CINTA SEORANG PANGERAN

Kelak Aku akan Menuntut Balas



Kelak Aku akan Menuntut Balas

0Nizam tiba - tiba melirik ke arah asisten Putri Nadia yang sedang menangis di pojok dengan muka pucat. Ia lalu menoleh ke arah Arani sehingga mereka berdua jadi saling berpandangan.     

"Apa yang tuan putrimu katakan sebelum Ia bunuh diri?" tanya Nizam kepada asistennya Putri Nadia. Tetapi asistennya putri Nadia malah berlutut lalu memeluk kaki Nizam dan menangis dengan suara tertahan.     

"Hamba ingin menuntut keadilan untuk nyawa putri Nadia." katanya sambil terisak - isak.     

Nizam membeku di samping Arani dan Arani segera memegang bahu si asisten sambil menariknya ke belakang. Tetapi si asistennya malah semakin kencang memeluk kaki Nizam.     

"Ada apa ini ? Ada apa? Kau jangan berbuat seperti ini? Jangan lancang kamu!" kata Arani sambil melotot tajam. Nizam mengangkat tangannya dan meminta Arani untuk tidak terlalu keras. Wanita ini sedang berduka karena majikannya meninggal.      

"Hamba yakin tuanku putri tidak bunuh diri. Ia bahkan sudah membuat surat wasiat"     

"Surat wasiat? kalau begitu dia tahu kalau dia akan mati, Ia pasti bunuh diri dan sebelum bunuh diri dia  membuat surat wasiat" kata Arani sambil berjongkok di hadapan wanita yang sedang duduk menunduk sambil menangis.     

"Tidak Yang  Mulia, Putri Nadia tidak bunuh diri, tetapi Yang Mulia tahu kalau Yang Mulia akan di bunuh oleh orang yang menyuruhnya. Sehingga Yang Mulia membuat surat itu. Malam kejadian itu, tiba - tiba ada suara keras didapur seperti ada sesuatu yang meledak. Hamba sangat kaget dan bergegas keluar untuk melihat. Para pelayan lainnya juga semua berlarian ke arah dapur.      

Suaranya riuh rendah dan kami melihat ada yang membakar petasan di dalam sebuah alat pemanggang barbeque  yang biasa dipakai untuk memanggang daging domba. Para pelayan sebagian memadam api yang mulai menyala karena ledakan petasan itu juga memicu api yang membakar entah apa yang ada di dalam panggangan itu.      

Hamba tidak curiga apapun dan segera kembali ke dalam kamar Yang Mulia. Tetapi alangkah kagetnya ketika hamba kembali ke kamar. Tuan Putri sudah menggantung dirinya dan surat wasiat yang sedang ditulisnya hilang begitu saja.     

Ini sangat menyedihkan. Tahukah Yang Mulia, kalau Putri Nadia sangat mencintai Yang Mulia  Pangeran Nizam dan selalu iri dengan keberuntungan Putri Rheina."     

"Oh...," Nizam mengusap dagunya yang terbelah indah itu. Ia sudah bisa menebak mengapa Putri Nadia iri kepada Putri Rheina.     

"Itu sebabnya dia ingin membunuh Putri Alena dan menimpakan kesalahan kepada Putri Rheina. Sungguh luar biasa majikanmu itu," kata Nizam sambil berjalan menjauhi si asisten dan mendekati jenazah Putri Nadia. Ia menyibakan kain penutup wajah Putri Nadia. Ia melihat wajah Putri Nadia yang sudah terbujur kaku.      

"Bagi orang - orang serakah, Nafsu itu tidak ada batasannya kecuali kematian sudah memisahkan orang dari kehidupan dunia yang fana." Nizam berkata sambil menutup kembali kain itu ke wajah Putri Nadia. Jenazah itu akan segera dimandikan begitu izin dari keluarganya ada.     

"Aku tidak ingin mengatakan kalau ini mungkin balasan karena keserakahannya karena Alloh lebih Maha Mengetahui dari makhluknya. Sekarang yang perlu kau lakukan adalah merenungkan kejadian ini.     

Kalau kau menyalahkan kematiannya karena diriku, itu salah alamat. Aku sama sekali tidak pernah meminta dia untuk datang ke istanaku. Ini semua ibuku yang mengatur. Aku selalu berusaha tidak menyentuh para putri itu agar ketika Aku mengembalikan ke orang tua mereka, Aku tidak merasa bersalah."     

