisnya mengerut. Suaranya dalam, dengan sedikit gemetar, saat dia berkata dengan tenang, "Karena aku belum diberikan gelar, masalah ini cukup sampai di sini. Jangan diungkit-ungkit lagi."     

Sun Di mengangguk, "Nona, Anda memang bijak. Sekarang sudah larut. Beristirahatlah, bawahan ini pamit terlebih dahulu." Setelah menyelesaikan kalimatnya, pria itu pergi.     

Pintu merah tua itu terbanting sampai tertutup rapat. Dentumannya bagaikan guntur dari kejauhan yang berguling melintasi lantai bangunan mewah itu.     

Mei Xiang berjalan mendekat dengan sebuah surat di tangannya sambil merengut, "Nona, Tuan Zhuge mengirimkan surat lagi."     

Raut wajah Chu Qiao melembut. Setelah menerima surat tersebut, dia mengepalkan tinjunya tetapi tidak membuka surat itu untuk membaca isinya. Keringat dingin di telapak tangannya meresap ke dalam surat tersebut, membuatnya sedikit lembap.     

Mei Xiang merengut, dan mengingatkan gadis itu, "Nona, ini adalah surat kesembilan. Kalau Anda tidak memberikan balasan, Tuan Zhuge akan menjadi khawatir."     

Duduk diam di sana, Chu Qiao tidak menyahut. Matanya menatap cahaya lilin di samping jendela, seolah-olah pikirannya sedang melayang.     

Yan Bei dan Kekaisaran Xia melanjutkan pertempuran mereka. Di bawah Jalur Yan Ming, sudah terjadi empat pertempuran. Baris depan pertempuran membentang jauh hingga ke sisi selatan dari tanah Batuha.     

Bersama dengan keluarga Mu di Ling Nan, dan tuan muda dari Jing, Jing Han, Zhao Yang telah memerintah seluruh kekuatan dari Pasukan Barat Daya. Mereka berdiri menentang Pasukan Utara dari Zhuge Yue dan Zhao Che di Menara Phoenix. Keadaan di dalam Xia sangat tidak stabil, seakan-akan keadaan bisa memburuk kapan saja.     

Sang Kaisar sudah sakit terlalu lama, dan sudah tidak muncul di rapat istana selama lebih dari satu tahun. Wei Guang juga menyatakan kalau dirinya juga sakit, dan telah menjauh dari panggung politik. Siapa yang tahu apa yang sedang direncanakan oleh rubah tua licik ini. Pada saat ini, seluruh keadaan di Kekaisaran Xia bagaikan sekaleng bubuk mesiu. Begitu ada orang yang menyalakan sebatang korek api saja, mereka akan meledak menjadi bola api kekacauan.     

Hal ini adalah sesuatu yang dimengerti bahkan oleh gadis itu, bagaimana mungkin pria itu tidak mengerti?     

Mei Xiang tidak bisa menahan diri dan bertanya, "Nona, apa yang kita lakukan sekarang?"     

Pandangan Chu Qiao beralih pada pelayan itu, dengan tatapan yang dingin. Perlahan, dan dengan dingin, Chu Qiao hanya melontarkan satu kata, "Menunggu."     

Upacara pelantikan Kaisar baru akan diadakan di hari selanjutnya.     

Di dalam istana yang raksasa itu, seorang anak muda duduk di atas singgasana naga yang besar. Di balik tirai yang ditempatkan di belakang singgasana, ada dua orang wanita yang berpakaian rapi. Mereka adalah ibu dari sang Kaisar, Permaisuri Yuan, dan Selir Mulia Zhan.     

Di dalam istana yang luas, Zhan Zi Yu, sebagai Raja She Zheng, duduk diam, dan sosoknya saja sudah memberikan tekanan. Pakaiannya yang hitam pekat disulam dengan enam naga, dan bibirnya melengkung ke atas dengan sebuah senyuman yang hampir tidak terlihat, sangat percaya diri.     

