CINTA SEORANG PANGERAN

Rencana Gila



Rencana Gila

0"Sebenarnya Aku menjadi sangat penasaran dengan rencanamu itu. Jika seandainya Pangeran Nizam mati di tanganku. Pangeran mana yang akan kau jadikan ganti dari Pangeran Nizam untuk meneruskan tahta kerajaan Azura?" kata Pangeran Barry sambil tersenyum.     

Perdana Menteri Salman menjadi gelisah dengan pertanyaan Pangeran Nizam tetapi Ia berusaha menyembunyikannya jauh di lubuk hatinya.     

"Entahlah, Raja Al - Walid memiliki banyak istri dan selir di dalam haremnya dan banyak anak laki - laki ataupun perempuan. Sebenarnya dengan sistem penyeleksian yang bagus pasti akan ada pangeran yang layak untuk menggantikan Pangeran Nizam."  kata Perdana Mentri Salman sambil kembali meneguk minumannya. Kali ini Ia sengaja menuangkan agak banyak ke dalam gelasnya. Tenggorokannya tiba - tiba saja terasa kering kerontang seperti padang pasir di musim kemarau.     

"Maksudku adalah pangeran yang dapat diterima oleh Ratu Sabrina tercintamu, oleh anakmu Putri Rheina yang tercinta pula dan oleh adikku yang tercinta Putri Mira dan oleh para putri yang lainnya." kata Pangeran Barry malah berteka - teki dengan Perdana Menteri Salman.     

"Sungguh Yang Mulia terlalu cerdas otaknya sehingga Hamba mohon maaf jika kecerdasan hamba tidak dapat menyesuaikan. Sungguh hamba yang lemah dan bodoh ini tidak mengerti kemana arah pembicaraan kita yang sebenarnya?     

Apakah kita akan fokus membahas tentang bagaimana upaya kita untuk mengantarkan kebahagiaan Yang Mulia bersama dengan Putri Alena atau memperdulikan tentang kerajaan Azura?" kata perdana Menteri Salman kembali mengelak dengan nada yang manis.     

Pangeran Barry langsung mengumpat dalam hatinya,' kakek - kakek tua bangka ini memang licin seperti belut. Ia memukulku sampai mati kutu dan terpaksa mengikuti permainannya?' Demikian Pangeran Barry mengumpat.     

Perdana Menteri Salman ternyata memang orang yang sangat pintar dan berpengalaman di bidang kenegaraan. Dan kepintaran Pangeran Barry ternyata tidak ada apa - apanya dibandingkan dengan Perdana Menteri Salman. Perdana Mentri Salman kemudian berkata lagi.     

"Kalau menurut hamba lebih baik Yang Mulia fokus saja dulu kepada Putri Alena. Jika Yang Mulia malah berpikir banyak tentang hal yang seharusnya tidak dipikirkan oleh Yang Mulia maka Yang Mulia nanti akan gagal fokus," Perdana Menteri Salman menjawab sambil dadanya berdebar - debar. Terus terang saja, ini merupakan gambling kepada dirinya. Jika Pangeran Barry banyak bertanya ini adalah suatu rahasia besar.     

"Ok fine... Aku mana perduli dengan kerajaan mu itu. Dari dulu Aku hanya ingin mengalahkan Pangeran Nizam. Bagiku melihat dia mati dan memiliki istrinya. Aku sudah merasa puas. Jangan lupa, singkirkan juga kedua anaknya. Aku tidak ingin anak - anaknya menjadi duri dalam kehidupanku kelak."     

"Oh, apakah Yang Mulia begitu tega hendak membunuh si kembar? Apakah nanti Putri Alena tidak akan menjadi dendam kepada Yang Mulia?" Perdana Menteri Salman tiba - tiba jadi iseng ingin menguji sejauh mana kekejaman Pangeran Barry.     

Pangeran Barry mengernyitkan keningnya tanda Ia tidak suka dengan pertanyaan Perdana Mentri.     

"Sesama maling tidak usah berteriak maling. Apa bedanya Aku dengan kau? Kau sendiri hendak membunuh Pangeran Nizam padahal dia tunangan anakmu sejak kecil. Kau melihatnya tumbuh dan tidak menutup kemungkinan kau sering bermain dengannya dibandingkan dengan ayah kandungnya yaitu Yang Mulia raja Al- Walid."     

Kena skamat dari Pangeran Barry membuat Perdana Menteri Salman membisu. Pikirannya langsung melayang ketika Putri Rheina dan Pangeran Nizam masih kecil. Apa yang dikatakan oleh Pangeran Barry memang benar.     

