CINTA SEORANG PANGERAN

Membebaskan Dari Kewajiban Sebagai Suami



Membebaskan Dari Kewajiban Sebagai Suami

0"Yang Mulia, Apakah hamba bisa mendapatkan pilihan lain?" Kata Maya dengan suara yang mulai lemah. Nizam tersenyum dengan mata yang sangat teduh dan jauh dari mengintimidasi.     

"Aku sebenarnya tidak ingin memaksamu tetapi perlu Kau ketahui kalau Jendral Amar adalah orang yang benar - benar Aku andalkan setelah terbunuhnya Jendral Imran. Aku tidak ingin Ia terpuruk dan tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Ia perlu seseorang yang bisa menyembuhkan lukanya" Kata Nizam.     

"Hamba sungguh tidak mengerti Yang Mulia. Bukankah dengan menikahkan Jendral Amar kepada Hamba akan semakin memperburuk suasana" kata Maya sambil mengerutkan keningnya. Ia sedang terluka dan Amar juga sedang terluka. Menyatukan dua orang yang terluka maka sama saja dengan menyatukan dua orang gila di dalam satu ikatan. Lalu bagaimana satu sama lain dapat saling menyembuhkan.     

"Kalian adalah orang - orangku. Aku sangat mempercayai kalian. Aku tenang menitipkan Jendral Amar bersamamu dan Aku juga tenang menitipkanmu di tangan Jendral Amar. Bagaimanapun nanti kalian saling membenci pada awalnya, Aku sangat percaya kalian tidak saling membunuh atau saling berkhianat.      

Dan dengan mempertemukan kalian berdua dalam satu ikatan Aku harap kalian akan saling mengobati luka kalian masing - masing" Kata Nizam kepada Maya.     

"Yang Mulia ini akan berjalan tidak mudah" Maya mulai berpikir dengan penuh analisa, Ia sedikit demi sedikit memahami maksud Nizam. Nizam ingin dia dan Amar ada disisinya. Selain untuk meredam pergerakan Ratu Aura, Nizam juga ingin Ia menyembuhkan Amar. Itulah sebabnya Nizam ingin Ia dan Amar bersatu. Dengan bersatunya mereka Nizam akan mendapatkan dukungan yang dobel.     

Masalahnya adalah Ia masih sangat membenci Amar walaupun dalam hatinya Ia sudah mengakui kebenaran perkataan Nizam. Ia sendiri tidak tahu mengapa Ia harus membenci Amar. Mungkin rasa bencinya timbul karena Amar terlihat begitu mencintai istrinya. Ia mendengar bagaimana Amar seperti orang gila ketika ditinggal oleh istrinya. Ia kesal mengapa Ia tidak hidup bersama orang seperti itu. Dan kalaupun sekarang Amar hidup dengannya. Ia sungguh tidak mau. Hidup bersama bayang - bayang wanita lain. Seperti mengulang cerita lama ibunya.     

Sesungguhnya Maya tahu kalau Ayahnya tidak mencintai ibunya. Ia dipaksa menikah dengan ibunya padahal Ia sangat mencintai seorang wanita yang menjadi teman bisnisnya. Sayangnya wanita teman bisnisnya itu adalah wanita mandiri yang tidak ingin dimadu. Ia hanya mau menikahi Ayahnya kalau Ayahnya menceraikan ibunya. Sayangnya ibunya tidak mau bercerai karena prinsipnya menikah itu hanya satu kali dalam seumur hidup. Jadilah Ia sering mengalami penyiksaan dari Ayahnya.     

Maya sudah merasa tidak nyaman dengan Amar karena wajah Amar yang tampak murung terus kemudian Ia akan menjadi istrinya dan pasti selamanya Ia tidak akan pernah dapat menggantikan Zarina di hati Amar. Apakah Ia akan bernasib sama seperti ibunya?     

Nizam sendiri melihat wajah Maya yang begitu murung dan pucat, Ia menjadi tidak tega sehingga kemudian Ia berkata,      

"Maafkan Aku, Maya. Jika Aku terlalu memaksakan kehendak. Percayalah tidak ada sedikitpun niatku untuk menyusahkan hatimu. Seandainya suatu hari nanti kau disakiti olehnya maka Aku yang akan pertama membunuhnya nanti " Kata Nizam dengan tegas. Maya terdiam tetapi kemudian Nizam teringat sesuatu Ia segera meralat ucapannya.     

