CINTA SEORANG PANGERAN

Hamba Wanita Normal



Hamba Wanita Normal

0Nizam mengerutkan keningnya sambil menunggu di ruangan depan. Ia akan ke dalam harem tetapi Arani masih belum datang juga. Tidak biasanya Ia datang terlambat. Nizam menjadi sedikit cemas.     

"Apa kau pikir Arani ada apa - apa? Ini sudah setengah jam dari janjinya untuk pergi ke harem," kata Nizam kepada Ali dan Fuad yang sedang duduk bersama sambil menikmati secangkir kopi.     

Ali menghela nafas sambil berkata, "Apa mungkin Tuan Jonathan menahannya?" kata Ali kepada Nizam membuat Nizam langsung mengusap - ngusap dagunya dengan gelisah.     

Sebenarnya yang dikatakan Ali sudah Ia pikirkan. Arani sedang hamil dan Jonathan pasti sangat cemas dengan kondisinya. Nizam jadi merasa berdosa karena membiarkan Arani untuk tetap menjadi asistennya. Ia sudah berusaha mencari pengganti Arani tetapi Ia masih belum dapat menemukan orang yang tepat termasuk Naila. Naila sangat tidak kompeten menjadi asistennya. Terkadang dia sama polosnya dengan Alena.     

Jika Ia ada di posisi Jonathan, tentunya Nizam juga akan sangat cemas. Menjadi asistennya berarti harus siap menantang bahaya dan Arani sedang dalam kondisi hamil. Nizam menjadi gelisah dan matanya terus menatap ke arah luar istana. Entah mengapa Ia menjadi tidak sabar ingin segera melihat Arani.     

Tingkah Nizam seperti anak gadis yang merindukan kekasihnya dan tidak sabar ingin bertemu. Nizam sangat membutuhkan Arani untuk menangani kasus di dalam harem karena Ali dan Fuad tidak mungkin masuk ke dalam harem.     

"Apakah Jonathan melarang Arani untuk menemuiku?" tanya Nizam dengan cemas. Walaupun Arani ada di bawah wewenangnya tetapi Ia bukan suaminya. Yang lebih berhak terhadap Arani tentu saja Jonathan jadi ketika Jonathan melarangnya, Nizam tidak memiliki kekuasaan untuk mencegah hal itu terjadi.     

"Hamba kurang tahu juga Yang Mulia. Tetapi hamba memang pernah mendengar ketika Tuan Jonathan mengatakan keberatan ketika Arani akan pergi ke kerajaan Zamron."     

Nizam menganggukkan kepalanya. "Aku harap Arani segera melahirkan dengan lancar dan dapat segera menjadi asistenku lagi."     

Nizam mengguman kepada Ali dan Ali mengaminkan. Ia tahu kalau Nizam seperti mati gaya kalau tidak ada Arani di sisinya.     

Untungnya kemudian mereka melihat Arani datang ke arah mereka dengan wajah segar. Dan Nizam memiringkan kepalanya untuk melihat Arani. Wajah Arani yang datar itu tidak bisa menyembunyikan kalau Ia baru saja mengalami sesi yang menyenangkan dengan suaminya.     

Arani tersipu - sipu dipandang oleh Nizam seperti itu. Ia hanya membungkukkan badan dan memberikan hormat kepada Nizam melalui gerakan badan dan kepala tetapi tanpa bicara sepatah katapun.     

"Aku sudah cemas kalau  kau tidak akan datang. Apakah Nathan keberatan kau pergi denganku?" tanya Nizam sambil beranjak pergi. Arani yang berdiri di samping Nizam sambil berjalan mengikutinya tampak tertegun. Apakah Nizam sudah curiga dengan keberatan dari suaminya.     

"Umm... Kurang lebih Nathan memang seperti itu. Dia sebenarnya tidak melarang hamba pergi dengan yang Mulia. Dia hanya khawatir dengan kandungan Hamba. Tetapi Hamba berulang kali meyakinkan dia bahwa hamba dan bayi kami baik - baik saja." Arani tentu tidak mengatakan kalau Jonathan mengajaknya pulang ke Amerika.     

Nizam menganggukan kepalanya. "Setelah persoalan di dalam harem selesai maka Aku akan mencoba berbicara dengan Jonathan."     

"Hamba pikir tidak perlu yang Mulia," kata Arani tampak khawatir kalau Nizam berbicara dengan Jonathan maka Jonathan malah akan mencurahkan isinya hatinya kepada Nizam dan melarangnya menjadi asisten Nizam lagi.     

