CINTA SEORANG PANGERAN

Kau Seret Dia dan Jangan Beri Ampun



Kau Seret Dia dan Jangan Beri Ampun

0Amar langsung terdiam tapi Ia tidak dapat menahan perasaannya. Kata - kata Alena malah mengingatkannya pada istrinya. Tidak dapat ditahan lagi Amar langsung berurai air mata. Arani membuka mulutnya untuk mencegah Amar agar jangan menangis di depan Alena tetapi Alena mengangkat tangannya dan menyuruh Arani untuk diam. Arani langsung terdiam.     

Amar menggigit bibirnya dengan kuat bahkan sampai berdarah. Ia merasakan rasa asin tercecap di lidahnya. Ia tidak ingin meraung - raung di depan Alena.     

Alena kemudian menyodorkan sebotol air mineral yang bederet di meja di depannya. Amar menganggukan kepalanya dengan hormat sebelum mengambilnya dan dengan penuh kesopanan Ia meminumnya setelah meminta izin.     

Hatinya begitu tersayat - sayat. Ia tidak ingin menyalahkan takdir yang menimpanya tetapi Ia manusia biasa yang tidak lepas dari kesedihan. Di tinggal oleh pasangan di saat sedang cinta - cintanya sungguh tidak mudah.     

Alena menarik nafas panjang dan berkata dengan lembut, " Aku sangat memahamimu. Tidak mudah melupakan seseorang yang kita cintai. Aku tidak bisa melarangmu menangis karena Aku sendiri mungkin akan bertindak sama denganmu." Kata Alena dan itu membuat Amar langsung mengangkat wajahnya.     

Alena menarik nafas. Kesedihan Amar adalah hal yang sangat wajar. Semua nasehat memang mudah untuk dilakukan tetapi ketika hal buruk itu yang menimpa kita maka Kita bisa saja malah lebih parah dari yang kita nasehatkan. Perkataan itu mudah, memberikan nasihat itu juga mudah tetapi yang sulit adalah melaksanakan dari nasiha itu.     

Alena yakin Nizam pasti sudah menasehati Amar panjang lebar tetapi karena Nizam belum pernah merasa kehilangan jadi apa yang dikatakanya mungkin kurang mengena di hati Amar. Ia sendiri belum pernah kehilangan orang yang sangat Ia cintai tetapi saat Ia kehilangan Edward. Ada bagian dari hatinya yang seperti dicabik - cabik.     

Bahkan terkadang bayangan Edward masih sering berkelebat kalau Ia sedang sendirian. Padahal Edward bukanlah suaminya. Ia hanya seorang teman tapi Ia sangat kehilangan. Jadi apa yang dirasakan oleh Amar, Alena sangat merasakannya.     

"Yang Mulia tidak menyalahkan hamba?" kata Amar dengan hati - hati. Selama ini Ia terus dinasihati agar menjadi pribadi yang tegar, yang kuat, yang sabar padahal sakit dihatinya tidak bisa diobati oleh ribuan kata sabar, kuat dan tegar. Orang mudah berbicara apa saja karena dia tidak mengalaminya.     

"Tentu saja.. karena Aku merasakan sendiri bagaimana rasanya kehilangan itu. Itu sangat menyakitkan dan tidak bisa hilang dengan mudah. Adakalanya saat Aku sendiri kesedihan itu datang" Kata Alena sambil menerawang.      

Arani yang duduk di depannya langsung mengerutkan kening. Ia tahu persis siapa yang sedang diceritakan Alena. Siapa lagi kalau bukan saingan Nizam nomor satu yang membuat Nizam berkali - kali mengamuk karena cemburu.      

Alena merasakan intimidasi dari tatapan Arani. Ia langsung sebal, Arani terlalu Nizam banget. Kalau sudah ada yang menyinggung Nizam maka taringnya langsung keluar bahkan termasuk kepada dirinya.     

"Jangan menatapku seperti itu !! Kau tahu kalau Edward sudah mati. Teganya Kau masih membencinya" Kata Alena dengan gusar. Arani langsung menggelengkan kepalanya. " Hamba tidak berani" Kata Arani sambil diam - diam mengagumi Alena. Firasat Alena juga semakin tajam. Alena tahu kalau Ia dulu begitu membenci Edward walaupun hanya disimpan dalam hati.     

