CINTA SEORANG PANGERAN

Usaha Keras



Usaha Keras

0

Nizam langsung menutup mulutnya menahan tawa melihat pemandangan didepannya. Ia sudah terbiasa melihat istrinya tiba-tiba terlelap seperti itu. Tapi Ia sadar akan kemarahan ibunya sehingga Ia menahan tawanya.

"Ibunda mohon jangan marah, Biarlah Ananda tidak perlu melihat tarian Alena. Hamba akan langsung membopongnya ke dalam kamar. " Nizam langsung membopongnya menggunakan kedua tangannya.

" Dia benar-benar mengacaukan tarian yang sudah dilatih dengan susah payah. Baiklah malam ini tidak usah ada tarian. Tapi bunda tidak mau tahu, Malam ini semua harus selesai. Kamu harus bisa memberikan sprei itu malam ini juga. Bunda tidak mau tahu bagaimana caranya. Bunda juga sudah cape." Ratu Sabrina mengancam anaknya. Nizam mengangguk sambil membawa Alena masuk ke dalam kamar pengantin.

Ratu Sabrina meminta semua orang untuk meninggalkan istana Muthmainnah kecuali Dirinya, para Kasim, para pelayan dan tim medis termasuk Cynthia juga tidak boleh pergi. Ia juga meminta Ibunya Alena untuk kembali ke istana para tamu undangan. Ia tidak ingin ibunya Alena shock melihat adat Azura yang satu ini. Ibunya Alena yang memang tidak mengerti apa-apa langsung menuruti Ratu Sabrina. Ia menyadari bahwa sekarang Alena bukanlah miliknya tapi milik Kerajaan Azura.

Nizam menidurkan Alena yang terlelap di atas ranjang pengantin. Ia membuka pintu kamar pengantinnya. Ia tahu Ia tidak boleh membiarkan pintu tertutup agar para Kasim dapat masuk kedalam kapan saja. Nizam membuka penutup kepalanya dan Ia merasa sangat gerah oleh geloranya. Ia merasa tidak usah meminum ramuan salwahya. Ia sudah sangat panas. Ia juga tidak perduli dengan orang-orang yang berada diluar. Ia sudah telanjang dengan sekejap. perlahan Nizam membuka kelambu ranjangnya. Ia duduk didepan Alena yang masih terlelap. Tubuhnya begitu harum. Nizam membelai wajah istrinya penuh kasih. Tangannya menelusuri wajah Alena dari kening, mata, hidung lalu kebibirnya. Nizam menggerakkan tangannya semakin ke bawah leher, tulang selangka leher lalu semakin kebawah. Kulit yang sangat halus dan lembut. Nizam mengusap dada Alena yang tertutupi kain penutup. Lalu dengan kecepatan pasti Nizam menarik kain penutup itu. Kain penutup tanpa kancing pengait karena hanya berupa secarik kain kecil yang diikatkan ke belakang. Dada Alena langsung melompat keluar dengan indahnya.

Nizam bagai mau gila melihatnya. Tangannya mendadak gemetar. Ia menggigil bagaikan orang yang terkena Demam berdarah. Seumur hidupnya Ia baru kali ini memegang dada seorang wanita. Nizam menelengkupkan kelima jarinya pada dada Alena yang kiri lalu meremasnya lembut. Kemudian beralih ke dada yang kanan. Demikian bergantian. Dada Nizam serasa hendak meledak darahnya mengalir dengan deras berkumpul semua pada tubuh bagian bawah. Seperti ada tombak yang tegak perkasa seperti tombak yang Ia biasa pegang pada saat lomba adu ketangkasan.

Nizam memejamkan mata menikmati gerakan tangannya yang mulai liar tak terkendali. setelah puas mempermainkan tubuh Alena. Tangannya sekarang menelusuri perut Alena yang tidak tertutupi apapun. Ia mengusap-usap dengan lembut lalu kemudian Ia membelai pinggang ramping Alena sambil mencari kancing pengait rok panjang yang dikenakan Alena. Nizam menarik rok panjang Alena lalu melemparnya kebawah.

Alena mengeluh karena merasakan sensasi dingin yang mulai menyerangnya akibat Ia hampir telanjang. Ia malah memiringkan tubuhnya. Tangannya menggapai-gapai mencari guling. Nizam memegang kaki Alena yang mengagapai - gapai mencari guling. Ia meneletangkan kembali tubuh Alena yang hendak tidur menyamping lalu membuka kakinya dengan sedikit paksaan. Ia lalu menelengkupi tubuh Alena dengan tubuhnya.

