My Precious Husband (COMPLETE)

Part 13



Part 13

0Ana mendengar suara gelak tawa dari ruangan adiknya, suara orang dewasa dan Mikail. Ini masih terlalu pagi untuk seseorang berkunjung, lagipula Ana tak merasa punya kerabat selain Hobi yang biasa mengunjunginya. Ah atau itu mungkin suster? Ana menekan handle pintu lalu mendorongnya, sedikit terkejut melihat presensi ibu Kei sudah datang dan sedang bermain dengan Mikail.     

"Loh bu, pagi-pagi sudah datang? Aku dan Kei baru saja mengantar Mona kerumah ibu." Ana menghampiri Ibu Kei yang duduk di atas karpet bulu bersama dengan Mikail beserta mainannya, sepertinya karpet itu baru saja dibawa ibunya Kei dari rumah. Ana ikut duduk disana, setelah mencium pipi ibu.     

"Mona sudah sampai? Nanti sore saja ketemunya, Ibu kangennya sama Mikail" ucap ibu sembari memeluk Mikail, Ana tersenyum haru melihat kedekatan mereka, mereka nampak seperti ibu dan anak sesungguhnya. Setidaknya Mikail bisa merasakan pelukan seorang ibu, meski bukan berasal dari ibu kandungnya. Matanya berkaca-kaca ketika bayangan masa lalu melintas dalam benaknya, sejak masih balita Mikail sudah kehilangan sosok ibu. Meskipun saat ibunya meninggal Ana langsung beralih menjadi sosok ibu untuk Mikail. Tetap saja pasti rasanya berbeda. Ana bersyukur memiliki ibu mertua sebaik ibu.     

"Terimakasih bu" ucap Ana tulus menggenggam jemari ibu. Ibu mengelus pipi Ana lembut.     

"Tidak masalah sayang, kamu hebat bisa sekuat ini. Ibu senang kamu jadi menantu ibu" Genangan air dimata Ana jatuh begitu saja dan dengan cepat ibu menghapusnya.     

"Jangan menangis, Lagipula ibu juga kesepian, kamu tahu sendirikan semenjak Kei dan Mona dewasa rumah jadi sepi karena mereka sekarang tinggal sendiri. Tapi sekarang ibu punya teman lagi. Yakan Mikail?" Mikail mengangguk dengan semangat, mulutnya penuh dengan coklat.     

"Mikail bakalan temani dan jaga ibu" kata Mikail menunjukkan giginya yang penuh coklah     

"Haduh manisnya, makanya Ana buruan beri ibu cucu buat teman Mikail juga" Ana menjadi salah tingkah mendengar permintaan ibunya Kei, sungguh Ana merasa sangat bersalah telah membohongi wanita sebaik ibu. Ana tak bisa menjawab apapun selain tersenyum canggung lalu mengalihkan pembicaraan, Ana hanya berharap Tuhan tak menghukumnya karena telah banyak berbohong. Karena Tuhan pasti tahu Ana melakukan ini semua demi adiknya dan tidak bermaksud jahat.     

Saat berbincang-bincang, dr Rachel datang memberi kabar jadwal operasi dipercepat esok hari. Antara senang dan tidak, wanita itu tetap berterima kasih kepada dr Rachel karena sudah merawat Mikail dengan baik. Setelahnya tak lama dr Rachel keluar dari ruangan     

"Tenang Ana, semua akan baik-baik saja. Mikail kita pasti bisa melewatinya" tidak perlu mengelak lagi, Ana mengangguk.     

:rose::rose:     

Pikiran Ana penat, ia butuh coffe untuk merilekskan diri maka kakinya melangkah menuju cafe di samping rumah sakit. Ana itu coffe addict, setiap hari pasti minum coffe, tapi itu dulu sebelum ia terkena magh, meski Ana tidak bisa lepas sepenuhnya apalagi kalau sedang stress, setidaknya dia sudah jauh mengurangi frekuensinya. Ana menyukai berbagai macam rasa coffe tapi yang paling ia sukai ice americano. Hanya saja kalau saat-saat seperti ini Ana lebih memilih coffe panas dibandingkan ice.     

Ana memesan americano panas, sedikit menunggu lama kemudian minumannya siap. Ana membawa minuman miliknya menuju kamar Mikail, rasanya jauh lebih tenang jika ia berdekatan dengan Mikail. Saat hendak membuka pintu cafe seseorang menabrak Ana hingga minuman panas itu tumpah.     

