CINTA SEORANG PANGERAN

Mengumpulkan Kekuatan (3)



Mengumpulkan Kekuatan (3)

0Cynthia memandang Thalal dengan pandangan kesal. " Ada apa dengan otak kakakmu itu? Kenapa dia jadi hilang akal begitu? Apa salahnya dengan bantuan Edward. Apa dia lebih suka Alena dipenjara"     

" Kakakku sejak bertemu dengan Kakak Putri Alena memang jadi hilang akalnya sebagian. Bukan..bukan...bukan sebagian aku rasa, mungkin seluruh akal sehatnya." Pangeran Thalal ikut kesal.     

"Jadi bagaimana ini? Alena Kau kan tau tanpa kesaksian Edward kita akan kesulitan mematahkan kekuatan Ayah Andre" Kata Cynthia kebingungan.     

"Kelihatannya Nizam lebih suka menemaniku dipenjara daripada bertemu Edward" Kata Alena dengan wajah cemberut.     

"Apa maksudmu? Nizam menemanimu dipenjara?? Kegilaan apa ini?" Cynthia jadi morang-maring     

Pangeran Thalal menatap kakak iparnya tajam-tajam." Kakak Putri Alena? Apa benar Kakak Nizam berkata seperti itu?"     

"Benar, Bahkan dia bilang dia akan melakukan apa saja agar bisa dipenjara bersamaku"     

"Sial...otak Nizam sudah tidak waras.." Kata Cynthia keras tetapi mulutnya langsung dibekap Pangeran Thalal. 'Ssst..Jaga mulutmu. Ingat kakakku adalah pewaris tahta kerajaan, Menghinanya sama saja dengan merelakan leher Kita tergantung di tiang gantungan."     

Cynthia langsung terdiam. Ia bersyukur saat ini Ia masih ada di Indonesia.     

"Kita lihat saja apa yang akan terjadi. Lagi pula Aku tetap yakin Edward tidak akan pernah membiarkan aku dipenjara." Kata Alena sambil keluar.     

"Alena, bagaimana bisa kau begitu yakin?" Cynthia berkata pelan     

"Karena Ia berbicara kepadaku, Ia lebih baik dibunuh Nizam daripada membiarkan Aku dipenjara." Alena melenggang.     

"Tapi Kakak Putri. Kakakku Nizam biasanya tidak main-main dengan kata-katanya. Bagaimana kalau benar Kakak Nizam membunuh Edward " Pangeran Thalal mengerutkan keningnya.     

"Adikku Pangeran Thalal, Mungkin Kakakmu sedang dimabuk cinta padaku, tetapi dia bukanlah orang bodoh. Ia tidak akan pernah membunuh Edward. Kalau memukulinya mungkin masih masuk di akal."     

"Tetapi mengapa??" Pangeran Thalal mengerutkan keningnya.     

"Karena Ia sudah berjanji padaku untuk tidak menyakitinya. Lagipula Kalau sampai Edward mati ditangannya akan ada perpecahan politik antara Amerika dan Azura" Alena berbicara sambil menerawang.     

Cynthia dan Pengeran Thalal saling berpandangan. Cynthia lalu berbisik pada suaminya. "Suamiku yang tampan, Coba beritahu aku. Dalam ilmu psikologi yang Kau pelajari apakah ada materi yang menjelaskan bahwa sepasang suami istri dapat saling menularkan sifat dan kecerdasan mereka. Apakah setelah menikah Kakakmu menularkan kecerdasan pada sahabatku sedang sahabatku menularkan kebodohannya kepada Kakakmu??"     

Pangeran Thalal menatap istrinya dengan mulut terbuka. Mungkinkah kata-kata istrinya akan menjadi suatu teori baru dalam ilmu psikologi atau memang ada teori seperti itu dan Ia kebetulan tidak mengetahuinya.     

"Apa yang kalian bicarakan? Kenapa Kalian berbisik-bisik begitu?Ayo cepat kita pergi ke pertemuan dengan para pengacara itu."     

