CINTA SEORANG PANGERAN

Koalisi atau Oposisi



Koalisi atau Oposisi

0Nizam menjadi kaku mendengar perintah ibunya. Perintah macam apa itu. Memangnya gampang punya anak. Kalau perkara punya anak sebegitu gampang buat apa beredar obat kesuburan di dunia ini.     

"Ibunda, Perkara memiliki anak adalah takdir yang di atas. Apakah Ibunda sudah hendak mengatur urusan takdir? Bagaimana bisa Ananda melakukan hal itu, Anak adalah urusan Illahi?" Nizam melunakkan suaranya. Melihat Ibunya begitu emosi Ia yang harus belajar menahan diri.     

Ibunya terdiam, "Maksud Ibunda bukan seperti itu, Ibunda paham tentang urusan takdir. Maksud Bunda adalah bisakah Ananda memandang sedikit saja pada Putri Reina. Ibunda tahu Ananda tidak mencintainya. Bolehkah Ananda sebagai seorang suami bersikap tidak adil terhadap istri sendiri? Terlepas dari apapun alasannya Ananda menikahi Putri Reina." Ratu Sabrina menarik nafas dalam-dalam lalu melanjutkan perkataannya.     

"Jangan membuat Ibunda merasa bersalah dengan Putri Reina. Sejak lahir Ia sudah dipersiapkan oleh kerajaan untuk menjadi istrimu. Sekarang setelah menjadi istrimu, Jangankan disentuh dipandang pun tidak oleh Ananda. Apakah salah dia? Bahkan dia tadi menjadi luapan emosi Ibunda padahal Ibunda tahu pasti bahwa yang bersalah adalah Ananda" Ratu Sabrina mulai melunakkan suaranya.     

Nizam mengusap tekuknya yang terasa dingin. Ia sangat menyadari kebenaran kata-kata Ibunya tapi Ia juga manusia biasa yang memiliki perasaan. Bahkan binatang saja punya hak memilih pasangannya mengapa Ia sebagai manusia tidak bisa. Hanya karena kedudukannya sebagai seorang putra Mahkota. Hidupnya diatur oleh hukum kerajaan.     

"Ibunda.. pikiran Ananda sedang kalut. Hamba tidak bisa memutuskan apapun untuk saat ini. Berikanlah hamba kesempatan untuk bisa bersama dengan Alena terlebih dahulu. Ibunda tahu bukan, Bagaimana sulitnya Kami bersatu. Sekarang Ibunda menyulitkan Ananda dengan masalah yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan keterampilan Ananda untuk memimpin kerajaan"     

Ratu Sabrina mengangkat alisnya dengan sedikit ekstrim. Ia merasa Nizam menyalahkan atas tindakannya.     

"Yang Mulia, Apakah maksud yang Mulia bahwa perjodohan ini adalah suatu Kesalahan? Tahukah Ananda, Pernikahan ini adalah suatu upaya untuk memperkuat kedudukan Ananda sebagai calon raja. Menikahi putri seorang Perdana menteri yang memiliki koalisi dengan banyak pejabat penting akan mengurangi pihak oposisi bagi Ananda."     

Nizam tersenyum mendengar Ibunya yang begitu emosi.     

"Ibunda Ini abad 21 bukan abad 19 yang penuh dengan siasat primitif. Dimana ikatan dikaitkan dengan hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Sekarang sudah saatnya kita menjalin hubungan dengan ikatan visi dan misi. Apakah Ibunda meragukan kemampuan Ananda untuk menarik koalisi dengan kepintaran dan kecerdasan yang Ananda peroleh dari gen Ibunda? " Nizam berbicara setengah berbisik.     

Bagaimana tidak membuncah hati seorang ibu dirayu seperti itu oleh anaknya sendiri. Melihat wajah ibunya yang merona merah karena rayuannya Nizam semakin leluasa mempermainkan perasaan ibunya.     

"Apakah Ibunda lupa bagaimana setiap malam Ibunda menangis ketika Ayahanda pergi menemani istri-istri yang lain. Apakah Ibunda ingat ketika diam-diam Ibunda menyembunyikan air mata yang menetes manakala Ibunda sedang merindukan Ayahanda yang tidak setiap saat ada disamping Ibunda"     

Perkataan Nizam terasa sangat menoreh hatinya. Ia menatap Nizam.     

"Bukankah Al-Qur'an membolehkan seorang pria untuk beristri lebih dari satu?"     

