CINTA SEORANG PANGERAN

Kuda Alena



Kuda Alena

0Nizam menatap kuda - kuda di dalam kandangnya sambil mengelus kepala kuda yang ada di depannya.     

"Agar kau dapat menunggang kuda dengan baik, kau harus memiliki ikatan batin dengan kudanya." kata Nizam sambil mendekatkan pipinya ke pipi kuda lalu Ia berbisik ditelinga kuda itu. Kuda itu tampak meringkik sambil menganggukkan kepalanya dengan lucu.     

Alena memegang tangan Nizam dan bersembunyi dibalik tubuh Nizam yang besar.     

"Ba... bagaimana Aku memiliki ikatan batin dengan kuda. Aku kan manusia, kuda adalah binatang." bisik Alena menjawab perkataan Nizam.     

"Ikatan batin itu tidak harus selalu tercipta antara manusia dengan manusia. Antara hewan dengan manusia juga bisa terjadi. Kau tentu pernah mendengar ada anjing yang selalu menunggu tuannya pulang padahal tuannya itu sudah meninggal dunia."     

"Oh ya, aku pernah menonton filmnya. Itu  memang menyedihkan. Tapi Aku tidak suka dengan kuda. Bagaimana Aku bisa memiliki ikatan batin dengannya. Melihat saja Aku sudah takut. " Alena meringis.     

"Kuda adalah binatang yang terpenting di kerajaan. Binatang paling berharga dan lambang dari kekuatan para pangeran dan raja. Pangeran yang tidak bisa menunggang kuda tidak akan dihargai."     

"Tapi Aku ini seorang putri dan bukan pangeran. Ayolah.... Nizam. Mungkin kali ini ada suatu pengecualian. Aku benar - benar tidak bisa menunggang kuda." Alena masih berusaha membujuk Nizam.     

"Tidak sayangku. Ini sangat penting. Kau akan menjadi Ratu Kerajaan Azura. Ada masa kau akan menemaniku berkuda. Jika kau tidak bisa berkuda maka kau akan dicemooh orang - orang. Kau sudah bisa menari dan mendapatkan banyak pujian untuk itu, jadi sekarang kau bisa menarik simpati rakyat dengan menunggang kuda." Nizam berkata dengan tegas. Membuat Alena tidak bisa berkata - kata lagi selain mengikuti keinginan Nizam.     

Nizam lalu menyuruh kepala pelayan istal untuk mengeluarkan kuda yang terbaik dan terjinak. Kuda di istal ini semua kuda khusus untuk para putri. Tidak terlalu tinggi besar karena memang sengaja dipilih yang ukurannya sedang.     

Pelayan itu kemudian memasang tali kekang dan pelana kuda. Pelana terbaik untuk Alena. Kemudian Pelayan itu memberikan tali kekang kuda kepada Nizam kemudian memberikan cambuk kecil untuk memukul pinggul kuda. Nizam memegang tali kekangnya dan menuntun kudanya ke arena berkuda. Alena mengikuti di belakang di samping Nizam. Ia tetap tidak mau dekat dengan kuda.     

Para putri yang ada di arena seketika melirik ke arah Nizam yang sedang menuntun Kuda diikuti oleh Alena. Semua mata tak berkedip melihat Nizam yang mengenakan pakaian berkudanya. Pakaian itu sangat ketat membungkus tubuh Nizam yang biasanya tertutupi oleh jubah. Sepatu berkudanya yang selutut membuat penampilan Nizam semakin melelehkan hati.      

Hampir menetes air liur mereka melihat kegantengan Nizam, seumpama wanita hamil yang sedang mengidam mangga muda. Yang sedang berkuda malah menepikan kudanya seakan ingin memberikan kesempatan kepada dirinya sendiri untuk menonton pemandangan langka.     

Seumur Nizam berada di istana, Belum pernah Nizam berkuda di arena perempuan berkuda karena memang biasanya yang berkuda di sini hanya perempuan. Azura memisahkan dengan ketat tempat berolah raga bagi pria dan wanita termasuk tempat berkuda.     

Hanya Raja dan pangeran putra mahkota yang boleh berada di sini. Dan baik Nizam maupun raja belum pernah berada di arena berkuda wanita. Hanya baru kali ini Nizam hadir berkuda dan semua sudah dapat menebak kalau Nizam pasti ingin mengajari Alena.     

Ketika NIzam lalu dengan gayanya yang indah melompat naik ke atas kuda. Para putri berseru dengan penuh kekaguman. Alena melongo melihat Nizam melompat ke atas Kuda bagaikan terbang. Dan Ia masih dalam posisi terkesima ketika tiba - tiba tangan kanan Nizam terhulur dan dengan kecepatan tinggi, Nizam menarik tangan Alena ke atas. Menghentakan dan mendudukan Alena di depan tubuhnya. Alena hanya bisa menjerit histeris saking kagetnya sambil memejamkan matanya ketika merasakan tubuhnya melayang.     

Alena hampir pipis di celana saking kagetnya dan ketika matanya terbuka Ia sudah duduk diatas pelana kuda di depan Nizam. Tangan Nizam yang sebelah memeluk pinggang Alena dan sebelahnya lagi memegang tali kendali kuda.     

