CINTA SEORANG PANGERAN

Janji Pangeran Barry



Janji Pangeran Barry

0Nizam, Pangeran Thalal dan Amar tidak membawa senjata sehingga mereka tidak berani bertindak jauh. Setinggi – tingginya kemapuan ilmu beladiri tangan kosong tetap saja akan kalah dengan orang yang memegang senjata api. Imran sudah merancang gerakannya dengan sempurna.     

Dimulai dari memobilisasi pasukannya agar bersumpah setia kepadanya dan tidak setia kepada Nizam dan itu Ia lakukan dalam waktu singkat. Di saat yang lain sedang sibuk mempersiapkan pernikahan Pangeran Abbash dan Lila. Imran bergerak menyuntikkan pengaruhnya kepada para pengawal Nizam yang memang berada di bawah wewenangnya selama di Azura.     

 "Aku sungguh tertipu oleh sikapmu selama ini Imran. Aku mempercayaimu seperti Aku mempercayai urat nadiku sendiri. Tetapi ternyata kau tega berkhianat. Hanya karena menginginkan kedudukan sebagai perdana menteri, kau tega membunuh orang yang tidak berdosa.     

Apakah kau yakin kalau Pangeran Barry akan menjadikanmu seorang perdana menteri ?" kata Nizam lagi ��� lagi membuat Imran kaget teapi Ia kemudian berusaha mengatasi rasa kekagetannya.     

"Yang Mulia tahu kalau itu Pangeran Barry ?" Kata Imran sambil menyelidiki Nizam dari matanya.     

"Siapa lagi yang saat ini begitu memerlukan sekutu dan senjata untuk merebut kembali kekuasaan yang sudah direnggut darinya. Ini tentang kudeta di kerajaan Zamron dan kau tentu tahu sekali konskwensinya kalau Pangeran Barry sampai kalah." Kata Nizam dengan pandangan tetap dingin.      

Imran tadinya tidak akan berkhianat dan Ia menolak ketika Pangeran Barry mencoba membujuknya untuk berpihak kepadanya. Pangeran Barry sedang diasingkan dan dia tidak memiliki sekutu yang dapat diandalkan mengingat Pangeran Abbash adiknya sendiri sudah berpihak kepada Nizam. Imran mengingat kembali saat Ia ditelpon oleh Pangeran Barry.     

Saat itu Ia masih berada di Azura dan baru saja mendapatkan perintah dari Jendral Al- Ghazali untuk membeli senjata ke Amerika.     

Flash back     

"Assalamualaikum Jendral Imran" Kata suara di teleponnya membuat Imran mengerutkan keningnya karena tidak mengenali suara dan terlebih tidak ada foto profil serta nomornya tidak ada namanya. Tetapi herannya orang itu bisa tahu nomor handphonenya.     

Tadinya Ia akan mengabaikan teleon tersebut tetapi kemudian Ia menjadi penasaran dengan apa yang akan dikatakan orang itu.     

"Waalaikumsalam, Dengan siapa aku berbicara ?" Kata Imran memberikan jawabannya. Sore itu Ia baru selesai melakukan pelatihan terhadap para prajurit kepala tentang pentingnya membina kebersamaan di dalam pasukan.     

"Aku Pangeran Barry" Kata suara di sana membuat Imran hampir meloncat kaget. Ia segera menegakkan duduknya dengan tegap. Pangeran Barry adalah pangeran yang kekuasaannya setara dengan kekuasaan Nizam. Walaupun Imran tahu kalau sekarang kekuasaan itu telah dicabut darinya karena menyebabkan kekacauan di Amerika dan Ia diasingkan ke pulau terpencil.     

"Hmmm.. Yang Mulia. Tentunya ada sesuatu yang sangat penting sehingga Yang Mulia sampai menelponku" Kata Imran sambil menebak akan ada suatu negosiasi yang ditawarkan oleh pangeran itu kepada dirinya karena memang tidak ada hubungan pertemanan apapun antara dia dan Pangeran Barry.     

"Ya.. kau adalah jendral yang sangat cerdas sehingga bisa langsung tahu apa maksud tujuanku. Baiklah Aku tidak akan berpanjang lebar lagi berbasa basi denganmu. Aku menawarkan jabatan perdana mentri untukmu jika kau bersedia berada di pihakku" Kata Pangeran Barry dengan dingin dan itu bagaikan sambaran petir yang terasa oleh Imran. Menjadi perdana menteri kerajaan Zamron dan itu bukan jabatan yang main – main. Ia berasal dari kalangan rakyat jelata yang tidak memiliki keluarga yang berpengaruh dikerajaan.     

