My Precious Husband (COMPLETE)

Part 14



Part 14

0Ana tengah mengganti pakaiannya di toilet akibat tumpahan coffe tadi. Sedangkan Kei menunggunya di sofa, untung saja Ana selalu meninggalkan pakaiannya di kamar Mikail karena dulu ia sering menginap disana. Kalau tidak, masa Ana harus menggunakan pakaian kotor atau paling tidak ia pulang untuk ganti pakaian. Akan repot sekali jika ia harus melakukan itu. Ana membuka pintu toilet melihat Kei yang tengah memandangnya dengan pandangan yang sulit diartikan.     

Lalu duduk disamping pria itu, agak risih karena pandangan Kei selalu tertuju padanya.     

"Kenapa menatapku begitu Kei?" Tanya Ana yang kebingungan.     

"Jauhi pria itu Ana" Alis Ana bertautan meminta penjelasan lebih atas ucapan Kei. Kenapa? Kenapa Ana harus menjauhinya? Kei menggerakkan tubuhnya yang tadinya masih menghadap depan kini terfokus pada Ana sepenuhnya.     

"Dengar, aku tak bermaksud melarangmu dekat dengan pria manapun. Lagipula itu tidak sesuai dengan kontrak. Tapi aku merasa pria tadi bukan pria baik-baik. Kamu tidak pantas dengannya"     

"Lalu dengan siapa aku pantas?"     

Kei tersentak dengan pertanyaan Ana, pria itu mendadak kelu, padahal tadi siap melontarkan semua kalimatnya, tapi kemudian segera menetralkan keterkejutannya. Kei berdehem memandang Ana dengan kikuk.     

"Emm.... kamukan istriku, setidaknya..... Cari yang lebih baik dariku" kata Kei lalu menggaruk tengkuknya, Ana yang dihadapannya akhirnya terkekeh mendengar penuturan pria tampan itu.     

"Kamu memberiku kriteria tinggi sekali Kei. Kamu jelas tahu tidak ada yang lebih baik darimu" Kei menyeringai jika biasanya Ana yang merona kali ini Kei tidak bisa menutupi rasa malunya karena dipuji seperti itu oleh Ana. Kei menangkup wajah Ana.     

"Pokoknya jangan pria itu, mengerti Ana? kami ini kaum pria bisa mendeteksi pria mana yang brengsek. Dan aku jelas tahu dia tidak baik untukmu." Lagi lagi Ana terkekeh merasa ucapan Kei menggelitik, lagipula belum tentu juga pria itu tertarik dengannya. Tapi Ana tidak mau memperpanjang lagi, karena memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Apakah Ana sudah mengatakan kalau setelah semuanya usai Ana hanya ingin tinggal berdua dengan Mikail? jadi dia memang tidak berniat mencari pasangan pengganti Kei. setelah keheningan melanda keduanya maka Ana menganggukan kepalanya.     

"Kok kamu disini? Bukannya tadi kamu kirim pesan mau menginap ditempat Nita ya?" Kei memicing, tatapannya begitu mengintimidasi. Ana merasa pertanyaannya tidak salah, karena memang begitu adanya kenapa pria itu tiba-tiba ada disini? Kei menarik hidung Ana, wanita itu meringis "aduh duhh"     

"Memangnya sulit untukmu memberi tahuku besok Mikail operasi?"     

"Eh kok tahu?" Kei lalu menjelaskan bagaimana ibu menghubunginya menanyakan Ana padanya karena nomor wanita itu tidak bisa dihubungi, sedangkan ibu menghubungi Ana karena ingin menanyakan keadaan Mikail yang ternyata baru Kei ketahui bahwa jadwal operasi Mikail dipercepat. Karena ketidaktahuan itu juga akibatnya Kei dimarahi ibu dan dianggap tak perhatian dengan istri sampai-sampai Kei tidak tahu tentang kondisi adik istrinya. Sebenarnya mendengar kabar itu Kei juga kesal, kenapa Ana tidak mengabari apapun. Padahal jelas Kei pernah berkata bahwa apapun itu Ana harus memberi tahunya. Jadilah akhirnya ia mengurungkan niatnya menginap di tempat Nita lalu bergegas datang ke rumah sakit.     