Asisten itu semakin tersedu - sedu mendengar perkataan Nizam. Ia tidak mengira kalau Nizam mengetahui betapa Ia membenci Nizam yang dia kira sebagai laki - laki tidak berperikemanusiaan, yang menginjak - injak harga diri banyak wanita, laki - laki egois yang lebih mementingkan cintanya kepada seorang wanita dibandingkan dengan memelihara keamanan negara.     

"Dan kalau Aku boleh menyarankan, Kau segeralah pulang ke kerajaanmu. Jangan berlama - lama di sini karena di sini jelas tidak aman. Orang itu mungkin sekarang hanya membunuh Majikanmu karena tidak mungkin membunuh kalian berdua sekaligus.     

Tapi mengingat kau tidak kalah berbahayanya dengan majikanmu maka tidak menutup kemungkinan orang itu akan datang kembali untuk membunuhmu," kata Nizam dengan wajah santai dan dingin seakan yang diucapkannya itu bukan sesuatu yang menakutkan.     

"Yang Mulia, Hamba mohon. Hamba sangat takut. Hamba tidak ingin mati," kata si asisten itu dengan wajah pucat pasi.     

"Siapa yang tidak takut mati? Semua orang takut mati. Jadi kau memang sudah sepantasnya kalau menghargai nyawamu sendiri. Menuntut keadilan untuk seseorang yang sudah meninggal memang wajar,  tetapi jika orang itu mati karena ulahnya sendiri walaupun yang melakukannya orang lain sungguh tidak bisa dibandingkan dengan nyawa orang yang masih hidup." kata Nizam sambil mengangkat alisnya.     

Si asisten tampak termenung. Ia mencoba memahami perkataan Nizam kepadanya dan Nizam tahu kalau si asisten mulai bimbang.     

"Kau ingin menuntut keadilan dan jika itu terjadi maka akan butuh waktu yang cukup lama untuk menyelidiki kasusnya dan kau akan menjadi saksi utama dalam kejadian ini. Kau tidak kan bisa pulang dengan cepat ke kerajaanmu. Dan kau pastinya tahu dong, kalau semakin lama kau tinggal di Azura maka akan semakin berbahaya untukmu.     

Jadi Kau tidak boleh membiarkan orang - orang di kerajaanmu menuntut penyelidikan atas kematian Putri Nadia. Kau harus meyakinkan mereka agar mereka segera membawa pulang jenazah putri kalian dan memakamkan di kerajaan kalian secepatnya.     

Kau harus tahu bahwa orang yang melakukan pembunuhan ini kemungkinan memiliki kedudukan tinggi di kerajaan ini walaupun Aku belum tahu siapa itu. jadi kalaupun pembunuhan ini dapat diungkap yang terjadi hanyalah kerajaan kecil itu menyerang kerajaanku dan kemudian kerajaanmu malah menjadi rusak dan menderita kekalahan.     

Kau segera berbicara dengan para tetua di kerajaanmu dengan menceritakan kejadian yang dapat kau buat untuk meyakinkan kerajaanmu agar segera menutup kasus ini tanpa harus menyelidiki." Nizam berkata dengan penuh kemenangan.     

"Apa yang Mulia hendak membiarkan pembunuh itu tidak di hukum?" Asisten itu malah bertanya lagi untuk meyakinkan dirinya. Ia tidak rela kalau pembunuh yang sebenarnya bebas tanpa di hukum."     

Nizam berbalik dan mendekati si asisten yang masih berlutut. Nizam berdiri di hadapannya.     

"Aku tidak akan pernah membiarkan orang ini untuk hidup lebih lama. Tetapi tidak untuk sekarang. Aku minta kau untuk bersabar. Aku jamin kalau kelak kematian majikanmu itu akan kubalas dengan setimpal dengan menghukum orang yang melakukannya.     

Lagipula Tuhan itu tidak pernah tidur. Kalaupun nanti Aku belum sempat membalasnya siapa tahu dia akan mendapatkan balasannya sendiri." kata Nizam memberikan kekuatan kepada asistennya putri Nadia. Asistennya Putri Nadia terdiam tetapi dalam hatinya Ia membenarkan perkataan Nizam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.