Karena Li Ce tidak pernah mengangkat Permaisurinya, dan dia tidak memiliki saudara, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kematiannya sangat mendadak dan bahkan Ibu Suri yang sebelumnya telah meninggal, tidak ada pilihan lain selain mengangkat putra tertuanya Li Xiu Yi sebagai sang Kaisar. Ibu dari putra tertua itu, Nyonya Yuan, berasal dari kelas paling rendah dan dinilai tidak memiliki darah biru bangsawan yang memberinya wewenang untuk ikut menghadiri rapat pagi. Karena itu, Nyonya Ming menjadi ibu tiri dari Kaisar muda itu, dan akan mengawasi rapat pagi.     

Sang Kaisar baru berusia enam tahun lebih. Dengan kedua wanita itu mendengarkan permasalahan nasional, menjadi sangat jelas kalau orang lain telah mengambil alih kekuasaan yang sebenarnya. Permaisuri Yuan tidak memiliki keluarga, jadi seluruh kekuasaan berada di tangan Zhan bersaudara yang sebelumnya telah diasingkan keluar dari Kekaisaran Tang.     

Perubahan dalam politik ini begitu cepat dan ganas, bagaikan arus di dasar laut yang dalam. Tidak ada yang bisa melihat mereka datang, namun mereka sangat cepat dan mematikan.     

Para bawahan yang setia kepada kaisar sebelumnya tentu saja di bawah tekanan. Sebagian besar dari mereka dikurung oleh istana dan diselidiki dengan dasar kecurigaan telah membantu Raja Luo selama pemberontakan. Semua pelayan yang berada di sisi Li Ce pada hari kematiannya telah dipenggal, dan semua wanita di harem telah diusir keluar dari istana dan dipaksa menjadi bhiksuni.     

Penguasa baru telah menciptakan guncangan, menyapu seluruh Kekaisaran Tang bagaikan angin topan. Pedang kematian yang dingin menggantung di seutas rambut di atas seluruh Kekaisaran Tang, dan siapa pun yang berani menentang penguasa baru akan dihadiahi kematian.     

Di bawah peraturan yang kejam ini, banyak pejabat tua yang berganti pihak, dan bahkan setelah rapat pagi, mereka akan mengerumuni kediaman Raja She Zheng bagaikan kawanan serigala.     

Yang mengejutkan Chu Qiao adalah di bawah keadaan seperti itu, orang pertama yang berdiri dan menentang ini adalah Tetua Liu yang dulu telah berulang kali menentang Li Ce.     

Pada hari pertama bulan kesembilan, di depan gerbang Istana Jin Wu, Tetua Liu berteriak kalau Zhan bersaudara adalah orang-orang yang telah merekayasa semuanya, dan usaha pembunuhan pertama penuh dengan hal-hal yang mencurigakan. Zhan Zi Yu, Zhan Zi Ming adalah pengkhianat yang pantas mati. Setelah mengatakan itu, dia menghantamkan dirinya ke pedang-pedang para penjaga sambil meneriakkan nama Kaisar Li Ce. Dengan demikian, dia meninggal di tempat.     

Zhan Zi Yu sedang duduk di dalam kereta kuda dan tidak muncul satu kali pun. Hanya setelah jasad Tetua Liu dibawa pergi baru dia berjalan keluar. Dia melemparkan sedikit uang dan memberi tahu kerabat dari Tetua Liu untuk menggunakan uang itu untuk pemakamannya.     

Chu Qiao sedang makan saat dia mendengar tentang ini. Ping An menyampaikan kabar ini pada gadis itu dengan hati-hati, dan meski demikian, saat mendengarnya, tangan Chu Qiao gemetar begitu hebat hingga setengah supnya tumpah dari sendoknya. Setelah itu, gadis itu merenungkan kejadian itu untuk waktu yang lama.     

Setelah kejadian tentang Tetua Liu menyebar di seluruh Kekaisaran Tang, terjadi pergolakan besar-besaran. Berbagai pelajar dan cendikiawan berkumpul di Tang Jing. Para pelajar yang marah ini menuliskan tulisan panjang dan sudah menyebar hingga ke dalam istana, meminta departemen penegak hukum untuk menyelidiki kejadian itu dengan saksama.     