Seorang Polwan nampak berjalan mendahului mereka karena akan menunjukkan ruangan dimana pertemuan berlangsung. Kantor kepolisian tempat AKBP Santosa terhitung cukup mewah karena memang ada dana pribadi yang digelontorkan oleh perusahaan AKBP Santosa untuk merenovasi kantor tersebut. Sehingga tidak heran kalau Kantor kepolisian ini lebih mirip suatu kantor perusahaan yang mewah dibandingkan dengan kantor kepolisian biasa. Mereka berjalan melalui taman yang indah menuju ruangan tempat pertemuan antara Nizam dan para pengacara.     

Mereka melihat Nizam sudah duduk diantara mereka. Alena menjadi ingin tertawa melihat penampilan Nizam yang dikelilingi para pengacara. Yang terlihat dimata Alena adalah seperti Pangeran dengan 7 orang kurcaci sedang berdiskusi bagaimana membangunkan putri Salju yang terlelap karena racun buah apel.     

Alena lalu duduk disamping Nizam. Para pengacara itu segera bangun dan memberikan hormat. Pangeran Thalal dan Cynthia ikut duduk disamping Alena. Para Pengacara yang duduk semakin merasa tegang karena dihadapan mereka duduk empat orang yang memiliki paras dan fisik yang bukan biasa mereka temui dalam kehidupan sehari-hari.     

"Yang Mulia sesungguhnya kami tidak dapat memprediksi apakah selain Sisca, Pak Hartono memiliki saksi lain yang akan memberatkan Nyonya Alena." Seorang Pengacara bertubuh pendek dan gemuk angkat bicara.     

"Betul Yang Mulia. Yang sangat Kami khawatirkan adalah mereka mendatangkan saksi palsu yang sengaja dibuat untuk memberatkan Nyonya Alena."     

"Apakah Kita tidak bisa menyelidiki pergerakan mereka?" Kata Nizam sambil mengerutkan keningnya.     

"Mereka dikelilingi oleh kekuatan yang tidak terlihat dari Tuan Hartono. kita juga kesulitan meretas akun atau apapun tentang mereka. Mereka memiliki sistem keamanan yang sangat mutakhir. Mungkin besok kita akan bisa melihat saksi-saksi dan barang bukti yang mereka persiapkan untuk menuntut Nyonya Alena. Setelah itu baru kita menyusun strategi." Pengacara itu melanjutkan perkataanya.     

"Kalau seandainya Tuan Hartono mendatangkan para saksi palsu, Kita pasti kesulitan membuat pembuktian kepalsuannya. Sedangkan kita hanya memiliki beberapa saksi, yang mungkin kesaksiannya akan lemah" Kata seorang Pengcara yang berkulit gelap berkata.     

"Apa maksudmu dengan kesaksian yang lemah?" Nizam bertanya     

"Kita hanya memiliki Cynthia dan Yang Mulia untuk bersaksi dipihak Nyonya Alena, Kemudian orang tua Nyonya Alena. Semua saksi dipihak kita adalah orang-orang terdekat Nyonya Alena sehingga bisa saja orang berpandangan bahwa para saksi itu akan mengatakan hal apa saja agar dapat membebaskan Nyonya Alena. Kita membutuhkan saksi dari pihak luar yang benar-benar dapat membebaskan Nyonya Alena. Seperti misalnya Tuan Edward"     

"ED..WARD!!!!" Suara Nizam tampak seperti petir yang akan menghancurkan alam semesta. Alena duduk mengkeret disamping Nizam. Ia tidak mau bicara sepatah katapun tentang Edward. Secara refleks ia mengusap perutnya. Bayinya..bayi permata hatinya hampir lenyap ketika Nizam membabi buta menyakitinya karena cemburu. Alena tidak akan pernah membiarkan Nizam menyentuhnya lagi. Hatinya bergetar setiap mengingat bagaimana wajah Nizam begitu bengis saat merobek-robek tubuhnya di dalam mobil.     