"Disakiti dalam hal ini adalah rasa sakit yang membuatmu ingin membunuhnya karena benci. Tetapi jika rasa sakit yang ditimbulkan malah membuat kau menjadi mencintainya maka Aku anggap itu bukan sakit dalam arti yang sebenarnya"     

Perkataan Nizam seketika merubah muka Maya, warna muka yang pucat berubah menjadi merah padam. Ia langsung tengadah dengan muka merengut.     

"Mengapa Yang Mulia berkata hal yang menyebalkan" Kata Maya sambil mencibirkan mukanya. Nizam jadi tertawa mengetahui kalau Maya langsung bisa menangkap arah pembicaraannya. Dia sungguh gadis yang cerdas"     

"Kau cepat tanggap dalam hal itu, menunjukkan kau sudah siap petik. Menikahlah Maya. Kau adalah titipanku kepada Amar. Aku percaya Ia tidak akan pernah menyakitimu. Kau sudah ku anggap sebagai kakakku sendiri sebagaimana halnya dengan Arani. Menyakitimu sama saja dengan menyakitiku. Berjuanglah untuk hidupmu sendiri dan berbahagialah dengan Amar" Kata Nizam dengan serius.     

Maya menghela nafas, ibarat perang Ia sudah terdesak dari segala arah oleh musuhnya. Ia tidak bisa melarikan diri lagi. Ia harus menyerah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik atau mati sekalian sebagai tawanan perang.     

Maka dengan berat hati Maya kemudian menganggukan kepalanya, "Yang Mulia mungkin Hamba tidak akan pernah menjadi istri Amar yang baik. Hamba mungkin akan membencinya dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan. Hamba tidak keberatan dia tetap mencintai istrinya. Tetapi Hamba juga ingin dibiarkan menjadi diri hamba sendiri.     

Hamba tidak ingin melayaninya sebagai seorang istri dan hamba bebaskan dia dari kewajiban dia sebagai seorang suami kepada hamba" Kata Maya dengan tegas. Nizam mengerutkan keningnya mendengar perkataan Maya.     

"Apa Kau ingin masuk neraka? "Kata Nizam dengan murka, Maya langsung ciut hatinya mendengar perkataan Nizam.     

"Kalau kau meminta waktu untuk bisa menerimanya sebagai suami seutuhnya, Aku masih bisa terima tetapi jika Kau berniat hanya akan menikah untuk mendapatkan status saja tanpa ada niatan untuk membina keluarga sakinah, mawadah dan warohmah maka sebaiknya tarik kembali kesediaanmu menikah dengan Amar.     

Aku tidak akan biarkan hidup Amar menderita karena kelakukan seorang istri yang tidak takut dengan api neraka" Kata Nizam sambil berdiri. Mukanya kelam bagaikan langit mendung. Betapa Ia sangat marah mendengar perkataan Maya yang mengatakan bahwa Ia akan membebaskan Amar dari kewajibannya sebagai seorang suami.     

Pernikahan macam apa yang akan dijalani mereka nanti jika mereka saling membebaskan hak dan kewajiban. Apakah suatu pernikahan itu adalah ritual main - main?      

Melihat Nizam marah, Maya malah berdiri lebih marah lagi. Ia tadinya menciut tetapi kemudian Ia teringat gosip yang beredar kalau Nizam dan Putri Rheina sama sekali belum pernah berhubungan istri.     

"Mengapa Yang Mulia begitu marah. Apakah Yang Mulia lupa bagaimana hubungan Yang Mulia dengan Putri Rheina?" Maya menatap tajam ke arah Nizam. Dan itu dilihat oleh Arani yang baru datang dengan Amar.     

Melihat Maya yang tampak begitu berani, Arani langsung tidak bisa menahan emosinya. Ia segera bergerak dan tanpa diketahui oleh Maya dan bahkan tidak disadari oleh Nizam, Arani sudah menelikung tangan Maya kemudian menekankan lututnya yang bagian luar ke lutut Maya bagian dalam sehingga kemudian Maya berlutut di hadapan Nizam. Maya berteriak tetapi Ia seketika diam ketika tangan Arani mencekal lehernya dan membuat Maya langsung bungkam sambil kesakitan.     

Nizam sungguh terkejut dengan reaksi Arani dan Ia melihat Maya melotot karena lehernya di tekan oleh Arani dengan keras. Hanya dengan gerakan sedikit saja maka Arani dapat menekan lehernya dan langsung menghentikan pasokan aliran udara dari luar ke dada Maya. Maya akan mati seketika.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.