Edward Ia anggap sudah membuat Nizam sering kehilangan akal dan bersedih jadi siapapun yang membuat Nizam bersedih maka Ia sangat membencinya. Dan ketika Edward meninggal malah semakin membuat Nizam bersedih dan menangis Arani semakin membencinya. Walaupun Arani kemudian berterima kasih kepada Edward karena sudah menyelamatkan nyawa Nizam. Setelah mengomeli Arani, kemudian Alena berkata lagi kepada Amar.     

"Tapi Amar, terus terang saja kalau seandainya kau menangis terus menerus seperti ini apakah akan membuat Zarina hidup kembali atau tidak? " Kata Alena sambil memandang Amar dengan serius.     

Amar menegakkan badannya, Ia tahu kalau Alena sedang mencoba mengobati luka di hatinya. "Yang Mulia lebih tahu dari hamba" Kata Amar sambil menghapus air matanya. Amar tahu kalau pertanyaan Alena adalah pertanyaan retoris yang tidak butuh jawaban. Semua orang tahu apa jawabannya.     

"Aku bukanlah tipe orang yang terlalu memaksakan kehendak seperti suamiku. Tetapi Aku percaya, apapun yang dilakukan suamiku niatnya adalah baik. Bukankah segala amal perbuatan itu tergantung niatnya.      

Aku tidaklah secerdas Yang Mulia Pangeran Nizam dalam menganalisa sesuatu tetapi menurutku Kau adalah orang yang sangat hebat" Kata Alena dengan hati - hati.     

"Maksud Yang Mulia bagaimana? " Amar tidak mengerti mengapa Alena tiba - tiba memujinya.     

"Kau tahu kalau suamiku itu bukanlah orang yang sembarangan. Ia sangat pemilih dan hanya menempatkan orang - orang terbaik di sekitarnya. Terlepas dari pengkhianat Imran. Menurutku, untuk apa Ia mengurusimu sampai mau menjodohkanmu lagi kalau tidak Ia menaruh perhatian kepadamu" Kata Alena.     

Sampai di sini Amar terdiam, sebenarnya di dalam hatinya Ia sangat marah kepada Nizam yang begitu tega hendak menikahkannya dengan Maya. Tetapi terus terang Ia tidak berani membantah kata - kata Nizam.     

Melihat Amar terdiam lalu Alena berkata lagi,     

"Ada banyak orang hebat di Azura, kalau Ia tidak menyayangimu, bisa saja Ia menyingkirkanmu yang sedang terpuruk. Untuk apa memperkerjakan orang yang sudah kehilangan semangat dan daya juangnya" Kata Alena lagi sambil tersenyum menawan. Otaknya sudah penuh dengan ide agar Amar bersedia melupakan kesedihannya.     

"Anda benar Yang Mulia. Sebenarnya mudah bagi Yang Mulia Pangeran Nizam untuk menendang Hamba keluar dari istana. Hamba ini bukan siapa - siapa " Kata Amar dengan penuh kesadaran.     

"Imran sendiri berkhianat karena sangat iri kepadamu, lalu mengapa kau menyia - nyiakan perhatian dari suamiku. Malah lebih suka bunuh diri" Kata Alena lagi.     

"Yang Mulia.. wanita itu.." Kata Amar kepada Alena sambil mengingat bagaimana Ia begitu tidak menyukai Maya yang sifatnya bertolak belakang dengan Zarina.      

"Siapa ? Maya? Aku sendiri tidak terlalu mengenalnya. Aku baru tahu kalau dia ternyata sering berhubungan dengan suamiku. Dia sangat unik dan .."     

"Dia sangat galak dan judes" Kata Amar dengan cepat samapi lupa tata kramanya.     

"Yah..itu yang mau aku sebutkan juga.. Aku tahu cara mengalahkannya. Aku jamin Ia akan berteriak minta ampun kepadamu dan tidak berani berbuat aneh - aneh lagi' Kata Alena dengan mata berbinar.     

Amar tengadah, Ia tidak bisa lagi menahan sikapnya karena memang Alena sangat rendah hati. Ia sama sekali tidak menganggap Amar sebagai bawahan tetapi malah seperti temannya.     

"Kalau kalian sudah menikah, seret saja dia ke tempat tidur dan lakukan kepadanya sampai dia berteriak minta ampun..tapi jangan kau beri ampun sampai dia mau tunduk kepadamu" kata Alena sambil menutup mulutnya menahan tawa. Arani ternganga kaget dan Amar hampir semaput pingsan saking shock mendengar ide Alena yang luar biasa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.