Tawaran dari Pangeran Barry sungguh merupakan tawaran langka yang mungkin tidak akan selalu didapatkan oleh keluarganya selama tujuh turunan. Tetapi tentu saja Imran bukanlah orang kemarin sore yang tidak memahami apapun tentang kehidupan kerajaan.     

Bertahun – tahun menjadi kepala pasukan penjaga Nizam selain menjadi salah satu jendral yang berpengaruh di pasukan perang kerajaan Azura, Imran tahu persis bagaimana suasana di kerajaan yang kental dengan korupsi, kolusi dan nepotisme.     

Yang tidak punya hubungan kekerabatan, pertemanan atau persahabatan silahkan mundur kecuali ada nasib anomali yang membuat Ia bisa menembus jajaran pejabat tinggi dengan kemampuannya sendiri.     

"Apakah Yang Mulia sengaja menelpon hamba hanya untuk berbicara omong kosong belaka ? " Kata Imran dengan nada sinis.     

"Mengapa kau mengatakan tawaranku sebagai omong kosong ? Apakah seorang pangeran yang tidak berdaya mampu mengatakan omong kosong hanya untuk bersenda gurau ? Kau jangan jadi orang yang naif. Aku memilihmu untuk berada di sisiku karena Aku merasa kemampuanmu layak untuk membantuku bangkit kembali.     

Rasa sakit yang kuterima dari keluarga dan kerajaanku sangat menyesakkan dada. Aku tidak mau mati menua di pulau terasing dengan pengawalan ketat ini sendirian. Jadi Aku ingin berbuat sesuatu agar Aku bisa kembali ke istana dengan posisi bukan lagi sebagai pangeran putra mahkota tetapi menjadi Sultan Kerajaan Zamron menggantikan ayahku" Kata Pangeran Barry.     

Mata Imran terbelalak, Ia tidak mengira kalau Pangeran Barry akan mengatakan rencana yang mengerikan ini kepadanya.     

" Apakah Yang Mulia bermaksud melakukan suatu kudeta ?" tanya Imran. Pangeran Barry terdengar tertawa.     

"Lantas Aku harus berbuat apa selain melakukan suatu kudeta. Sangat tidak mungkin bagiku mendapatkan pengampunan dari rakyatku setelah Aku mempermalukan Kerajaan Zamron di dunia"     

"Tetapi bagaimana dengan kerajaan Azura ? Hamba yakin kerajaan Azura tidak akan tinggal diam dengan rencana itu"     

"Siapa yang bisa mencegahku ? Kerajaan Azura ? Atas nama siapa ? Raja Al- Walid ? Dia itu tidak lebih dari macan ompong yang masih tetap ngotot bertahta padahal sudah tidak memiliki kemampuan ke arah sana. Dan pangeran Nizam ? Apalah arti jabatan putra mahkota kalau dia bukanlah pemangku keputusan.     

Saat ini kedudukannya hanya berupa gelar dan kalaupun masuk ke dalam jajaran para pejabat dia tak ubahnya hanya boneka yang mengiyakan apapun keputusan dari hasil rapat para dewan.     

Jadi bergabunglah denganku yang jelas – jelas akan segera menjadi raja. Aku butuh senjata yang bagus untuk memulai rencanaku. Kau tahu dengan kondisiku sekarang aku tidak bisa membeli senjata ke luar negeri. Aku tidak punya akses ke arah itu.     

Tetapi dari yang Aku dengar dari mata – mataku Kau diperintahkan oleh Jendral Al-Ghozali untuk membeli senjata ke Amerika. Belokkan senjata itu untukku dan aku berjuanglah bersamaku. Aku bersumpah akan menjadikan mu Perdana menteri " Kata Pangeran Barry     

Imran mendengus mendengar rencana pangeran Barry yang seperti omong kosong apalagi pembicaraan ini dibicarakan via telepon dan bukan tatap muka langsung jadi seperti sedang bersenda gurau di sore hari.     

Walaupun begitu, Imran kagum ketika pangeran Barry mengetahui kalau Ia disuruh Jendral Al-Ghozali untuk mengurus pembelian senjata. Itu berarti ada mata – mata Pangeran Barry di lingkungan militer kerajaan Azura. Luar biasa Pangeran itu. Walaupun tidak berdaya tetapi orang – orang masih bersedia menjadi pengikutnya.     

"Aku tidak berminat" Kata Imran dengan pendek, Bahkan Ia tidak mau berkata hamba lagi, Ia sudah hilang hormat kepada pangeran itu. Tetapi kemudian Pangeran Barry mengatakan hal yang membuatnya tertegun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.