Dua hari kemudian, Zhan Zi Yu memulai penindasan kejamnya terhadap para pelajar itu. Untuk sesaat, penjara dipenuhi dengan orang-orang yang berteriak dengan marah. Pengawas penjara mengerutkan keningnya dan bertanya kepada Zhan Zi Yu apa yang harus dilakukan. Raja She Zheng muda itu dengan santai meninggalkan satu kalimat, "Bukankah masih ada tempat di bukit Huang Quan di luar kota?"     

Pengawas penjara itu merinding. Bukit Huang Quan adalah sebuah kuburan massal, jadi tentu saja dia mengerti apa yang dimaksud oleh Raja She Zheng muda ini.     

Di siang hari pada hari yang sama, penjara itu tiba-tiba kebakaran, dan para tahanan di dalamnya sebagian besar terluka atau meninggal, menjadi mayat-mayat yang sudah terbakar sampai hangus. Mayat-mayat itu kemudian dibuang begitu saja ke dalam kuburan massal tanpa ditutup apa pun, dan menjadi makanan binatang liar. Penjara itu menutup kejadian ini dengan menyerahkan dua orang penjaga yang mabuk saat bertugas.     

Hari ke-27 bulan kesembilan, di tengah musim gugur, dan hari itu sangat berangin.     

Rapat pagi pada hari ini sedikit berbeda dari biasanya, dan ditangani sepenuhnya oleh Raja She Zheng, Zhan Zi Yu. Hanya ada Zhan Zi Ming di belakang tirai yang ikut mendengarkan juga. Para tabib kekaisaran mengatakan bahwa sang Kaisar masuk angin, dan ibunya sedang merawat Kaisar, maka dia juga tidak hadir.     

Sebelum orang-orang sempat bereaksi, ada sebuah singgasana emas yang diangkat keluar dari belakang istana utama. Ada sebuah naga yang diukir di singgasana tersebut, dan dengan sembilan ekor yang berkibar dengan agung, singgasana itu sama mewahnya seperti singgasana Kaisar.     

Pembawa pesan yang biasanya membacakan titah kekaisaran memuji Zhan Zi Yu tanpa rasa malu, lalu mengambil titah kekaisaran dan mengumumkan bahwa singgasana itu diperintahkan oleh Kaisar sendiri, dan mengingat kesehatan Zhan Zi Yu yang lemah, Kaisar berharap agar Zhan Zi Yu bisa duduk di singgasana tersebut. Tidak hanya itu, Istana Ling Xiao yang terletak di dalam Istana Jin Wu akan diberikan kepada Raja She Zheng untuk mengurangi waktu perjalanan setiap hari.     

Zhan Zi Yu terlihat enggan untuk menerima kehormatan ini, tetapi setelah orang-orang membujuknya untuk beberapa saat, dia duduk di atas singgasana baru itu. Kalau dilihat sekilas, sulit untuk mengatakan singgasana mana yang merupakan takhta yang sebenarnya.     

Pada malam itu, setelah Chu Qiao meletakkan surat yang baru saja dibacanya, dia menghela nafas lalu memberi tahu Tie You, "Kembalilah dan jaga sang Kaisar. Waktunya sudah dekat."     

Tiga hari kemudian, pada tengah malam, terdengar hiruk pikuk yang keras dari dalam Istana Jin Wu. Orang-orang yang sedang tertidur lelap tersentak bangun, ketika para pejabat dan warga sipil bergegas keluar dari rumah mereka dan melihat ke arah sumber keributan. Yang bisa mereka lihat hanyalah bahwa di arah Istana Jin Wu, bahkan langit pun diwarnai oleh api merah yang berkobar, dengan suara pertempuran pecah hampir di semua tempat, dengan erangan dan jeritan terdengar di mana-mana.     

Pada saat itu, semua orang tercengang. Beberapa pria pengecut dengan cepat membawa keluarga mereka masuk ke dalam rumah mereka dan menutup semua pintu dan jendela mereka rapat-rapat karena takut terlibat dalam masalah tersebut. Yang masih terus menyaksikan adalah beberapa orang pejabat yang menatap ke arah istana dan bergumam, "Sepertinya kekuasaan akan segera berpindah tangan lagi."     

