CINTA SEORANG PANGERAN

Mobilisasi Para Pelayan



Mobilisasi Para Pelayan

0Nizam melihat ke belakang dan di belakang ternyata berdiri Bastnah dengan Wajan teplon di tangannya. Ia memegang gagang wajan dengan kedua tangannya dan memukulkan dengan sekuat tenaga ke kepala penjaga itu.     

Nizam terkesiap melihat di belakang Bastnah berdiri beberapa pelayan dengan memegang beberapa peralatan dapur dan bahkan ada yang memegang stick baseball milik Nizam. Nizam mengernyitkan keningnya melihat tongkat baseball miliknya yang sangat berharga karena ditandatangani oleh pemain baseball terkenal di Amerika. Tapi lupakanlah itu semua. Ada perasaan haru melihat para pelayan yang berdiri di barisan mereka dengan senjata se adanya siap bertempur.     

"Ka..kalian ? " Kata Nizam sambil menggelengkan kepalanya dan Ia tahu benar siapa yang menggerakkan mereka.     

"Keluar kau Alena !! " Kata Nizam sambil berkacak pinggang. Dari balik pintu ruangan perpustakaan keluar Alena sambil nyengir. Ia ketahuan suaminya padahal dia sudah wanti – wanti kepada Bastnah agar Ia merasahiakan gerakannya.     

"Kau sudah kubilang untuk tetap diruangan bayi" Kata Nizam sambil cemberut.     

"Aku tidak bisa tinggal diam di ruangan sementara kau beraksi menghajar para pengkhianat. Aku mobilisasi para pelayan daripada mereka hanya terdiam sambil menangis ketakutan. Aku hajar penjaga di depan dapur pesawat pakai tongkat baseball yang tergantung di ruangan para bayi." Kata Alena sambil cengengesan.      

Alena tahu kalau Ia sudah kembali bertindak gegabah tetapi Ia merasa benar kali ini. Ia tidak tahan menunggu tanpa kepastian jadi dia harus ikut bertidak untuk membantu menghajar para penjaga itu.     

"Bagaimana kalau kalian terluka ? Ayo cepat kalian masuk kembali ke dalam ruangan" Kata Nizam menyuruh para pelayan dan Alena kembali masuk ke dalam ruangan.     

Alena menggelengkan kepalanya, " Tidak ! Kita akan berjuang bersama. Aku dulu memang penakut sekarang bukan saatnya untuk menjadi orang yang pengecut dan penakut lagi. Aku harus berani berperang melawan mereka. Ayo Nizam kita hajar mereka " Kata Alena sambil meminta tongkat baseball yang dipegang pelayan untuk dijadikan senjatanya sendiri.     

"Kalian semua berpencar tiga orang – tiga orang. Sembunyikan senjata kalian agar jangan terlihat oleh mereka. Pikat mereka dengan gaya berjalan yang dibuat berlenggak lenggok sehingga minimal mereka terpana dulu sebelum kemudian menyadari apa yang terjadi.     

Kesempatan kita untuk menang melalui adu kekuatan dengan para pria mungkin tidak akan menang. Tetapi kita memiliki fisik yang akan membuat mereka jadi lupa segalanya. Manfaat itu dengan baik " Kata Alena berapi – api membuat Nizam ternganga kaget.      

Ia tahu kalau istrinya memang terkadang berotak mesum tetapi kalau meminta orang lain untuk memanfaatkan daya pikat seksual untuk menghajar para penjaga ini baru luar biasa aneh.     

"Alena itu berdosa " kata Nizam sambil mengerutkan keningnya.     

"Dosa apaan ? Aku tidak meminta mereka berzina. Aku hanya ingin mereka membuat para penjaga terpana sedikit sebelum kemudian menghajarnya. Ya..mungkin berdosa.. semoga Alloh mengampuni dosa kita semua" Kata Alena sambil menarik tangan suaminya agar segera berlalu.     

Nizam menurut ketika ditarik tangannya. Ia masih sempat menoleh ke arah Alena yang sedang melihat ke belakang dan berteriak.     

"Semangat kawan – kawan !! Kita akan merebut kembali pesawat ini dari para pengkhianat " Kata Alena sambil mengepalkan tangannya disambut oleh teriakan semangat para pelayan yang ternyata jumlah semakin banyak.     

Nizam menggelengkan kepalanya dengan takjub. Ia menjadi kagum melihat Alena yang begitu bersemangat menyakinkan para pelayan untuk berjuang melawan para penjaga yang berkhianat.     

Pelayan di istana biasanya tidak berlatih ilmu beladiri mengingat tugas mereka hanyalah mengerjakan pekerjaan kerumah tanggaan istana dan melayani para penghuni istana. Mereka sebenarnya tidak boleh memiliki keahlian ilmu beladiri dan memegang senjata karena bisa membahayakan keselamatan penghuni istana.     

Ada banyak penjaga baik itu laki – laki atau wanita yang menjaga para penghuni istana sehingga memang kedudukan pelayan bukanlah untuk melawan para musuh. Tetapi kali ini Nizam melihat bagaimana Alena bisa membangkitkan semangat mereka untuk melawan para pengkhianat yang sebenarnya bukan tugas mereka. Dan dari lubuk hati yang terdalam Nizam sebenarnya sangat berterima kasih atas bantuan yang tidak disangka – sangka ini. Disaat Ia merasa bergerak seorang diri untuk melumpuhkan para penjaga ternyata ada Alena yang datang membantu.     