Tubuh Alena gemetar, Ia menyenderkan tubuhnya ke dada Nizam. Nizam berbisik, "Aku memelukmu. Jangan takut." Nizam berusaha menenangkan Alena. Ia menarik tali kendali agar kudanya lebih stabil. Lalu Ia melonggarkan tali kekang kuda sehingga kuda kemudian berjalan perlahan.     

Tubuh Alena berayun di atas kuda ketika kuda berjalan perlahan. Alena memegang tangan Nizam dengan erat. Ia ingin mencari kekuatan pada tubuh Nizam. Dan Nizam tetap mendekap Alena agar Alena merasa aman. Dan setelah beberapa saat Alena menunggang kuda dengan Nizam memeluknya dari belakang. Alena menjadi sedikit tenang. Tubuhnya tidak gemetar lagi.     

Nizam membiarkan tubuh Alena menyender pada dadanya. Dan Kuda tampak berjalan dengan tenang. Nizam tetap memeluk Alena, Ia sangat menikmati kebersamaannya dengan Alena. Sore ini suasana tampak sangat sejuk dengan angin berhembus lembut. di pinggir Arena itu ada banyak taman yang memang sengaja dibuat untuk keindahan dari Arena. Para putri jadi betah berkuda dengan pemandangan yang indah.     

Nizam merasakan kalau tubuh Alena sudah tidak gemetar lagi dan memang Alena tampak sudah mulai nyaman. "Bagaimana Alena? Apakah sudah nyaman?" bisik Nizam lagi. Alena menganggukkan kepalanya.     

"Kalau sudah nyaman kau bisa menegakkan tubuhmu dan jangan menyender seperti ini."     

"Ora ah...," jawab Alena dengan manja menggunakan bahasa Jawa. Nizam langsung manyun. Di dorongnya pipi Alena dengan gemas.     

"Kapan bisanya kalau nyenderan terus?"     

"Biarkan Aku menikmati ini dulu. Kau tidak lihat para putri yang menatapmu dengan penuh kekaguman. Biarkan Aku membuat mereka meneteskan air liur." Alena berkata dengan kejaml.     

"Kho kamu keterlaluan begitu Alena."     

"Iyalah biar semua dunia tahu kalau kau adalah milikku. Hanya milikku."     

"Whatever you say, honey." jawab Nizam sambil melanjutkan berkudanya.      

Walaupun Alena hanya duduk menyender tetapi Nizam tetap menjelaskan cara berkuda yang baik. Cara memegang tali kendali, cara duduk yang benar, cara menghentikan kuda, cara menyuruh kuda berjalan atau berlari.     

Alena mendengarkan dengan baik. Ia tidak memiliki pilihan lain selain memang harus bisa berkuda.     

"Kau mengerti atau tidak? " kata Nizam setelah berbicara panjang lebar.     

"Apa ?" Alena menoleh ke belakang untuk menatap Nizam.     

"Apakah kau sudah mengerti bagaimana berkuda itu?"     

"Sudah sih, tapi Aku butuh waktu untuk bisa naik kuda sendiri."     

"Tidak apa - apa. Kau punya waktu dua minggu untuk bisa berkuda."     

"Apa? Dua minggu? Cepet banget. Kayanya Aku ga akan sanggup."     

"Kau harus sanggup. Kuda ini akan jadi milikmu. Dan setiap hari kau mengunjungi istal ini untuk melihatnya. Kalau bisa kau mengobrol dengannya. mengelus surainya dan mengajaknya berkeliling."     

"Aku ga mau kuda." Alena meringis.      

"Kuda itu harus mengenalmu sehingga kau bisa menunggang dengan nyaman. Jadi sebaiknya kau beri nama kudamu sekarang."     

"Memberikan nama? Memangnya kuda ini belum punya nama?"     

"Belum, kuda ini dua bulan yang lalu didatangkan dari Australia dan memang sudah Aku rencanakan diberikan untukmu. Jadi kau harus memberikan dia nama."     

"Ummm baiklah kalau kau memaksa. Dia jantan atau betina?"     

"Kau bisa lihat ke bawah, dia punya senjata pria." Bisik Nizam. Alena malah iseng menengok ke bawah untuk melihatnya. Ia tidak takut jatuh karena Nizam memegangnya.     

"Ya...ampun Nizam. Senjatanya mirip banget sama punya kamu..." kata Alena sambil cekikikan. Wajah Nizam benar - benar merah padam.      

"Kau keterlaluan banget Alena, menyamakan dengan milik kuda." kata Nizam sambil melengos.     

"Ih.. emang mirip." Alena semakin senang menggoda Nizam.     

"Jadi mau kau berikan nama apa, kudanya?" Nizam bertanya lagi, mencoba mengalihkan perhatian Alena kepada senjata kudanya.     

"Umm... karena jantan. Maka Aku beri nama dia PAIJO."     

"Paijo? nama apa itu? Aku baru dengar." Nizam mengerutkan keningnya. Alena malah tambah tertawa melihat Nizam kebingungan.     

"Itu nama untuk anak laki - laki di Jawa. Aku suka dengan namanya."     

"Oh, tetapi memang lumayan enak di dengar. "     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.