"Lain kali katakan padaku Ana tentang kondisimu. Apapun itu!! Aku tidak mau dengar alasan lagi, ini peringatan terakhir untukmu!"     

:rose::rose:     

Ana menarik lengan baju milik Kei agar pria itu menghentikan langkahnya. Agak sedikit ragu mengatakannya tapi saat ini mereka sedang berada di depan restauran skydining bintang 5 karena beberapa menit yang lalu pria itu mengeluh lapar, untung saja Mikail sudah terlelap, sehingga Ana bisa menemaninya. Hanya saja Ana tidak menyangka saat Kei memintanya untuk menemani makan, pria bermata hijau itu membawanya ketempat semewah ini. Ana merasa salah kostum dengan Kei yang menggunakan kemeja hitam dengan lengan baju yang ia gulung hingga siku. Kei tampak begitu tampan bahkan beberapa pengunjung wanita harus memalingkan wajahnya dua kali hanya untuk melihat wajah Kei. Beberapa juga melakukan eye contact untuk mendapatkan perhatiannya. Ana tidak tahu apa Kei menyadarinya atau tidak, atau mungkin pria itu sudah terbiasa? Ana masih diam saat Kei memutar tubuhnya.     

"Kenapa?"     

"Kamu sangat ingin makan disini?" Tanyanya pelan tapi Kei masih bisa mendengarnya.     

"Tentu saja! Makanan disini enak. Kamu pasti menyukainya" Kei tersenyum antusias. Ana semakin ragu untuk mengungkapkan ketidaknyamanannya. Bukan Ana tidak mau, siapa sih yang tidak suka diajak makan malam ditempat semewah seperti dihadapannya sekarang. Tapi justru karena kemewahan itu, Ana jadi takut masuk kedalam, apalagi sudah dikatakan penampilannya kontras sekali dengan pengunjung lain khususnya kaum hawa. Mereka menggunakan gaun super mewah, wajahnya secantik bidadari dengan rambut yang ditata cantik. Namun pada akhirnya ia hanya mengangguk pasrah dengan senyuman yang ia paksakan. Tapi yang Ana tidak ketahui ialah Kei merupakan pria yang kelewat peka. Salah satu sifat pria idaman untuk wanita di miliki pria itu, Kei menyadari ketidaknyamanan Ana. Tangannya menggenggam jemari Ana menariknya lalu ditempelkan ke dadanya.     

"Tidak perlu takut Ana, kau bersamaku. Ayo, kita hanya ingin makan" Ujarnya lalu menarik Ana kedalam. Suasana didalam cukup ramai padahal waktu sudah lewat jam makan malam. Seperti dugaan Ana, restauran itu sangat indah terasa suasana jungle dengan tumbuhan menjuntai dari atas plafon ditambah suara gemericik air seperti mini air terjun di sudut ruangan, lampunya sedikit temaram sehingga terasa nuansa romantismenya. Mereka duduk di ujung ruangan dekat jendela. Pemandangannya sungguh menakjubkan seolah seluruh kota bisa Ana lihat dari atas sini.     

Ana tampak canggung tidak tahu harus memesan apa, semuanya Kei yang memilih. Setelah memesan makanan mereka berbincang-bincang mengenai apapun. Tak lama kemudian makanan mereka datang. Keduanya makan dengan tenang.     

"Bagaimana Ana? Kamu suka?" Ana mengangguk dengan cepat     

"Sangat!! terimakasih Kei" senyuman Ana mengembang diwajahnya. Kei senang jika Ana menyukainya, Ana tipe orang yang menyukai apapun sehingga tidak sulit membuatnya senang, hanya saja yang tidak Kei sukai dari Ana adalah sifat tidak percaya dirinya, sebenarnya apa yang Ana takutkan? Kenapa ia tidak sadar betapa cantik dirinya itu, berkulit seputih porselen, Ana memiliki mata runcing yang tajam namun memikat, Kei meyakini sekali, jika seseorang menatap matanya ia tidak akan bisa lepas untuk berhenti, bibir tipis namun penuh yang rasanya sangat manis. Sial!! Kei jadi ingin menikmatinya lagi, ah dan belum lagi lekuk tubuhnya yang indah. Rasanya Kei tidak suka jika Ana menggunakan pakaian yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Tidak rela jika tubuh Ana di pandangi mata-mata yang mencuri pandang guna dijadikan object untuk berfantasi liar. Tanpa sadar tangannya mengepal, Kei tahu beberapa pasang mata disini memperhatikan istrinya.     

