CINTA SEORANG PANGERAN

Galau



Galau

0Nizam membuka berkas pekerjaan yang tertunda kemarin. Ia masih tetap meneliti laporan keuangan dari seluruh asset di Indonesia. Selesai di Indonesia rencananya Ia akan mengurus yang di Malaysia. Dari tadi Ia sudah menyuruh James untuk membantu mengaudit berkas-berkas laporan keuangan sebanyak dua tahun kebelakang.     

Wajah Nizam tampak tidak suka menyadari bahwa laporan keuangan yang terpampang di depannya benar-benar berbeda dengan yang Ia terima di Azura. Nizam tersenyum sinis. Mungkin dikiranya Ia akan melewatkan pemeriksaan terhadap Indonesia karena dipandangnya Kekuatan Asset di Indonesia tidaklah sebesar yang ditanamkan di Amerika dan Eropa. Laporan Keuangan dari negara-negara maju dilaporkan sesuai dengan kenyataan tetapi dari negara-negara berkembang banyak perbedaan yang terjadi.     

Mereka tidak pernah menduga bahwa Nizam akan menikahi orang Indonesia sehingga malah laporan keuangan yang dari Indonesia menjadi kasus pembuka adanya penyelewengan dari departemen keuangan Azura.     

Nizam memalingkan wajahnya ketika terdengar Alena menguap. Wajahnya yang keruh langsung berubah jadi cerah melihat Alena sudah bangun. "Ayo Alena mandi dulu, Kasian Cynthia sudah menunggu dari tadi"     

Alena menganggukan kepalanya, Ia lalu menatap ke laptop Nizam. "Nizam Kamu masih mengaudit?"     

"Iya.. tapi sekarang sudah ada yang membantu. James sudah datang. Aku juga sudah mengutus yang lain untuk pergi ke seluruh negara tempat Azura berinvestasi."     

"Nizam Aku bantu Kamu ya untuk mengaudit keuangan negaramu?" Alena berkata sambil menatap Nizam. Walau bagaimanapun Ia adalah mahasiswa ekonomi dari Amerika. Sedikitnya Ia juga menguasai ilmu Akuntansi dan Keuangan. Bukankah Ia juga sebenarnya sedang mempersiapkan diri untuk mengelola perusahaan ayahnya sampai nanti adik angkatnya siap untuk mengelola perusahaan.     

Nizam tersenyum. "Senangnya mendengar Kau mau membantu ku, Tapi Aku tidak ingin membuatmu lelah. Minggu depan setelah urusan ayahmu selesai Kita akan Pulang ke Azura. Mudah-mudahan kandungan mu tetap sehat. Jadi Kita bisa ke Amerika untuk menyelesaikan kuliah kita"     

Mata Alena berbinar-binar. "Benarkah Aku boleh melanjutkan kuliah?"     

"Tentu saja asalkan kandungan mu sehat. Makanya makanlah yang banyak agar Badan Kamu tetap sehat."     

Alena menganggukan kepalanya penuh semangat.     

"Nizam..."     

"Hmmm..."     

" Aku juga ingin kuliah design"     

Nizam tersenyum. "Kau boleh melakukan apapun yang Kamu mau, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran dan hukum Agama"     

Alena bersorak gembira. "I love you Nizam" Ia memeluk Nizam dengan bahagia.     

Nizam mengelus rambut Alena. Diam-diam para pelayan tampak melirik iri. Kenapa putra mahkota mereka seperti bunglon. Sifatnya berubah-ubah. Begitu kejam sama orang lain tapi dihadapan Istrinya berubah seperti malaikat yang so sweet banget. Bahkan wanita tercantik di Azura pun tidak berdaya menghadapi Putri Alena. Putri Reina yang kecantikannya bisa menjatuhkan hati setiap orang yang memandangnya, tidak mampu bersaing dengan Putri Alena.     

Entah apa yang dimiliki oleh gadis itu hingga membuat Pangeran mereka yang dikenal sangat dingin terhadap wanita bisa begitu luluh oleh wanita semungil itu. Alena dan Reina memiliki kecantikan yang berbeda. Kalau mereka berdiri bersama jelas Putri Reina akan terlihat lebih bersinar. Kulit sehalus pualam, tubuh tinggi semampai, Rambut kemerahan dengan mata kebiru-biruan.     

Putri cerdas itu sebenarnya sangat cocok untuk menjadi Ratu Azura untuk mendampingi Nizam.Tapi apa daya cinta Nizam sudah tertambat pada Alena. Setinggi apapun kecantikan Putri Reina jauh melampaui Alena tapi tetap tidak akan pernah bisa merubah hati Nizam. Hanya saja Nizam sendiri mulai goyah tentang kewajiban yang harus Ia berikan pada istri pertamanya itu. Ia sebenarnya tidak takut terhadap Perdana menteri tapi membiarkan istrinya sedemikian rupa membuat Nizam merasa sedang melakukan dosa besar. Nizam sebenarnya sudah mencoba menutup mata tapi Pangeran Thalal malah mengingatkannya kemarin. Nizam jadi galau sendiri. Karena ini bukan masalah cinta tapi tentang kewajiban dirinya sebagai seorang suami.     

