CINTA SEORANG PANGERAN

Tapi Apa Salahku ?



Tapi Apa Salahku ?

0Ketika Amar berjalan untuk menuruti perintah Arani, Ia memalingkan wajahnya ke belakang dan melihat Arani yang sedang berdiri menyender ke dinding. Mata Arani menyalang tajam, walaupun posisi Arani sedang menyender tetapi Ia tampak sangat waspada. Amar jadi berkaca - kaca. Ia jadi teringat kejadian pada saat di pesawat di mana Imran memberontak.     

Andaikan saja ada Arani di sana, pasti Imran tidak akan berani memberontak di pesawat. Ia tahu Arani pasti dapat mengetahui gerakannya karena biasanya mereka duduk bersama dan saling berdiskusi. Kalaupun Imran memberontak Arani pasti dapat merobohkannya dengan segera karena Ia tahu persis kelemahan Imran akibat sering berlatih bersama.     

Andaikan Arani ada disana tentu Zarina masih hidup sekarang dan masih bersamanya. Tentu Ia tidak akan sengsara seperti ini. Amar berjalan dengan hati yang pedih. Kepalanya tertunduk dengan lesu. Setiap kali mengingat istrinya yang sudah meninggal Ia selalu merasa lemas dan bersedih.      

Saking sedihnya, Amar jadi tidak berkonsentrasi akibatnya Ia jadi tidak melihat ada yang berjalan ke arahnya dan kemudian terjadilah tabrakan kecil.     

"Hey.. hati - hati kalau berjalan. Mata itu dipasang di muka bukannya di dengkul! " Suara itu tampak sangat galak dan judes. Amar langsung terkesiap dan Ia memperbaiki posisi tubuhnya yang sedikit limbung karena bertabrakan dengan orang itu. Amar beristighfar sambil menatap orang yang ditabraknya.     

Sepasang mata yang sangat indah dihiasi bulu mata yang panjang dan lentik itu melotot ke arahnya. Sinarnya bagaikan bara api yang membakar jiwanya. Amar jadi tergagap apalagi melihat bibir mungil yang mencebik tidak suka ke arahnya.     

"Ma..afkan Saya Nona Maya, sungguh saya tidak sengaja. " Kata Amar dengan wajah memerah padam. Hatinya menjadi sangat miris.     

"Sebenarnya Aku hendak berkomentar kalau sebagai seorang jendral sangat tidak pantas berjalan dengan kepala tertunduk dan kepala penuh dengan pikiran karena itu akan menghilangkan kewaspadaanmu"     

"...." Amar tercenung sambil menatap Maya yang kemudian melanjutkan perkataannya.     

"Tetapi Aku mengerti mungkin kau masih berkabung karena ditinggal istrimu. Jadi Aku maafkan. Tapi lain kali sebagai seorang Jendral apalagi sebagai jendral yang ada disisi Pangeran Nizam kau tidak boleh lengah sedikitpun. Ada banyak musuh di sekeliling Yang Mulia jadi tetaplah untuk waspada" Kata Maya dengan angkuh.     

Amar merasa bagaikan di cambuk seseorang saking sakitnya mendengar kata - kata Maya walaupun itu adalah kenyataannya tetapi Ia merasa Maya sedikit keterlaluan mengatainya seperti itu.     

"Nona Maya, Aku harap Kau tidak terlalu berani seperti itu. Apakah kau tahu bagaimana rasanya ditinggal oleh orang yang dicintai?" kata Amar sambil berwajah masam.     

"Mana Aku tahu ? Aku belum pernah jatuh cinta dan tidak akan pernah jatuh cinta. Cinta tidak ada dalam kamusku. lagipula Aku tidak akan pernah menikah seumur hidupku. Pernikahan itu hanya akan membuat orang sakit hati dan menderita" Kata Maya tidak kalah masamnya.     

Amar langsung mengumpat dalam hati, dengan wajah masam dan judes seperti itu memang pantasnya Maya tidak menikah mana ada pria yang berani mendekatinya. Ia saja tidak menyukainya.     

"Ya semoga saja kau seperti itu " Kata Amar mengaminkan. Karena Ia berharap kalau maya tidak menikah seumur hidup berarti Ia akan terbebas dari perintah Nizam untuk menikahinya. Tetapi Maya malah murka mendengar perkataan Amar. Ia mendekati Amar dan langsung mendorong bahunya dengan keras.     

"Apa Kamu ? Berani benar kau menyumpahiku !" Kata Maya dengan gigi gemeretak saking marahnya.     

