CINTA SEORANG PANGERAN

Terpuruk dan Malu



Terpuruk dan Malu

0Betapa marahnya para utusan kerajaan Persia terhadap kelakuan putri mereka yang sudah dianggap sangat keterlaluan. Perdana Menteri sendiri tampak sangat terpukul. Di kerajaan mereka sekarang sedang berduka apalagi Ratu kerajaan Persia yang sampai pingsan berkali - kali.     

"Mengapa Putri Nadia begitu bodoh, Mengapa dia harus terjerumus dengan keserakahannya sendiri. Padahal keinginannya pergi ke kerajaan Azura adalah keinginannya sendiri. Ini sangat menyedihkan. Harusnya seorang putri tidak boleh serakah di dalam harem. Raja adalah milik bersama dan bukan miliknya sendiri.     

Yang Mulia, Kami sangat malu dengan kasus ini. Tetapi Kami harap Yang Mulia dapat berbaik hati memberikan kami kesempatan untuk saling berdiskusi untuk memutuskan tindakan apa yang harus  kami lakukan agar kami bisa mengambil keputusan yang terbaik." Perdana Mentri berkata dengan penuh rasa hormat.      

Nizam menganggukan kepala sambil mengangkat tanganya. "Silahkan untuk pergi ke ruangan yang sudah kami persiapkan agar Anda semua dapat berdiskusi dengan leluasa.      

Aku mengerti persoalan ini sangat berat tetapi setidaknya tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Aku akan menunggu di sini bersama asisten dan pengawalku." kata Nizam sambil memerintahkan Ali agar menunjukkan jalan ke ruangan yang lebih pribadi untuk para utusan Kerajaan Persia.     

Perdana Mentri itu lalu berdiri pamit undur sambil diikuti oleh para utusan lainnya. Wajah mereka begitu sedih membuat Nizam menjadi ikut sedih juga. Sebenarnya apa yang dia katakan tidak seluruhnya merupakan suatu kebohongan. Ia hanya ingin persoalan Putri Nadia ditutup tanpa menyakiti ke dua belah pihak.     

Kalaupun pelaku kejahatan yang sebenarnya sendiri malah lepas tangan itu masalah nanti. Nizam percaya jika memang bukan dia yang akan membalasnya maka Tuhan tidak akan tinggal diam, lambat laun orang jahat kalau tidak bertobat pasti akan terkena hukumannya.     

Di dalam ruangan para utusan itu tidak langsung berdiskusi tetapi malah saling termenung sambil  menatap satu sama lain. Terkadang mereka menutup wajahnya sambil mengeluh, terkadang mereka menggelengkan kepalanya. Di kepala mereka seperti ada beban yang sangat berat. Bagaimana bisa mereka menghadapi persoalan yang begitu rumit. Putri mereka bunuh diri karena menanggung malu ketahuan melakukan percobaan pembunuhan dan pemfitnahan terhadap calon Ratu kerajaan Azura.     

"Aku sungguh tidak menyangka Putri Nadia dapat melakukan itu," kata perdana Mentri sambil mengeluh.     

"Aku malah berpikir kalau ini mungkin karma Ratu Gena kepada ratu yang terdahulu," kata seorang tetua kerajaan Rajna sambil menggelengkan kepalanya dan perkataan itu membuat para utusan yang lain memandang si tetua dengan pandangan aneh.     

"Apa maksud dari perkataan paman?" tanya seorang utusan kepada tetua itu.     

"Ratu terdahulu adalah saudara sepupu ratu Gena yaitu ibundanya Putri Nadia. Ratu yang bernama Ratu Nabila itu sangat cantik dan disayangi baginda. Semua istri baginda yang lainnya menjadi iri karena Raja terlalu memperlihatkan rasa cinta dan sayangnya kepada Ratu Nabila. Ratu Nabila bahkan memiliki seorang putra.     

Sayangnya putra Ratu Nabila tiba - tiba meninggal saat dia tertidur itu membuat Ratu Nabila menjadi stres dan depresi. Hingga akhirnya Baginda Raja dengan berat hati mengirimnya ke rumah sakit jiwa karena Ratu Nabila sering mengamuk dan mencelakakan orang - orang.     

Raja sangat sedih dan terpuruk, dia harus kehilangan putra sekalligus Ratu yang sangat disayanginya. Dan kemudian Ratu Gena datang menghiburnya. Saat itu Ratu Gena baru menjadi penghuni harem. Karena mereka bersaudara sepupu, ada kemiripan antra wajahnya dengan Ratu Nabila dan itu menarik perhatian baginda lagipula yang mengurus Ratu Nabila selama sakit memang Ratu Gena.     

