CINTA SEORANG PANGERAN

Andaikan Ali Yang Menikahi Zarina



Andaikan Ali Yang Menikahi Zarina

0Bahu Amar tampak turun naik karena Ia ingin menahan tangisan itu dalam dadanya. Tetapi lagi – lagi gagal. Tangisannya kembali keluar.     

"Dunia yang indah ini tidak akan sama lagi tanpa kehadiranmu. Aku masih bisa mencium bau harum rambutmu dalam dekapanku. Zarina.. Aku adalah seorang jendral yang sering berperang melawan puluhan bahkan ratusan prajurit dan Aku telah banyak menyaksikan kematian dalam hidupku.     

Tetapi mengapa menghadapi kematianmu sangat menyakitkan bagiku. Dengan siapa sekarang aku harus berbagi suka dan duka. Dengan siapa Aku harus menghabiskan malam – malam yang gelap dan panjang. Aku akan kedinginan sepanjang masa.     

Ya.. Tuhan mengapa ini sangat menyakitkan. Apakah Hamba adalah orang yang tidak mengakui takdir ? Astaghfirullohaladzim.. Ya Alloh Hamba mohon ampun" Kata Amar sambil menutupi wajahnya oleh kedua tangannya.     

Hingga kemudian masuk ke dalam dan Ia menghela nafas terlebih dahulu sebelum kemudian masuk ke dalam ruangan dan menghampiri Amar. Amar melihat kedatangan Nizam dan segera bersujud sambil tetap menangis. Amar sangat ingin menahan tangisannya tetapi tidak bisa Ia malah semakin menangis sambil bersujud. Tangisannya sangat menyayat hati.     

Nizam memegang kedua bahunya dan mengangkatnya lalu mendudukannya lagi di kursi. Tetapi Amar menolak untuk duduk karena Nizam berdiri. Sangat terlarang duduk jika Pangeran berdiri. Tetapi Nizam kemudian menggelengkan kepalanya dan mengajak Amar keluar.     

"Biarlah Almarhumah Zarina ditunggui oleh Bastnah, kau hanya akan membuat Zarina menjadi tidak tenang. Ikutlah denganku. Kau harus menenang kan diri " kata Nizam kepada Amar dan Amar tidak berani menolak sehingga kemudian Ia mengikuti Nizam dengan langkah gontai mengikuti Nizam keluar dari ruangan.     

Mereka kemudian duduk di kursi yang saling berhadapan di pinggir sebuah jendela pesawat. Mereka dapat melihat awan- awan putih yang terkadang tertabrak oleh pesawat mereka.     

Amar tertunduk dengan muka sembab dan mata memerah. Nizam terdiam sambil memandang wajah Amar yang begitu berantakan. Nizam sama sekali tidak ingin berbicara terlebih dahulu sampai Amar kembali menjadi tenang. Nizam bahkan memberikan segelas air putih untuk Amar membuat Amar langsung tergagap.     

"Yang Mulia tolong jangan lakukan ini. Ini sangat tidak pantas " kata Amar kepada Nizam sambil menolak air yang diberikan kepadanya tetapi Nizam bersikeras.     

"Minumlah, agar hatimu menjadi tenang. Kau tidak bisa terus menerus bersedih. Kau akan memberatkan istrimu sendiri" Kata Nizam mengingatkan kembali Amar agar tidak terlalu bersedih.     

"Ini terlalu menyakitkan untuk hamba Yang Mulia. Hamba baru saja menikah dengannya" Kata Amar sambil bersedih.     

"Aku mengerti.. karena Aku juga mungkin akan bertindak sama dengan dirimu ketika kita kehilangan seseorang yang kita cintai " Kata Nizam sambil ikut sedih. Sesungguhnya Ia sendiri pasti akan menangis meraung – raung kalau sampai kehilangan Alena bahkan Nizam tidak ingin membayangkan. Hingga akhirnya mereka kemudian saling terdiam dan tenggelam dalam pikiran masing – masing.     

Waktu terasa begitu lama hingga pesawat ini seakan tidak akan pernah mendarat di bendara. Kesedihan yang mereka alami membuat perjalanan waktu yang biasanya hanya sebentar kini terasa sangat lama mereka rasakan. Nizam dan Amar terpaku didalam pikirannya hingga kemudian desahan nafas Nizam yang terasa sangat berat menyadarkan Amar.     

