CINTA SEORANG PANGERAN

Nasehat Alena Kepada Amar



Nasehat Alena Kepada Amar

0Maya berbalik ke arah Amar dan menatapnya dengan tajam, " Apa yang dimaksud dengan Nyonya Jonathan, Kau curi - curi kesempatan ? Apa yang dimaksud dengan Tidak mau tapi perduli? Katakan padaku. Dari tadi Aku sudah mencium ketidak beresan. Pasti ada sesuatu yang kalian sembunyikan.      

Dan Kau Jendral Amar. Kita memang tidak saling kenal secara khusus tetapi sejak kepergian kita ke kerajaan Rajna. Aku perhatikan kau beberapa kali mencuri - curi pandang kepadaku. Setahuku Kau bukan orang yang pecicilan. Dan Kau baru saja menjadi duda. Apa kau sudah mulai gatal ingin mencari pengganti istrimu? Sungguh laki - laki tidak tahu diri.      

Istrimu baru saja dikubur tapi sudah berencana hal yang mengerikan. Aku jijik kepadamu" Kata Maya dengan wajah yang sangat masam.      

Amar bersumpah kalau Ia sama halnya dengan Arani, Ia ingin sekali menabok pipi mulus itu dengan telapak tangannya yang keras. Biarkan cap lima jari terpampang dengan nyata di pipinya sebagai peringatan kalau mulut itu dijaga bukannya diumbar seperti senyuman.     

Keji sekali Maya menuduhnya seperti itu. Bagaimana bisa Ia melupakan Zarina begitu cepat. Zarina pergi dari sisinya disaat Ia sedang cinta - cintanya kepada Zarina. Ia sedang menikmati indahnya kebersamaan dengan Zarina. Jangankan sekarang bahkan sampai kapanpun rasanya Ia tidak ingin menikah lagi untuk selamanya. Ia trauma untuk memiliki seseorang lagi.     

Mata Amar mendadak berkaca - kaca dan Arani yang sedang memasuki ruangannya langsung berbalik lagi karena mendengar perkataan Maya yang begitu menyakitkan. Ia dan Nizam sudah bersusah payah menguatkan hati Amar, wanita bermulut pedas itu seperti tengah menaburkan garam ke luka Amar. Arani jadi gemas, selain ingin menabok Maya, Ia juga jadi ingin mengulitinya hidup - hidup.     

Hanya saja Ia teringat dengan kisah hidup Maya yang tidak kalah mengerikan dengan kisah Amar. Trauma karena ayahnya sering menyiksa ibunya dulu dan membuatnya merana hingga ibunya meninggal dunia sangat membekas di hati Maya. Sehingga Ia sangat membenci laki - laki kecuali laki - laki itu majikannya. Jadi memang Ia tidak bisa menyalahkan Maya sepenuhnya atas kelakuannya yang sangat tidak beretika kalau sudah menghadapi laki - laki yang bukan wajib Ia hormati.     

Arani melihat Amar mematung dengan wajah memelas. Jendral garang itu kini seperti mayat hidup yang sudah tidak bernyawa lagi. Arani tahu kalau hati Amar pasti sangat terluka. Dari tatapannya yang kosong tapi penuh air mata yang tergenang sudah cukup menggambarkan bagaimana suasana hati Amar.     

Dan begitu Amar melihat Arani dengan terbata - bata Amar berkata, "Jendral.. tolong memohon untukku kepada Yang Mulia. jangan nikahkan Aku dengan wanita yang mengerikan itu. Aku akan tersiksa seumur hidupku " Kata Amar sambil menghapus air matanya.     

Arani menggelengkan kepalanya lalu Ia menepuk pundak Amar, "Aku sulit untuk melakukan itu. Jangankan kita yang hanya bawahan. Adiknya sendiri tidak berdaya menolak keinginan Yang Mulia. "     

Amar semakin nelangsa mendengar perkataan Arani, "Andaikan bunuh diri diperbolehkan. Aku ingin mati saja" Kata Amar dengan frustasi.     

"Jangan bicara yang aneh - aneh. Kau pikir kau punya tiket ke surga apa sampai ingin bunuh diri begitu" Kata Arani sambil melotot.     

"Aku bilangkan andaikan diperbolehkan, Aku juga tidak berani " Kata Amar sambil menunduk.     