"Astaga nona maafkan saya. Kau baik-baik saja?" ungkap pria yang baru saja membuat Ana menumpahkan coffe nikmatnya. Ana meringis sakit, air panas itu menyentuh tubuhnya. Namun kepalanya menggeleng menandakan ia baik-baik saja.     

"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja"     

Kata Ana masih sibuk membersihkan coffe di bajunya dengan tissue basah.     

"Benarkah? Sebaiknya kita kedokter saja. Kau nampak kesakitan"     

Lagi-lagi Ana menggelengkan kepalanya, lalu mendongak menatap pria dengan wajah bersalah. Tampan!! Satu kata yang terlintas di otaknya namun Ana merasa masih lebih tampan Kei. Ana tersenyum dengan manis sampai-sampai pria itu terpana.     

"Aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir" Pria itu masih menatap Ana dengan tak enak, karena telah menumpahkan coffenya.     

"Ayo pesan lagi, aku akan menggantikan coffemu"     

"Eh tidak perlu." Pria itu menggeleng lalu menarik tangan Ana tanpa izin menuju kasir. Ana menarik tangannya dengan cepat saat mereka sudah di depan kasir.     

"Tidak bisa, aku sudah menumpahkan coffemu. Jadi tolong diterima sebagai tanda permintaan maafku" Ana masih tetap menolak merasa itu bukan masalah besar sehingga pria itu tidak perlu mengganti apapun, namun pria itu tetap gigih memaksa Ana menerima coffe pemberiannya. Sampai akhirnya Ana menyerah dengan perdebatan mereka karena tak enak dengan pengujung lain yang sudah mengantre di belakang mereka.     

Mereka berjalan bersisihan dilorong rumah sakit, sembari berbincang mengenai alasan mereka berada dirumah sakit dengan coffe ditangan masing-masing, mereka tampak akrab seperti teman lama tak bertemu. Sayangnya padahal sudah berbicara panjang lebar dari perjalan cafe ke ruangan Mikail, keduanya masih tidak tahu nama lawan bicaranya. Ana lebih dulu sampai di depan kamar Mikail mereka masih melanjutkan obrolannya.     

"Jadi adikmu dirawat diruangan ini?" Tanya pria itu menunjuk pintu ruangan di samping Ana.     

Ana mengangguk     

"Oiyah, namamu? Sejak tadi kita belum bekenalan. Aku Ferdy!!" Kata Ferdy lalu menyodorkan tangannya. Ana awalnya hanya menatap kosong sampai dehaman Ferdy menyadarknnya. Ana membalas jabatan tangan Ferdy.     

"Anastasya, tapi teman dan keluargaku memanggil Ana"     

"Nama yang cantik Ana seperti dirimu" Puji Ferdy membuat Ana merona, menyadari itu Ferdy terkekeh "Baiklah, sepertinya aku harus bergegas tapi apa kita bisa bertemu lagi?" Tanya pria itu secara langsung.     

"Y-ya mungkin saja tidak ada yang tahu kedepannya" Ferdy tersenyum hatinya meloncat gembira, padahal ini pertama kali bertemu tapi menurutnya Ana sangat cantik, sejak pertama melihatnya, rasanya menarik sekali bila bisa dekat dengan Ana. Ada daya tarik yang membuat Ferdy ingin dekat dengan wanita itu, hanya saja masalahnya Ferdy tidak tahu apakah Ana sudah menikah atau belum. Tanpa berpikir panjang lagi-lagi Ferdy melontarkan pertanyaannya secara gamblang.     

"Ana apa kau memiliki kekasih?" Mata Ana membeliak mendengar pertanyaan Ferdy, bukan karena tidak ingin ketahuan bahwa ia sudah menikah, Ana hanya bingung harus menjawab apa mengenai statusnya sebagai istri kontrak. Ia belum pernah bertanya pada Kei, apa yang harus ia jawab jika seseorang bertanya padanya. Bolehkah ia mengakui diri sebagai istrinya? Saat ingin membuka mulut tiba-tiba sebuah tangan melingkar di pinggangnya menarik Ana dalam dekapannya. Jantung Ana berdegub kencang saat mengangkat wajahnya melihat ia yang tengah menatap Ferdy tajam tak bersahabat.     

"Bukan hanya kekasih, tapi wanita ini sudah memiliki suami"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.