Ketika kecil, Ia yang mengawasi Pangeran Nizam karena Pangeran Nizam sering bermain bersama Putri Rheina. Kedekatannya dengan Pangeran Nizam memang tidak terlalu dekat tetapi lebih dekat dibandingkan dengan dekatnya Nizam dengan Raja Al- Walid.     

Perdana Menteri Salman sangat mengawasi Nizam karena takut ada orang yang akan mempengaruhinya dan lepas dari kekuasaannya. Tetapi begitulah kehidupan. Manusia hanya dapat berencana sedangkan takdir ditentukan oleh Yang Kuasa. Siapa sangka kepergiaan Nizam ke luar negeri malah merubah semua rencananya. Alena yang merubah semua mimpi dan harapannya.     

Ia akan menyingkirkan Nizam karena keterpaksaan. Bukankah ular yang akan menggigit harus disingkirkan sebelum menggigit betulan. Perdana Mentri Salman masih waras untuk tidak membiarkan ular yang akan membunuhnya untuk tetap hidup.      

"Ah sudahlah... sudah. Tidak usah membahas ini lagi. Aku sekarang hanya meminta denah tempat berburu dan kapan waktu yang tepat Aku dapat mengambil Putri Alena."     

"Baiklah. Semua nanti yang akan mengatur adalah Ratu Sabrina dan asistennya. Untuk pengawalan Pangeran Nizam dan Putri Alena. Pasti oleh Jendral Arani."     

"Dan Jendral Amar?"     

"Tidak, Jendral Amar tidak ada di Azura. Dia pergi entah kemana. Dia pergi bersama tunangannya atau entah mereka sudah menikah. Jadi pengawalan Pangeran Nizam ditangani oleh Jendral Arani, Ali dan Fuad."     

"Hmm... kemudian apa rencananya?"     

"Jendral Arani selalu ada di samping Pangeran Nizam tetapi Aku yakin kali ini dia tidak akan mengikuti Pangeran Nizam."     

Pangeran Barry mengerutkan keningnya. Dua alisnya yang tebal itu bersatu, "Maksudmu bagaimana?"     

"Jendral Arani akan menemani Putri Alena karena terlalu berbahaya baginya jika ikut berburu."     

"Tetapi mengapa? Bukankah dia sangat pintar berkelahi dan ditakuti oleh musuh - musuhnya? Ia juga sangat ahli menggunakan pedang dan panah. Jadi mengapa hanya sekedar berburu saja menjadi sangat berbahaya baginya? Apakah kesaktiannya hanya sekedar cerita burung?" kata Pangeran Barry bertanya kepada Perdana Mentri Salman.     

"Karena dia sedang mengandung dan kehamilannya sudah cukup besar. Pangeran Nizam pasti tidak akan membiarkan Jendral Arani ikut berburu."     

"Oh Aku tahu, walau bagaimanapun kehamilan adalah salah satu kelemahan terbesar wanita. Karena dia harus menjaga dua nyawa dan nyawa yang ada di dalam perut mereka adalah kelemahan terbesarnya itu.     

Itu menjadi sangat bagus. Aku akan lebih mudah mengalahkan wanita hamil. Bila perlu aku akan mengambil nyawanya agar Pangeran Nizam menjadi gila." Pangeran Barry menyeringai kejam. Seakan tidak ada belas kasihan sedikitpun di dalam hatinya. Pangeran Barry kemudian melanjutkan pembicaraannya.     

"Aku dengar, Jendral Arani adalah tangan kanan dari Pangeran Nizam dan mereka saling menyayangi bagaikan kakak beradik. Kau dapat bayangkan jika sampai Jendral itu mati ditanganku. Pangeran Nizam pasti akan jadi gila. Ha...ha..ha...," Pangeran Barry tertawa bagaikan orang yang habis menang lotre.     

"Itu lebih baik lagi Yang Mulia. Coba bayangkan saja. Istrinya hilang, asistennya mati. Pangeran Nizam akan benar - benar menggila. Dan orang gila akan kehilangan akal sehat. Di sana Yang Mulia dapat dengan mudah membunuh Pangeran Nizam.     

"Benar - benar. Aku sudah tidak sabar membayangkan Pangeran Nizam mati di tanganku. Aku harap kau benar -benar dapat mencari pengganti Pangeran Nizam. Karena Aku tidak ingin adikku menjadi ikut gila juga." Pangeran Barry berkata seraya tersenyum dengan licik.     

"Yang Mulia tenang saja. Yang Mulia cukup menyingkirkan Putri Alena dan membunuh Pangeran Nizam. Sisanya biarkan Aku yang menangani.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.