"Yang Mulia, ampunilah hambamu ini. Tetapi apakah Yang Mulia memiliki keperluan dengan hamba ? Sehingga Yang Mulia lebih memilih menemui hamba daripada berisitrahat ?" Kata Amar sambil kemudian matanya tiba – tiba melihat ke arah Ali dan Fuad yang baru saja datang dan mulai duduk tidak jauh dari mereka.     

Amar kemudian melihat ke arah Ali yang sedang duduk di depan Fuad. Amar melihat mata Ali yang tampak sembab juga. Wajah Ali tidak kalah mendungnya dari Amar. Dan itu membuat Amar tiba – tiba berdiri. Nizam terkejut melihat Amar yang tiba – tiba berdiri tanpa bicara sepatah katapun, bahkan Amar sampai lupa untuk meminta izin berdiri kepadanya.     

Nizam melihat Amar berjalan menghampiri Ali. Ali memandang Amar yang berjalan perlahan menuju ke arahnya. Ali menjadi sedikit tegang dan akan berdiri untuk berjaga – jaga kalau tiba – tiba Amar menyerang dan memukulnya.     

Peristiwa penyerangan para penjaga karena pengkhianatan Imran berhasil menciptakan trauma cukup berat pada semua orang bahkan membuat dari mereka banyak berpikiran aneh. Seperti Ali pada saat ini. Melihat Amar menghampirinya tiba – tiba membuat Ia jadi waspada dan bersiap – siap menahan serangan. Kedua tangannya sudah mengepal di depan dada.     

Demikian juga dengan Fuad. Ia tidak jauh beda dengan Ali. Melihat Ali bersiaga maka Ia juga turut bersiaga. Tetapi kemudian mereka melihat Amar menjatuhkan dirinya dengan berlutut di depan Ali. Ali terkejut demikian juga Fuad dan Nizam.     

Amar berlutut dan mulai menangis sambil meratap yang mungkin bagi sebagian orang terlihat berlebih – lebihan, ��Ali, Aku sungguh minta maaf kepadamu karena Aku, Zarina terbunuh. Imran sahabatku yang aku anggap seperti saudaraku sendiri telah membunuh Zarina karena rasa irinya kepadaku. Imran ternyata begitu membenciku.     

Ini sangat menyakitkan hatiku menyaksikan wanita yang Aku cintai, istriku sendiri mati di depan mata kepalaku sendiri. Ali, aku tahu kalau kau sangat mencintainya. Maafkan Aku yang egois. Seandainya waktu itu Aku merelakan Zarina untuk kau miliki mungkin saat ini dia masih hidup.     

Kalau saja Zarina menikah denganmu mungkin Imran tidak akan mengira kalau Yang Mulia Nizam telah pilih kasih. Imran tidak dapat memiliki Zarina dan Ia menyalahkan Yang Mulia telah pilih kasih. Padahal jika menikah denganmu pasti Imran akan lebih rela karena Kau adalah orang yang sangat dekat dengannya.     

A.. Ali ini sangat menyedihkan. Hati ini sangat sakit.. Akulah pembunuh Zarina yang sebenarnya" Kata Amar sambil memegang lutut Ali dan menangis di atas lututnya. Ali tertegun demikian pula dengan yang lain. Betapa hidup saat ini sangat menyakitkan bagi Amar.     

"Jangan berkata seperti itu, Amar. Tolong ini adalah musibah. Aku memang mencintai Zarina tetapi itu dulu sebelum Ia menikah denganmu. Setelah kau menikah dengannya Aku sudah mengubur cintaku dalam – dalam. " Kata Ali dengan hati yang tulus.     

Tetapi Amar bukanlah anak kemarin sore yang bisa ditipu oleh Ali dengan begitu mudah walaupun perkataan Ali begitu tulus kepadanya. Melihat mata Ali yang sembab Amar tahu kalau Ali pasti habis menangis. Dan Amar memang benar, setelah Ali dan Fuad mengamankan bom dan para penjaga. Ali kemudian menangis di kamarnya dan sangat terguncang.     

Wanita yang sangat Ia cintai, mati di depan matanya sendiri dengan mengenaskan. Walaupun wanita itu milik orang lain tetapi rasa cinta dihati Ali tidak akan hilang sampai kapanpun. Ia memang pernah menikah tetapi waktu itu pernikahannya karena di jodohkan dan Ia baru mencintai wanita sekarang kepada Zarina tetapi cinta itu ternyata kandas karena Zarina yang lebih memilih Amar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.