***     

Alena membawa belimbingnya bersama dia ke rumah sakit untuk menengok Pangeran Thalal. Nizam memandang Belimbing wuluh dengan perasaan ngeri.. apalagi ketika Alena kemudian menatapnya sambil tersenyum licik. Alena mengelus-elus perutnya "Nak...Kamu pasti tahu kalau Ayahmu sangat menyayangi mu bahkan kelihatannya dia sekarang lebih menyayangi mu dibandingkan dengan Bunda. Hanya Bunda tidak tahu sebesar apa rasa cintanya, Kalau bunda sekarang ngidam Ayahmu makan buah belimbing wuluh ini, kira-kira Dia mau makan ga ya?" Alena berbicara seakan-akan Ia tidak menyadari ada Nizam disampingnya.     

Wajah Nizam seketika pucat pasi. Agaknya Ia lebih suka disuruh bertarung dengan seekor Banteng ngamuk daripada harus memakan buah belimbing wuluh yang dilihat dari bentuk dan baunya saja udah engga banget.     

"Alena...jangan, Tolonglah..Aku tidak mau sakit perut" Kata Nizam sambil memalingkan wajahnya. Duduknya langsung mepet ke sisi mobil menjauhi Alena. Arani mengintip dari spion mobil. Firasatnya mengatakan akan ada kejadian yang menarik.     

"Ternyata Bunda salah, Cinta dia kepadamu tidak sebesar yang Bunda perkirakan. Dia hanya mencintaimu dimulut saja. Kasihan Kamu Nak..." Sekarang Alena yang memalingkan wajahnya ke kaca mobil lalu mulai menangis.     

"Masya Alloh Alena...mengapa Kamu seperti anak kecil?" Nizam menjadi gemas dan kesal. Mendengar Nizam berkata dengan nada kesal Alena jadi meradang. "Kenapa kamu jadi marah-marah? Inikan bukan keinginan ku? Ini keinginan bayi. Kamu pikir hamil itu enak? Aku yang pusing dan mual. Kamu cuma diminta makan buah ini saja menolak. Aku tidak mau tahu, cepat makan!!" Alena melotot. Mata cantiknya malah jadi bertambah lucu. Bibirnya yang mungil dan seksi itu sambil manyun-manyun ketika ngomel-ngomel.     

Nizam langsung kalah telak, melihat Alena yang mulai misruh-misruh. Ia lalu mengangkat kedua tangannya, dan berkata. "Whatever you want honey, mana buahnya?"     

Alena bersorak kegirangan. Dengan penuh semangat Ia mengambil buah belimbing wuluh. "Buah ini sedikit asam, maka Kamu harus memakannya dengan bumbu rujak agar rasanya jadi enak." Kata Alena sambil mencolekkan ujung buah ke bumbunya. Lalu memberikannya kepada Nizam.     

Bagaikan mengambil sebuah bom yang siap meledak Nizam mengambilnya dan dengan takut-takut Ia memasukkan ke mulutnya. Tapi belum juga sampai Nizam menariknya kembali lalu tersenyum manis dan berkata lembut. " Alena sayangku coba tanyakan kepada anak kita, Apakah dia serius menginginkan ayahnya makan makanan ini? Apa dia tidak ingin kalung permata, mobil Ferarri termahal atau whatever lah..yang bisa dibeli dengan uang?" Nizam mencoba bernegosiasi.     

Alena menatap dengan tajam "Nizam hidup ini tidak selalu ada di jalur hukum ekonomi yang kita pelajari. Uang atau barang tidak selamanya bisa memuaskan hasrat kita. Aku tidak minta banyak, Aku hanya ingin Kau memakan itu" Tatapan Alena seakan hendak menelan Nizam.     

Nizam menelan ludahnya yang terasa seret lalu berkata, "Permintaan mu ini bagiku lebih banyak dari minta dibelikan sebuah pesawat jet"     

"Cepatlah makan!!" Alena memaksa hingga akhirnya Nizam memasukkan ke mulutnya. begitu bumbu rujak mendarat dimulutnya rasa pedas langsung mengalirkan air matanya. "Air...air ..." Arani dengan sigap menyodorkan sebotol air mineral. Nizam menenggaknya langsung.     

" Alena bumbu ini pedas banget..Alena. Kenapakah kau ingin meracuni suamimu sendiri?" Kata Nizam sambil menghapus air matanya.     

"Kenapa pikiranmu sejahat itu? Jangan berlebih-lebihan kalau ini racun. Aku dan anakmu pasti sudah mati sekarang. Sinikan!!"     

Alena merebutnya lalu memasukkan ke dalam mulutnya dan langsung mengunyahnya. Nizam terpana melihat istrinya begitu menikmati buah itu. Ia jadi sedikit tertarik.     

"Kelihatannya enak ya?"     

"Tentu saja"     

"Kalau begitu aku akan memakannya tanpa sambal" Nizam lalu mengambil satu dan langsung memasukkannya ke dalam mulutnya dan "Kress..." Nizam menggigitnya. Begitu digigit maka rasa asam langsung keluar.     

"Aaakh...asam banget" Alena langsung tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi wajah Nizam yang lucu. Nizam memberikan kembali buah itu. "Benar-benar makanan beracun.." Alena mengambilnya lalu kembali mencolekkannya ke bumbu rujak dan kembali memakannya penuh dengan kenikmatan. Nizam cuma menyaksikan Istrinya makan buah itu. Ia tidak mengerti mengapa Alena memakannya seperti sedang memakan sebatang coklat atau keju, padahal rasanya sangat asam dan tidak enak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.