CINTA SEORANG PANGERAN

Suatu Harapan



Suatu Harapan

0Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa tidak ada pesta yang tidak akan usai. Begitulah dengan pesta pernikahan Putri Reina dan Pangeran Nizam. Akad yang dilangsungkan secara live ke seluruh kerajaan disambut dengan pesta rakyat yang akan diadakan tujuh hari tujuh malam. Ketika akad berlangsung Putri Reina menunggu di dalam ruangan terpisah. Ia masih belum bisa disandingkan oleh suaminya. Ia sangat tidak sabaran untuk bisa bertemu dengan pangeran Nizam. Pangeran Nizam pria yang Ia impikan siang dan malam.     

Akad berlangsung pukul sepuluh. Pangeran Nizam mengucapkan akad dengan lancar. Nada suaranya tegas dan datar. Ketika para saksi dan undangan yang hadir mengucapkan Alhamdulillah tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Pangeran Nizam. Wajahnya tetap membeku. sampai-sampai ibunya yang mencoba membetulkan posisi penutup kepala pangeran Nizam itu lalu berbisik tajam ke telinga anaknya.     

"Apa Ananda tidak bisa berpura-pura untuk tersenyum sedikit saja untuk semua rakyat yang sedang menyaksikan acara ini"     

Pangeran Nizam menggendikkan bahunya.     

"Jangan meminta terlalu banyak dari hamba Ibunda. Karena dampaknya tidak akan terlalu bagus." Kata pangeran Nizam sambil menatap lurus ke depan. Sedikitpun Ia tidak memperdulikan apa yang diucapkan oleh ibunya. Semenjak Ia dilahirkan jadi pewaris tahta baru kali ini Ia merasa sial akan hidupnya. Andaikan Ia boleh memilih Ia lebih baik menjadi rakyat jelata dan menikah dengan wanita yang dicintainya daripada hidup tersiksa dengan orang yang tidak diinginkannya. Ah..Alena maafkan aku..hati kecil pangeran Nizam berbisik. Tunggulah tidak lama lagi kita akan bersanding. Biarlah pernikahan semu ini Aku jalani terlebih dahulu. karena memang ini jalan satu-satunya untuk bisa meraihmu hidup-hidup.     

Ratu Sabrina menjadi sangat kesal akan tingkah anaknya. Tapi bukan Ratu Sabrina kalau Ia memang pandai bersandiwara. Wajah kesalnya harus Ia manipulasi agar tidak terlihat didepan publik. Apalagi besok Ia harus mengadakan konferensi pers tentang pernikahan pangeran Nizam pada TV Nasional. Tidak mungkin Ia diwawancarai dengan wajah yang kesal. Selain itu masih akan ada acara pesta kesucian yang akan diadakan setelah malam pertama pasangan pengantin. Pesta itu adalah pesta perayaan kesucian mempelai wanita yang sudah menjalani malam pertama nya. Pesta yang menunjukkan kebahagiaan, kebanggaan dari semua pihak akan moralitas yang dapat dijaga oleh kedua mempelai. Walaupun Pangeran Nizam memandang acara itu menjijikkan dan Ia bersumpah Ia akan menghapus pertama kali acara perayaan kesucian malam pertama pada daftar beberapa adat kebiasaan yang harus ia hapus dikerajaannya termasuk kawin paksa seperti yang sedang ia jalani. Tentu saja kalau nanti Ia sudah menjadi raja. Karena untuk saat ini Ia tidak memiliki wewenang itu.     

Setelah pembacaan akad semua mengucapkan akan selamat. Pangeran Nizam ditandu untuk disandingkan dengan Putri Reina. Putri Reina menatap malu-malu pada Pangeran Nizam yang sudah menjadi suaminya. Tapi tak sedikit pun Pangeran Nizam melihat ke arahnya. Ia duduk di samping Putri Reina tanpa ekspresi. Putri Reina langsung menyadari bahwa Pangeran Nizam memang akan berbeda dengan pria lainnya yang kebanyakan pengantin pria akan menerimakan dengan sukarela istri yang sudah dipilihkan oleh orangtuanya.     