Tangannya meraih tombak yang sudah terasa sangat besar dan keras lalu secara naluri Ia mengarahkannya pada sasaran yang ada di depannya. Nizam mengerang ketika ujung tombaknya menyentuh tubuh Alena yang paling sensitif. Ketika Ia mencoba menekan. Nizam bagai menabrak dinding beton. Wajah Nizam seketika pucat. Ia kembali berusaha memasukkannya kembali. lagi-lagi miliknya meleset. Nizam menjadi tidak sabar Ia merenggangkan kedua paha Alena menggunakan kedua kakinya lalu Ia mulai menghujamkan tombaknya sekuat tenaga.

Mata Alena terbelalak. Mulutnya refleks mengaduh. Ia langsung tidak mengerti ketika didepan wajahnya ada wajah suaminya. Ia segera mau bangun tapi Alena langsung memekik ketika sadar ada benda keras yang mencoba memasukinya. Tubuhnya langsung mengejang. Mulutnya menyeringai menahan sakit. "A...apa yang terjadi?? A..Aakh..." Alena langsung melengking ketika Nizam malah menghujamkan pinggulnya ke depan. tangan Alena langsung mencengkeram bahu Nizam yang telanjang. Ia masih belum mengerti apa yang terjadi.

"Alena... mengapa sakit sekali rasanya..."Nizam merintih sambil mengeluh. Tubuhnya menegang di atas tubuh Alena. Ia menggigit bibirnya sendiri. Benda miliknya seperti dijepit sesuatu yang sangat sempit. Ia seperti terperangkap didalamnya. Rasa pedih seperti menyerang seluruh sendinya.

Kalau Nizam saja sampai merintih kesakitan apalagi Alena. Ia bagaikan dihujam tombak besi yang sangat besar. Benda tidak tahu malu itu mencoba memasuki tempat yang bukan ukurannya. Rasa ngilu dan sakit seperti merobek seluruh tubuhnya. Alena menjerit sekuat tenaga. Suaranya terdengar melengking menerobos gendang telinga setiap orang yang berada didepan kamar pengantinnya.

Ratu Sabrina sampai melonjak dari duduknya.

"Apa yang sedang terjadi? Apa yang putraku sedang lakukan? Apa Ia tidak bisa melakukannya dengan lembut. Mengapa Alena sampai menjerit seperti itu. " Ratu Sabrina mondar-mandir, bolak balik dengan kening berkerut-kerut.

Tubuh Alena melonjak-lonjak dan meronta-ronta Ia ingin melepaskan diri dari jeratan tombak yang berusaha menghujamnya. Mulutnya tiada henti meraung-raung.

"Sakit... sakit...let me go. Get off from my body..Nizam.. please..get off. It's very hurt. You make me hurt.." Alena berurai air mata. Ia berusaha menutup kedua pahanya. Tangannya mendorong dada Nizam. Nizam jadi panik melihat Alena begitu kesakitan Ia langsung mencabut miliknya dan bangkit duduk di depan Alena memandang wajah Alena dengan penuh rasa khawatir.

Alena menarik kedua kakinya ke perutnya Ia kini tidur meringkuk kedua tangannya memegang tubuhnya yang terasa sakit berdenyut-denyut. Ia menangis terisak-isak. Seumur hidupnya Ia belum pernah merasakan sakit seperti ini. Sakitnya melebihi cambukan pelayan Ratu Sabrina.

"Alena.. maafkan Aku" Nizam mengusap bahu Alena yang terlihat gemetar menahan sakit. Ia tahu Alena kesakitan karena Ia sendiri juga kesakitan. Nizam bingung harus bagaimana. Ia lalu melihat ke sprei yang ditiduri Alena. berharap ada setetes darah diatasnya. Tapi tidak ada. Agaknya Ia masih belum merobeknya. "Sial.." Nizam mengumpat. Ia lalu bangkit dan duduk dipinggir ranjang. Ia meraih handuk kecil yang memang tersedia di meja samping ranjang. Ia memakaikan untuk menutupi tubuhnya yang masih menegang.

"Pelayan.." Nizam berteriak keras memanggil pelayan.

Pintu terbuka dari luar. Ratu Sabrina langsung memburu pintu kamar pengantin tapi Ia tidak berani masuk. Ia mendorong pelayan untuk masuk kedalam melihat suasana.

Pelayan takut-takut masuk ke dalam.

"Berikan Aku rokok, kemudian bilang pada yang mulia ibuku untuk menunggu sebentar lagi.." Nizam malah meminta rokok dan meminta ibunya untuk menunggu.

Ratu Sabrina langsung mengomel-ngomel ketika pelayan yang masuk menceritakan apa yang diminta Nizam. Dia pikir semuanya sudah selesai tapi malah anaknya meminta rokok....

Ratu Sabrina memandang pada Kasim yang biasanya menangani permasalahan ini. Pandangan matanya seakan meminta pendapat tentang masalah yang terjadi.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.