"Tidak Arani. Ini adalah persoalan antara suami. Aku malah akan sangat marah kalau Jonathan tidak perduli dengan istrinya sendiri. Jika Ia memarahimu karena menjadi asistenku, Aku malah senang karena itu tandanya Ia sangat menyayangimu."     

"Tetapi permasalahannya Yang Mulia. Jonathan menginginkan kami tinggal di Amerika jika permasalahan di Azura sudah selesai," Arani berkata dengan tenang tetapi perkataan Arani malah mengguncangkan hati Nizam.     

Arani akan tinggal di Amerika? Bagaimana mungkin? Arani sudah menemaninya sejak Ayahnya Arani sekaligus pengasuhnya itu meninggal. Seandainya Arani pergi meninggalkan dirinya dan Alena maka Ia seperti kehilangan tangan dan kakinya.     

Nizam menghentikan langkahnya dan malah tertegun sambil menatap Arani. Arani membungkukkan badannya dengan hormat.     

"Hamba harap, pernyataan Hamba tidak membuat Yang Mulia merasa tidak nyaman." ucap Arani dengan penuh rasa hormat sekaligus merasa berdosa.     

"Tentu saja Aku terkejut Arani dengan perkataan Jonathan, walaupun dia sudah sangat bijaksana dengan mengatakan kalau dia akan tinggal di Amerika setelah semua persoalan di Azura selesai.     

Entahlah Arani, Apakah Aku akan mengizinkan atau tidak. Ini bukan tentang Aku akan kehilangan asistenku yang sangat handal. Aku hanya khawatir dengan keselamatan kalian kalau kalian akan tinggal di Amerika.'     

Arani menganggukan kepalanya lagi. Apa yang dikhawatirkan oleh Nizam sangat beralasan. Jika Ia tinggal di Amerika maka Ia akan terlepas dari pengawalan kerajaan dan musuh dia diluaran itu sangat banyak sehingga jika mereka terpisah akan mengakibatkan bahaya bagi keselamatan keluarganya.     

"Aku tidak keberatan kalau Nathan melarangmu jadi asistenku lagi tetapi Aku keberatan kalau kalian tinggal terpisah dari kerajaan. Dan Aku harus mengatakan itu kepada Jonathan."     

"Baiklah Yang Mulia. Mungkin Nathan memang harus diajak berbicara agar Ia tidak usah terlalu cemas."     

"Apakah kau sangat mencintainya?" Nizam malah menanyakan hal bodoh kepada Arani. Arani jadi tersipu - sipu.     

"Aku pikir kau tidak akan pernah jatuh cinta mengingat kau sangat galak dan dingin terhadap laki - laki. Aku sangat bersyukur ketika akhirnya kalian menikah"     

"Apakah Yang Mulia sempat mengira kalau hamba memiliki kelainan hanya karena gaya hamba yang seperti laki - laki?"     

"Bisa dikatakan seperti itu. Kau sangat tomboy untuk seorang wanita bahkan kau lebih jantan dibandingkan laki - laki tulen. Aku sempat ketakutan dan sering berdoa agar kau normal dan dapat menikah," Nizam bicara terus terang membuat Arani jadi menahan tawanya.     

"Mengapa kau tertawa? Apakah perkataanku lucu?" Nizam melirik ke arah Arani yang sedang menahan tawanya.     

Arani menggoyangkan tanganya, "Tidak.. tidak Yang Mulia. Hamba mohon Yang Mulia jangan marah. Hamba sungguh tidak mengira kalau pikiran yang mulia sejauh itu. Hamba memang seperti laki - laki tetapi hamba tidak pernah menyukai seorang wanita. Hamba tidak ingin terkena azab dengan melakukan hal seperti itu"     

"Jadi kalau tidak berdosa kau ada kemungkinan menyukai perempuan?" Nizam semakin penasaran.     

Arani kembali tertawa kali ini tawanya sedikit lebar. Ia tertawa sambil menggelengkan kepalanya.     

"Tidak Yang Mulia. Alhamdulillah Hamba masih normal," kata Arani sambil mempersilahkan Nizam masuk duluan ke dalam harem. Perjalanan tidak terasa panjang karena mereka melakukannya sambil berbincang - bincang.     

Dari kejauhan bangunan megah harem sudah terlihat. Harem yang dijaga ketat itu tampak sedikit muram karena lagi - lagi ada pembunuhan di dalamnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.