"Ana..."     

"Ya?" Ana mendongak menatap Kei, ekspresinya nampak aneh dimata Ana.     

"Tunggu disini sebentar ya, aku ingin ke toilet" setelah berkata seperti itu Kei bangkit dari duduknya meninggalkan Ana sendiri disana. Ana melanjutkan makannnya, tapi tak sengaja menjatuhkan pisau hingga terpental di samping mejanya, Ana bangkit dari duduknya lalu membungkuk guna mengambil pisau itu. Saat akan menegakkan tubuhnya Ana tak menyadari ada seorang pelayan yang lewat tengah membawa hidangan, tubuhnya menyenggol nampan milik pelayan tersebut hingga tumpah mengenai seorang wanita diseberangnya. Ana menutup mulutnya dengan kedua tangan, matanya membeliak kaget. Wanita itu mendesis kesal, menatap Ana dan pelayan bergantian.     

"Ma-maafkan saya di-dia menyenggol saya nona" ucap pelayan itu gemetar seraya menunjuk Ana yang masih terpaku.     

"Sa-saya tidak sengaja. Maafkan saya" ucap Ana juga tak kalah gemetar, Ana merutuki kebodohannya karena telah membuat keonaran disini.     

Wanita itu menatap Ana dari atas hingga bawah lalu berdiri, tangannya menampar pipi Ana keras. Ana meringis kesakitan, ia menyentuh pipinya yang ia yakinin memerah. Atensi semua orang kini beralih pada mereka.     

"Kau wanita sialan!!!! Lihat apa yang kau buat!!! pakaian mahalku terkena tumpahan juice."     

Teriak wanita itu seraya membersihkannya dengan tissue.     

"Ma-maaf saya akan menggantinya" ujar Ana, matanya mulai berkaca-kaca. Pipinya juga masih berdenyut nyeri karena tamparan keras tadi     

"Bagaimana kau bisa menggantinya, pakaianku saja harganya 100x lipat lebih mahal dari milikmu. Bahkan harga dirimu tidak akan mampu brengsek! Jangan menghina ku dengan mengatakan mampu menggantinya!!"     

"Kenapa ada manusia rendahan, makan direstauran ini?!!" Kekasih wanita itu ikut merendahkan Ana. Ana tidak suka seseorang merendahkannya, Ana bukan tipe yang akan diam saja.     

"Apakah kalian merasa sangat hebat hingga berkata demikian? Saya sudah minta maaf dan saya mengatakan akan menggantinya, tidak ada maksud merendahkan kalian, tapi justru perkataan kalian yang merendahkan saya hanya karena saya menggunakan pakaian yang 100x lebih murah? Apa orang kaya seperti kalian tidak menerima pendidikan dengan baik sampai tidak tahu cara berbicara dengan benar?" Dengan mata yang bergenang, Ana melontarkan kekesalannya, tapi justru ucapan Ana membuat keadaan semakin menegang, pria kekasih itu tak terima dengan perkataan Ana, tangannya bergerak, ingin melakukan apa yang baru saja kekasihnya lakukan. Karena menurutnya wanita rendahan seperti Ana harus ia beri pelajaran. Ana yang melihat itu menutup matanya menerima pasrah apa yg dilakukan pria itu.     

Ini chapter panjang sekali, semoga kalian tidak malas membacanya :grinning_face_with_sweat::grinning_face_with_sweat:. Kemarin aku gak update karena sibuk bgt.... Btw kompetisi menulis kemarin aku dapet 500 ss berarti aku menangkan ya? Iyah gak sih? Kalo iya.... Wah aku seneng banget loh. Terimakasih ini karena kalian!!!!!!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.