"Lho mengapa Kau marah ? Bukankah itu keinginanmu ? " Kata Amar sambil mengerutkan keningnya keheranan. Apa yang salah dengan perkataannya bukankah dia sendiri yang tidak menginginkan begitu. Maya mendengus mendengarkan kata - kata Amar.     

"Laki - laki memang racun dunia.. wajib diberantas" Kata Maya sambil melangkah pergi.     

"Kalau laki - laki diberantas maka tidak akan ada manusia lagi" Kata Amar sambil mendengus lagi. Wanita itu ladang dan kami kaum pria sebagai peladangnya. Kalau kami tidak menyebar bibit tanaman maka apa yang akan tumbuh diladang itu. Itulah sebabnya pernikahan itu harus berlawanan jenis karena kalau sesama jenis maka umat manusia akan habis tak bersisa.     

Maya tidak mau mendengarkan perkataan Amar lagi tetapi Ia masih panas mendengar Amar yang tidak mau mengalah. Ia lalu berbalik lagi.     

"Kau memang benar tetapi sampai manusia tidak bersisa dan hanya tinggal kau seorang maka Aku tetap memilih tidak menikah. " Kata Maya.     

"Tapi apa salahku ?" Kata Amar sambil mengerutkan keningnya. Maya jadi kebingungan, memang benar apa salah Amar sampai Ia berkata seperti itu.     

"Eum mmm... untuk saat ini belum kupikirkan apa salahmu. Tapi pasti nanti akan ada kesalahan " Kata Maya sambil membalikkan badannya dan pergi meninggalkan Amar.     

"Sungguh wanita yang sangat judes dan aneh. Tidak kenal tetapi sudah membenci. Atau apa Ia sudah punya firasat kalau Ia akan dijodohkan denganku. Celakalah Aku kalau sampai Aku menikahinya. Ia pasti akan mencingcangku dari seribu bagian dan akan menyebarkan cingcangan dagingku di Laut Khoirun " Kata Amar dalam hati sambil segera pergi ke ruangan Nizam.     

Sesampainya di sana Ia melihat Nizam dan Alena masih duduk menunggunya ditambah dengan pangeran Husen yang sedang berbincang - bincang dengan suasana penuh kebahagiaan.     

"Ah Amar.. Kau tadi bertemu dengan Maya kah ?" Kata Pangeran Husein dengan penuh kegembiraan.     

"Iya hamba bertemu dengannya.. " Kata Amar sambil menganggukan kepalanya penuh hormat.     

"Tadi kakak Nizam mengatakan kalau Ia berniat melamar Maya untuk dirimu. Aku sangat senang mendengarnya. Akhirnya Maya-ku akan mendapat suami " Kata Pangeran Husein sangat senang. Dan itu membuat Alena menjadi berkata.     

"Aku ingat dulu waktu Arani mau menikah. Suamiku ini sama sekali tidak segembira dirimu, Pangeran Husen. Nizam berhari - hari murung walaupun Ia menyembunyikan perasaan itu dari siapapun. termasuk dari diriku. tetapi sebagai seorang istri Aku tahu kalau Suamiku tampak bersedih sekaligus berbahagia karena pernikahan Arani.      

Tetapi Kau tampak sangat bahagia dan terdengar sangat lega seperti terbebas dari beban yang sangat berat" Kata Alena dengan polosnya.     

Perkataan Alena langsung membungkam senyum tiga orang. Nizam, Pangeran Husen dan Amar. Nizam melirik kepada Alena dengan muka kecut, "Bisa tidak kau tidak berkata seperti itu ?" kata Nizam menggunakan bahasa Indonesia. Agar Amar dan Pangeran Husen tidak mengerti.     

Alena malah keheranan, "Memangnya kenapa ? Kan itu kenyataan yang sebenarnya " balas Alena menggunakan bahasa Indonesia juga. Dan kemudian Alena dan Nizam ribut dengan menggunakan bahasa Indonesia. Amar dan Pangeran Husen semakin depresi mendengar Alena dan Nizam ribut menggunakan bahasa yang tidak mereka mengerti.     

Amar kemudian melihat ke arah Pangeran Husen dengan seribu tanda tanya dan Pangeran Husen menjadi merasa bersalah karena memperlihatkan kegembiraannya terbebas dari Maya yang galaknya minta ampun itu. Pangeran Husen lalu berkata perlahan.     

"Aku minta maaf Amar, Aku harap Maya akan menjadi baik bila bersamamu. Semoga Ia akan seperti Arani yang begitu mencintai suaminya Jonathan " Kata Pangeran Husen dengan wajah menyesal.     

Entahlah mengapa Amar tiba - tiba jadi ingin menangis sambil guling - guling dilantai. Mengapa akhir - akhir ini nasibnya apes sekali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.