Nizam merangkul bahu Alena dan mengecup ubun – ubun kepalanya, " Terima kasih, sayangku. Bantuanmu sangat berarti bagiku" Kata Nizam sambil berkaca – kaca saking terharunya. Alena hanya menggelengkan kepalanya.     

"Aku akan selalu ada disisimu, apapun yang terjadi. Serta akan selalu mendukungmu walaupun akan menyakiti hatiku" Kata Alena memberikan semangat kepada Nizam.     

"Nizam hati – hati !! " Teriak Alena ketika melihat dari arah depan tiba – tiba muncul dua orang penjaga. Nizam segera menjatuhkan dirinya sambil memeluk Alena dan melindunginya dengan tubuhnya. Alena memejamkan mata ketika sambil memeluk dirinya Nizam menembak. Dua kali tembakan para penjaga itu langsung roboh.     

'Kau sangat pandai menembak, Nizam" Kata Alena dengan takjub kepada Nizam. Ia menjadi teringat bagaimana dulu Nizam menembak orang yang menyanderanya di rumah tua karena perbuatan Sisca dan pangeran Barry. Sekarang Ia melihat lagi bagaimana Nizam mempertunjukkan kemahirannya dalam memegang senjata.      

Nizam tidak menjawab karena Ia mendengar ada langkah sepatu lagi yang mendekat. "Ssst.. ' Nizam menaruh telunjuk di bibirnya yang merah. Ia lalu menggulingkan tubuhnya ke pinggir sebuah dispenser air sambil tetap merangkul Alena.     

"Kau ingin belajar menembak Alena. Pegang senjata ini " Nizam tiba – tiba memberikan satu senjata yang terselip di pakaiannya. Alena tampak gemetar tetapi kemudian dia mengambilnya. Nizam lalu menggulingkan tubuh Alena agar bertelengkup dan Nizam ikut bertelengkup di atas tubuh Alena. Tangan Nizam membantu Alena memegang senjata. Alena merasakan tubuh Nizam menempel pada punggungnya dengan ketat. Nafas Nizam berhembus di kuduknya membuat Alena jadi geli.     

Tetapi kegeliannya tidak berlangsung lama karena Ia melihat sebuah kaki mendekat. Nizam kemudian menekankan tangan Alena agar menarik pelatuk senjata. " Dor.. dor.." hanya dua kali tembakan maka penjaga itu langsung roboh. Penjaga itu tidak melihat posisi Nizam dan Alena karena mereka bertelengkup.     

Jadi ketika senjata ditangan Alena meletus mereka tidak bisa menghindar lagi. Mereka langsung roboh bersimbah darah. Alena terpekik kaget badannya langsung gemetar. Seumur hidupnya baru kali ini Ia membunuh orang.     

Merasakan Alena gemetar Nizam semakin erat memeluknya Ia bahkan semakin menempelkan tubuhnya ke bagian belakang tubuh Alena sehingga kemudian Alena menyadari kelakuan suaminya yang menyebalkan itu ketika Alena merasakan ada benda yang mengeras menempel di tubuhnya bagian belakang.     

"Turun dari tubuhku !! Kau ini suka memanfaatkan kesempatan dan kesempitan" kata Alena sambil menggerakan tubuhnya agar tubuh Nizam melepaskan pelukannya. Alih – alih Nizam melepaskan pelukannya, Ia malah menggesek – gesekkan tubuhnya ke tubuh Alena. Alena menepuk keningnya dan menoleh ke belakang sambil memasang wajah judes dan tatapan mata yang galak.     

Nizam melihatnya sambil mengangkat kedua alisnya, " Kalau suasana sedang tegang, adik kecilku juga suka ikutan tegang" Bisik Nizam sambil nyengir kuda.     

Alena langsung bangkit dan menyingkirkan tubuh Nizam dengan kuat sehingga Nizam terguling ke samping lalu ikut bangkit dan berdiri.     

"Adikmu itu memang tidak tahu diri. Tidak hanya lagi tegang, takut, marah atau sedih pasti begitu.. dasar ga punya akhlak dan sopan santun" Kata Alena sambil cemberut. Nizam tertawa ngakak sampai keluar air mata tetapi kemudian Ia menghentikan tawanya karena Ia kembali mendengar langkah Kaki. Nizam segera menarik tangan Alena dan kembali memeluknya dalam posisi berdiri. Mereka lalu berlindung di balik sebuah ceruk pesawat.     

Tangan Nizam bersiap dengan senjata yang Ia pegang sendiri. Alena juga memegang senjatanya. Tongkat baseballnya sudah Ia lempar jauh – jauh. Tetapi ketika Nizam bersiaga Ia mendengar ada suara.     

"Yang Mulia.. ini Aku. Amar. Aku mendengar suara tawa Yang Mulia" Kata suara itu. Nizam mengintip sambil memperhatikan wajah orang yang datang. Ia melihat Amar datang sambil membawa senjata tetapi Nizam tetap waspada sambil memperhatikan di belakang Amar. Ia takut Amar di ikuti oleh para penjaga secara diam – diam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.