Akhirnya Baginda Raja menjadi dekat dengan Ratu Gena yang waktu itu belum menjadi Ratu tapi masih menjadi selir Baginda. Akhirnya Ratu Gena menjadi Ratu utama dan menjadi Ratu kesayangan Raja Persia." cerita tetua itu.     

"Lalu dimana salahnya? Karma apa? Bukankah yang dilakukan oleh Ratu Gena itu benar?" kata perdana menteri.     

"Sebenarnya masalah ini adalah rahasia yang terdalam dari kerajaan Persia tetapi entahlah saat ini Aku ingin bicara tentang ini. Konon katanya yang membunuh Pangeran Putra Mahkota adalah Ratu Gena sendiri. Sebagai sepupu dari Ratu Nabila, Ratu Gena memiliki keleluasaan untuk bisa masuk ke dalam ruangan Ratu Nabila dan mengasuh Pangeran. Ada pelayan yang mengatakan kalau di malam kematian Pangeran, Ratu Gena sempat masuk ke dalam kamar pangeran dan tidak lama kemudian Pangeran ditemukan meninggal kehabisan udara.      

Ada bantal yang menutupi wajah Pangeran tetapi tidak cukup bukti untuk menuduh Ratu Gena karena tidak ada sidik jari dibantal itu dan Ratu Gena masuk katanya hanya ingin melihat pangeran dan tidak memegang apapun.     

Kasus tidak diperpanjang dan sipelayan yang melihat Ratu Gena juga sudah meninggal karena serangan jantung. Ratu Nabila sendiri mengalami nasib yang sama. Ratu meninggal menggantung dirinya di ruang perawatan. Sungguh kisah yang tragis dan sekarang Putri Nadia yang merupakan putri kesayangan Ratu Gena harus meninggal dengan cara yang sama."     

"Kami tidak pernah tahu cerita ini." kata Perdana Menteri dengan pandangan tajam kepada si tetua.     

"Tidak ada satupun yang berani mengatakannya kecuali kalau ingin mati. Ada beberapa pelayan yang menyebarkan rumor ini dan keesokan harinya si pelayan itu mati. Ratu Gena sangat berkuasa melebihi kekuasaan Baginda raja. Apalagi Baginda raja tampaknya belum bisa melupakan sepenuhnya kematian Ratu Nabila dan itu membuat pengawasan yang lengah pada jalannya kepemerintahan. Ratu Gena yang menguasai segalanya."     

"Hati - hati kalau bicara! ini sangat jahat jika ini hanya fitnah saja terhadap Ratu Gena," kata seorang utusan tampak tidak setuju dengan kata - kata tetua. Tetua hanya tersenyum bukankah semua pejabat dan petinggi kerajaan hampir semuanya sekarang orang - orangnya Ratu Gema termasuk para utusan ini.     

"Lupakanlah ini hanya rumor saja, tidak usah diambil hati. Kalau setelah Aku bercerita aku tiba - tiba mati maka rumor itu berarti benar." kata si tetua membuat para utusan lain jadi terdiam.     

"Sudah... sudah..., Bukankah kita akan mengambil keputusan terhadap Jenazah Putri Nadia. Mengapa kita jadi bertengkar tentang kejadian masa lalu yang belum tentu kebenarannya. jadi bagaimana? Apakah kita akan mengoutopsi jenazah sang putri dan mengusut masalah ini sampai tuntas?"     

"Kalau menurutku tidak usah di outopsi dan jangan katakan kalau Putri Nadia bunuh diri. katakan saja kalau Putri sakit dan meninggal. Kita mandikan jenazah di sini sehingga sesampainya di kerajaan Persia tinggal memakamnya.     

Kalau dioutopsi perlu waktu lagi dan jika memang terbukti bunuh diri lalu kasus diselidiki maka berita bisa jadi tersebar ke seluruh kerajaan dan ini akan memalukan untuk kita." kata seorang utusan muda yang tampak sangat masuk diakal.     

"Dan yang paling aku takutkan adalah jika kebenaran di selidiki dan terbukti putri kita yang meracuni Putri Kumari maka kita pasti akan perang dengan kerajaan Rajna. Kita akan semakin terpuruk dan malu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.