Alena menyentuh tangan Nizam. Nizam meliriknya dengan tajam. "Kau dengar Alena. Mereka akan mendatangkan Edward. Apakah Kau juga berharap Edwardmu juga akan datang" Nizam menatap Alena dengan buas. Mukanya merah padam. Bibirnya menjadi gelap. Para Pengacara terdiam dengan wajah tidak mengerti. Mengapa Pangeran tampan dihadapan mereka berubah menjadi monster. Aura kematian seperti menyebar diantara mereka.     

"Honey..mari kita bicara sesuatu dulu sebentar.." Alena berdiri dan menarik tangan Nizam untuk berdiri. Semua mata memandang ke arah mereka. Alena tidak perduli dengan tatapan mereka dia menarik tangan Nizam menuju ke arah belakang. Di lihatnya di belakang Aula ada ruangan kecil semacam pantry dapur. Bahkan di dalamnya terlihat beberapa pegawai wanita sedang menyiapkan makanan ringan untuk mereka. Para pegawai tercengang melihat Alena dan Nizam masuk.     

Alena tersenyum manis dan berkata."Mohon maaf mbak..boleh pinjam ruangannya sebentar. Saya perlu membicarakan hal penting berdua dengan suami saya."     

Para pegawai perempuan itu bagaikan terhipnotis dan mereka segera keluar tanpa bicara sepatah katapun. Alena menutup pintunya segera. Dan lalu Ia berbalik menghadap Nizam kemudian Ia merangkul leher Nizam dan mendekatkan wajahnya ke wajah Nizam. Ia menekankan bibirnya ke bibir yang gelap karena amarah. Nizam melotot ketika tiba-tiba lidah istrinya menyeruak masuk ke dalam mulutnya. Seakan menjejakkan tetesan madu disetiap gerakannya. Mata Nizam lalu terpejam rapat. Nafasnya yang memburu sekarang mengalun lembut. Nizam memiringkan kepalanya agar hidung mancungnya tidak menghalangi gerakan Alena saat mengeksplor kemahirannya memainkan lidah dimulutnya.     

Suasana hangat seakan menyebar secara perlahan mancairkan darah yang membeku karena atmosphir cemburu. Cemburu yang menggelapkan mata, cemburu yang membutakan hati. Tangan Nizam merangkul punggung Alena dengan erat. Bau harum rambut istrinya seakan menjadi candu yang memabukan hatinya. Ia seakan masih tidak rela ketika Alena melepaskan ciumannya. Ketika Nizam masih ingin menikmati kemanisan yang diberikan istrinya. Alena menahan dadanya.     

"Honey..kita sedang dalam rapat tentang kasusku. Kalau hatimu sudah tenang. Mari kita keluar lagi. "     

"Hatiku belum tenang" Kata Nizam sambil merangkul pinggang Alena lalu tanpa persetujuan Alena Ia melabuhkan bibirnya yang ikal ke bibir istrinya. Alena memegang pinggang suaminya dengan erat. Hingga kemudian Nizam melepaskan ciumannya. Nizam tersenyum manis Ia menghapus bibirnya yang basah dengan telunjuknya.     

"Apakah sekarang Kau sudah tenang?" Kata Alena menatap Nizam     

"Ya..terima kasih" Kata Nizam     

"Apakah sekarang Kau bisa membiarkan Edward bersaksi untukku?"     

Nizam tersenyum kembali Ia mengecup bibir Alena dan berbisik ditelinga Alena. " Tidak.." Katanya lembut tetapi penuh dengan intimidasi.     

"Damn!!!" Alena mengumpat. Nizam menyeringai bagai srigala menyeringai terhadap mangsanya. Ia membuka pintu dan menarik tangan Alena keluar dari pantry dapur mengangguk kepada para pegawai yang berdiri di depan pintu. Tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.