Tapi entah darimana datangnya Alena sudah ikut bicara,     

"Aku mendengar sesuatu yang menarik" Kata Alena sambil menghampiri Arani dan Amar. Amar dan Arani sangat terkejut dan segera menghadap ke arah Alena lalu mereka membungkukkan badannya.     

Tubuh Alena yang mungil tampak sangat menawan dengan pakaian berkabungnya. Amar menundukkan wajahnya dan tidak berani menatap langsung, begitu juga dengan Arani.     

Tapi Alena malah menatap Amar sambil mengangkat alisnya. Ia tadinya akan pergi ke kamarnya untuk memastikan kalau perhiasan yang ada di lacinya sudah diamankan dengan baik ketika Ia mendengar perkataan Arani yang berbicara tentang bunuh diri. Dan Alena langsung mencium ada sesuatu yang tidak beres.     

Arani dan Amar masih terdiam karena mereka tidak berani berterus terang. Mereka khawatir dan takut kalau Alena melapor kepada Nizam. Mereka berdua pasti akan kena tegur karena sudah berbuat keributan. Apalagi mereka baru menyadari kalau beberapa pelayan dan penjaga masih ada disekitar mereka.     

"Ayo kita berbincang di ruanganku sambil menunggu Yang Mulai berbicara dengan Amrita" Kata Alena sambil berjalan masuk ke dalam ruanganya. Arani dan Amar tidak berani membantah. Mereka berdua mengikuti Alena berjalan masuk ke dalam ruangan.     

Pelayan dan penjaga yang mengiringi Alena tampak berjaga di depan pintu ruangan sementara Alena sudah duduk dengan anggunnya. Karismanya sebagai calon ratu di mata Arani semakin terpancar keluar. Ia sungguh kagum dengan kemajuan Alena yang begitu pesat sampai mampu mengimbangi gaya Nizam. Ini kolaborasi yang menganggumkan. Alena menjadi lebih cerdas seperti Nizam dan Nizam lebih membumi seperti Alena.     

"Nah.. katakanlah! Ada apa sebenarnya ? " Kata Alena sambil menatap Amar dan Arani. Amar semakin terdiam. Ia tidak berani kalau sampai menangis di depan Alena, mau dikemanakan harga dirinya sebagai seorang laki - laki.     

"Bicaralah Amar, yang Mulia sedang menunggumu" Kata Arani kepada Amar. Karena nada Arani penuh penekanan maka akhirnya Amar berbicara.     

"Yang Mulia, hamba sungguh sedang merasa tertekan. Yang Mulia Pangeran Nizam meminta hamba untuk menikahi Maya. Sedangkan Maya ini begitu membenci laki - laki. Dia tidak berniat untuk menikah seumur hidupnya karena trauma.     

Sementara itu hamba sendiri sungguh tidak berniat untuk menikah lagi, jangankan dalam jangka waktu yang sangat dekat ini untuk jangka waktu yang panjangpun, hamba tidak ingin memikirkannya " Kata Amar dengan kepala semakin tertunduk.     

Alena mengerutkan keningnya lalu Ia mengumpat, 'Keterlaluan emang si kepala batu itu. Berkali - kali membuat keputusan seenak jidatnya. Membuat orang - orang kelabakan saja' Kata Alena sambil mengomeli Nizam dalam hatinya.     

Tapi wajah Alena tampak terlihat berwibawa dan sama sekali tidak terlihat kalau Ia sedang mengumpat suaminya.     

"Jadi ini sebabnya Kau ingin mati? " Kata Alena kepada Amar. Amar semakin ciut mendengar perkataan Alena.     

"Sesungguhnya hamba tidak ingin berbuat begitu karena bunuh diri termasuk dosa besar. Ia akan kekal di neraka. Hamba hanya mengandaikan saja" Kata Amar seakan membela dirinya. Alena menganggukan kepalanya. Lalu bekata,     

"Sungguh sangat pengecut, orang yang tidak berani menghadapi kehidupannya sendiri. Walaupun kau bilang kau hanya mengandaikan tetapi bisa jadi kau suatu hari nanti tiba - tiba gelap mata dan melakukannya.     

Amar, Kau harus berkaca dari almarhumah istrimu sendiri. Kau pikir bagaimana perasaannya saat Ia menikah denganmu. Ia tidak mencintaimu dan hanya mencintai Pangeran Thalal tapi kemudian Ia bersedia menerimamu sebagai suaminya dengan sabar. Mengapa Kau tidak belajar kesabaran darinya." Kata Alena     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.