Pada tengah malam, gerbang istana telah dibuka. Dengan pakaian penuh darah, Lu Yun Xi bergegas keluar bersama 3.000 orang prajurit elitenya, dan memberi tahu Chu Qiao yang sedang berdiri di depan Gerbang Tai An, "Nona, kami telah mengambil alih Istana Ling Xiao."     

Di bawah tirai langit yang gelap gulita, pakaian Chu Qiao yang berwarna merah tua seolah menyatu dengan malam. Di atas pakaian gadis itu, ada sulaman emas berbentuk bebek mandarin, dan warna kulitnya yang bagaikan giok putih sangat menonjol di dalam kegelapan, wajahnya yang cantik bersinar menembus kabut malam seperti sebuah mercusuar. Di belakangnya, ada sekitar 10.000 orang prajurit Xiuli. Dengan sangat tenang, He Xiao duduk di atas kuda perangnya dan berjaga di sisi gadis itu. Bendera putih dengan lambang awan merah berkibar tinggi di atas kepala semua orang. Awan mendung menggantung di atas kepala semua orang, menutupi cahaya dari bulan dan bintang-bintang. Walaupun cahaya hangat dari obor menyinari wajah Chu Qiao, gadis itu tampak seperti pedang tanpa perasaan, siap untuk menyerang.     

"Masuk." Suara dingin gadis itu terdengar perlahan, namun tegas, dan menusuk ke telinga semua orang.     

Saat angin bertiup melewati mereka, pakaian Chu Qiao berkibar-kibar. Sambil mengangkat dagunya yang tajam, Chu Qiao menyipitkan matanya dan dia mengetuk perut kudanya dengan ringan menggunakan kakinya, mengisyaratkan kudanya untuk memasuki istana yang agung tersebut.     

Saat penjaga terakhir Istana Xiao Ling tumbang, kobaran api di istana barat telah dipadamkan. Du Ping An memimpin sekelompok prajurit naik, dengan kilauan tekad yang bersinar di matanya. Seolah-olah dalam satu malam ini anak itu telah dewasa menjadi seorang pria.     

Dengan semua pasukannya digabungkan, lebih dari 10.000 prajurit berdiri di belakang Chu Qiao, dengan obor terang mereka yang menerangi seluruh langit, bersama dengan mayat-mayat yang tak terhitung jumlahnya yang berserakan di dalam istana yang luar biasa itu.     

Kuda Chu Qiao berlari menaiki tangga marmer putih. Papan nama yang menunjukkan bahwa ini adalah kediaman Raja She Zheng, sesuatu yang bahkan orang-orang biasa tidak berani lihat, telah dibanting ke tanah dan saat diinjak-injak oleh kuda-kuda, terdengar suara garing saat papan tersebut pecah menjadi jutaan kepingan.     

Seorang pelayan yang pandai mengamati maju dan dengan lantang memanggil gadis itu dan menyambut marsekal agung ini. Saat melihat pria itu, Chu Qiao menginjak punggungnya tanpa ragu-ragu, menggunakan pria itu sebagai tangga untuk turun dari kuda lalu dia melangkah menuju istana tersebut.     

Pintu istana tiba-tiba terbuka dan gadis itu disambut dengan gelombang angin dingin yang dipenuhi aroma dupa, membuat mantel merah tuanya berkibar di tengah angin. Pedangnya yang tergantung di pinggang berkilau dengan rasa dingin yang mematikan yang tampaknya menembus jauh ke dalam jantung musuhnya. Di dalam aula yang kosong itu, Zhan Zi Yu duduk sendirian, dan seolah-olah mereka berdua telah kembali ke masa-masa ketika pria berbaju hijau itu duduk di sebuah kursi roda dari ayu sambil menghadap ke arah ombak sungai yang menerjang. Chu Qiao masih bisa mengingat dengan jelas mata pria itu yang jernih dan suaranya yang dalam ketika pria itu bertanya, "Siapa yang ada di sana?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.