Nizam tersenyum " Betul Ibunda, Dan itu ditujukan untuk orang yang mampu, Ananda sendiri merasa tidak mampu baik secara fisik ataupun lahir. Apakah Ibunda ingin Ananda menjadi suami yang berdosa?"     

"Jadi bagaimana maksud Ananda?"     

"Bolehkah Ananda mengembalikan Putri Reina kembali ke keluarganya?"     

Ratu Sabrina langsung tercekat, Ia memegang tangan Nizam lalu menggelengkan kepalanya dengan kuat.     

"Jangan membunuh Ibunda dengan tindakan itu, jangan ingkari janji yang sudah dibuat oleh Ananda"     

Nizam kembali terdiam, Ia mengingat kembali janji yang sudah diucapkan olehnya ketika Ia akan menikahi Alena. Bahwa Ia bersedia menerima pernikahan koalisi dengan siapapun yang diberikan ibunya.     

"Baiklah Ibunda, Agaknya kita tidak bisa menemukan titik temu sekarang. Ibunda sedang dalam keadaan emosi dan Ananda juga masih harus membereskan permasalahan Ananda dengan Alena. Ijinkan Ananda pamit menemani Alena dulu."     

"Bagaimana dengan Putri Reina?" Ratu Sabrina bertanya bagai orang bego.     

"Bukankah Ibunda yang telah melukainya, jadi pastinya Ibunda sudah tahu apa yang harus Ibunda lakukan. Jangan lupa Ibunda, Kalau Paman Salman sampai tahu permasalahan ini maka perpecahan koalisi yang Ibunda begitu khawatirkan akan benar-benar terjadi." Nizam tersenyum manis.     

Ibunya melotot, " Beraninya Kau menekan Ibumu sendiri?" Nizam tertawa kecil Ia lalu membungkuk mencium tangan ibunya dan bergegas pergi meninggalkan ibunya yang sedang galau.     

***     

Nizam melangkahkan kaki menuju Istana Muthmainnah, Ia merasa sedikit lega Ibunya sudah mengetahui kebohongan yang Ia lakukan pada Putri Reina. Terus terang saja selama ini Ia terkadang merasa dihantui oleh kebohongannya dimalam pertama dengan Putri Reina. sekarang kebohongan itu sudah terbongkar. Ia menjadi lega. Wajahnya berseri-seri bahagia.     

Para pelayan membukakan pintu untuk Nizam. Nizam melangkahkan kakinya menuju tempat tidur. Ia menggelengkan kepalanya melihat hadiah untuk Alena masih tersusun dengan rapi diatas meja. Belum ada satupun yang masuk ke dalam lemari. Benar-benar Alena ini bukan wanita yang gila harta. Nizam melihat istrinya sedang tertidur pulas.     

"Keluarlah kalian. Jangan biarkan siapapun masuk, Aku hendak istirahat dulu," Nizam menyuruh para nelayan keluar. Tapi Sesaat Ia menanyakan sesuatu.     

"Kemanakah Cynthia?" Ia baru sadar sedari tadi Ia tidak melihat Cynthia. Padahal biasanya Cynthia bagai bayangan Istrinya.     

"Sejak menelpon Paduka, Ia pamit keluar dulu. Entah hendak kemana?" Seorang pelayan menjawab pertanyaan Nizam. Nizam mengerutkan keningnya, bertanya-tanya hendak kemana. Tapi kemudian Ia menyuruh Pelayan untuk segera keluar.     

Nizam tersenyum melihat Alena, Semua rasa pusingnya hilang. Ia membuka sepatu lalu langsung naik ke atas ranjang dan berbaring disisi Alena. Ia lalu membelai rambut Alena. Ketika Nizam mau menyentuhkan bibirnya ke atas bibir Alena. Mata cantik itu terbuka lebar.     

"Mengapa Kamu membohongiku tentang perayaan kesucian?"     

Nizam menghentikan gerakan bibirnya. Ia balas menatap wajah Alena. Tenggorokannya terasa kering. Ya Tuhan.. masalah apa lagi yang akan terjadi.     

***     

Cynthia melangkah perlahan menyusuri Ibu kota Azura. Ia menggenggam erat handphone ditangannya. Ia kembali menatap layar Handphonenya. Ada pesan yang masuk ke dalam wa nya. "Cynthia Aku ingin bertemu denganmu, Di taman kota. pukul 10 pagi ini. Pakailah pakaian laki-laki agar tidak mencolok." Cynthia menatap lagi nama yang ada layar handphonenya. EDWARD. Cynthia menarik nafas panjang lalu Ia kembali melangkah menuju taman kota yang letaknya sekitar 3 km dari istana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.