Cadar yang menutupi wajah Putri Reina sedikit berkibar karena hembusan nafas yang resah. Ia melihat kesamping melihat wajah suaminya yang begitu tampan. Tapi Ia lalu menyadari bahwa wajah tampan itu terlihat sangat dingin bagai salju dikutub Utara. Ia mengira-ngira apa yang akan terjadi malam ini. Apakah yang akan diperbuat suaminya malam ini kepadanya. Apakah Pangeran Nizam akan mengambil kesuciannya dengan wajah begitu dingin. Ia tadinya berharap akan merebut hati Pangeran Nizam pada malam pertama mereka. Tapi Putri Reina kemudian menyemangati dirinya sendiri. Jangan putus asa, bukankah perjuangannya belum berlangsung.     

Istana Muthmainnah adalah Istana yang dikhususkan untuk para pengantin kerajaan menghabiskan malam pertamanya. Putri Reina sudah dimasukkan ke dalam kamar pengantin yang didekorasi dengan sangat indah. Sementara Putri Reina dipersiapkan maka Pangeran Nizam masih ngobrol-ngobrol dengan tamu kerajaan. Kelakar dan canda para tamu hanya Ia tanggapi dengan senyum tipis. Sedikitpun Ia tidak merasa suka dengan situasi ini. Siapa yang suka dipaksa tidur dengan seseorang yang tidak dicintai. Ia merasa bagaikan binatang yang dipaksa untuk berhubungan hanya untuk bereproduksi mempertahankan kekuasaan dan dinasti kerajaannya.     

Putri Reina dibantu untuk melepaskan pakaiannya satu persatu. Ia lalu mengenakan gaun tidur tipis berwarna putih. Cadarnya sudah dibuka. Dan Ia benar-benar sangat cantik. Ratu Sabrina mertuanya dan Ratu Kulsum ibundanya memberikan minuman kekuatan untuk menjalani malam pertama. "Putri Reina ingat malam ini adalah malam yang menentukan. Kau harus bisa berbuat semaksimal mungkin. Rebut cintanya secepat mungkin. Kau pelajari dengan cepat apa yang disukai nya dan apa yang tidak disukainya. Apakah Pangeran Nizam menyukai gaya malu-malu atau gaya yang binal murahan dari seorang wanita kamu harus mengetahuinya dengan demikian Ia akan terpesona dan luluh hatinya."     

Putri Reina mengangguk wajahnya yang putih merona merah, Ia sangat malu sekaligus takut. Ia takut menghadapi malam pertama, Ia takut menghadapi pangeran Nizam. Ia takut Pangeran Nizam akan memperlakukannya dengan kasar. Ia tentu saja tahu rasa sakit yang akan dideritanya tetapi hal itu akan berkurang kalau Pangeran Nizam memperlakukannya dengan lembut dan seandainya dengan kasar Ia harus bagaimana.     

"Bunda hamba sangat takut.." Tiba-tiba Putri Reina jadi ketakutan. Air matanya menetes. Ibundanya Ratu Kulsum menghapus air matanya. "Jangan takut anakku. Rasa sakitnya tidak banyak hanya sedikit saja. Ananda jangan panik dan melawan, coba saja untuk menikmati."     

Mendengar kata-kata itu Putri Reina malah semakin ketakutan. "Bagaimana kalau nanti Pangeran Nizam malah kasar?"     

"Putri Reina, Apa Ananda sudah melupakan apa tujuan kita tadi. Kalau Ananda hanya memikirkan ketakutan dan kesakitan bagaimana Putri dapat merebut hati Pangeran Nizam?" Kata Ratu Sabrina dengan hati kesal. Putri Reina langsung terdiam, Ia menunduk untuk mengatasi rasa tegangnya.     

"Apapun yang akan dilakukan oleh Pangeran Nizam, hadapi saja dengan tegar. Ananda adalah satu-satunya harapan kami untuk mengembalikan cinta Pangeran Nizam kepada kerajaannya. berbuatlah yang terbaik."     

Ratu Sabrina kembali memberi wejangan kepada menantunya.     

"Ba... bagaimana kalau Ananda nanti menjerit? Apa boleh?'     

Ratu Sabrina menggelengkan kepalanya dengan heran. Ternyata Teori yang cukup tanpa pengalaman memang hasilnya nol besar. Putri Reina bertahun-tahun mempelajari bagaimana cara melayani seorang suami agar bisa memuaskan suaminya. Tetapi malam ini terlihat sekali semua ilmu yang dipelajarinya menguap begitu saja. Yang ada dalam benaknya hanyalah ketakutan.     

"Putri menjeritlah yang kuat kalau memang terasa sakit. tapi kalau bisa tahan saja. Karena itu dapat mengganggu konsentrasi suamimu. Putri Reina mengangguk.     

Tiba-tiba dari luar ada teriakan. " Pangeran Nizam telah tiba.." Wajah Putri Reina menjadi pucat pasi. Ia langsung mencekal lengan ibunya.     

"Bunda..." Putri Reina menahan tangan ibundanya. Ratu Kulsum menggelengkan kepalanya. lalu melepaskan tangan Putri Reina. Dan melangkah keluar meninggalkan putrinya di dalam kamar.     

Pangeran Nizam berdiri di depan kamar pengantin. Ia tahu ibu dan mertuanya ada didalam. Dan benar saja mereka terlihat keluar dari kamar. Ratu Sabrina tersenyum. " Kami akan menunggu disini sampai kau selesai melakukanya, berhati-hatilah. Jangan terlalu menyakiti nya."     

Ibunya yang berbicara tapi Pangeran Nizam mengangguk pada mertuanya. Ia mencium tangannya penuh rasa hormat. Walau bagaimanapun rasa hormat itu harus ada. Setelah itu baru Ia mencium tangan ibundanya.     

"Ibunda titipkan Putri Reina pada yang mulia. Mohon yang mulia bersabar untuk tingkahnya yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan paduka." kata Ratu Kulsum seraya mengelus tangan Pangeran Nizam. Pangeran Nizam tersenyum menepuk tangan yang mengelusnya dengan lembut dan menjawab. " Insha Allah, Ibunda" Pangeran Nizam katanya pelan.     

Para pelayan dan beberapa pengawal berderet di depan kamar pengantin. Ada beberapa peralatan medis yang disiapkan. Ada dokter juga yang berjaga dengan beberapa perawat. Pangeran Nizam hanya mengangkat alis matanya. Ia tentu sudah tahu standar keamanan dimalam pertama. Ketika Ia mau masuk ke dalam ia diikuti oleh pelayan yang membawa baki ditutupi oleh kain merah bersulam emas. Pangeran Nizam tahu persis apa isi baki itu. Ia tidak jadi melangkah masuk.     

" Apa perlu Ananda membawa senjata ke dalam ibunda?? " Tanyanya sambil melirik tajam. Ibunya tergagap menjawab.     

" Ini prosedur dimalam pertama"     

"Apa Ibunda meragukan kesucian Putri Reina? atau Ibunda menginginkan hamba menembak mati Putri Reina kalau ternyata dia memang sudah tidak suci lagi" Tanya Pangeran Nizam masih tetap dengan wajah yang dingin.     

Wajah Ratu Sabrina merah padam. Anak kurang ajar. Ratu Sabrina bersungut-sungut dalam hatinya. Ia benar-benar dibuat kehilangan muka dihadapan besannya.     

Ratu Sabrina melirik pada pelayan yang membawa nampan berisi senjata. Ia memberikan isyarat agar pelayan itu mundur dan tidak mengikuti Pangeran Nizam. Pelayan itu mengangguk dan segera mundur. Ratu Kulsum walaupun tidak berkata apa-apa. Diam-diam Ia menarik nafas lega. Terus terang Ia sangat ketakutan melihat senjata yang akan dibawa masuk kedalam kamar pengantin anaknya. Ia khawatir ada kejadian apa-apa yang mengakibatkan pangeran Nizam gelap mata dan menembak anaknya.     

"Terima kasih ibunda.." Pangeran Nizam memberikan hormat sebelum akhirnya Ia melangkah masuk ke dalam...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.