Hasrat Wanita Bayaran

Sikap Edwards karena kebencian



Sikap Edwards karena kebencian

0Dibalik pelukan itu Edwards masih sesenggukan, tak berapa lama dia melepaskan pelukan dariku dan memegang rambutku secara perlahan. wajahnya terlihat polos sekali, seperti bayi yang belum mengerti apa-apa.     

"Ibu? Ibu kemana saja? kenapa lama sekali baru kembali? aku takut ibu, ibu meninggalkan aku di rumah kosong itu dan aku di sekap oleh orang jahat. Ibu? apakah ibu sudah tidak mencintai aku lagi?." Pertanyaan yang cukup rumit untuk aku balas, apakah sakit yang Edwards alami saat ini adalah kesalahan dari masa lalu? atau memang ada trauma hebat yang Membuatnya jadi begini?     

Dia berkata bahwa ibunya meninggalkan dirinya dan dia di sekap oleh orang jahat? apakah kasus penculikan yang dia alami sewaktu dulu?.     

Tapi kenapa dia memanggil Ibu? Bukankah panggilannya pada Nyonya Anne adalah Mommy?.     

Aku memegang tangannya, lalu mengarahkan tangan itu ke dadaku. dia sempat membuka matanya terkejut, namun aku membalas dengan sebuah senyuman yang manis.     

"Ada hal yang harus ibu lakukan, jadi ibu hanya tidak sengaja meninggalkan dirimu sendirian. maafkan ibu ya? kau mau memaafkan ibu? mau ya?." Kataku pelan, dan dia mengangguk dengan cepat.     

"Ibu.. Ibu tau tidak apa yang terjadi padaku? Saat aku di culik dan di sekap oleh orang jahat? dia berkata Bahwa aku akan mati, aku akan mati dan tidak ada yang bisa menemukan diriku. Tapi aku percaya, aku percaya bahwa ibu akan kembali. Tapi semakin lama aku menunggu ibu, Semakin pupus harapanku. ibu tidak pernah kembali, aku sendirian dan aku hanya bisa menatap langit-langit ruangan yang gelap. Sampai pada akhirnya seorang gadis kecil membuka pintu ruangan dan berkata Bahwa aku harus keluar, gadis itu sangat cantik. Matanya bulat dan senyumannya begitu menawan. Aku ingat jelas saat dia menyodorkan telapak tangannya, aku melihat harapan besar dari tangan kecilnya. saat itulah aku punya semangat hidup lagi, ibu.. Kenapa ibu baru kembali sekarang? apakah jika ibu kembali, semuanya akan baik-baik saja?." Mata Edwards sudah terlihat berbeda.     

sekarang dia menatap mataku dengan tatapan marah, wajahnya memerah dan air mata yang tadinya mengalir sudah mengering begitu saja. aku sempat menelan ludah susah payah karena sedikit takut dengan tatapan matanya itu.     

Tangannya yang tadinya mengelus rambutku perlahan dia menariknya, dari yang lembut hingga dia menarik benar-benar begitu kencang.     

"Edwards!." Kataku sedikit berteriak, aku merasakan kulit kepalaku yang sangat sakit. wajahku menenggak keatas dan aku melihat senyum jahat dari bibir Edwards.     

"Kau jahat ibu! Bagaimana bisa kau meninggalkan diriku!!! kau harus mati! yang pantas mati itu dirimu!!! kau pantas mati!!!." dia terus menarik rambutku dan membuatku memberontak keras agar terlepas. Saat itu juga dia melepaskan jambakan di rambutku, kukira dia akan berhenti. Namun dia malah menarik leherku dan mencekiknya dengan kuat.     

Aku merasa seluruh udara di sekitar menipis, aku menatap matanya yang penuh amarah dan kebencian. aku mengeluarkan setetes air mata, berharap bahwa Edwards bisa sadar dan melepaskan cekikkan di leherku.     

"Ed...Ward... Lepaskan.. lepaskan..." Kataku mencoba untuk memberontak, Tangannya malah Semakin kuat mencekik leherku. saat itu juga aku merasa duniaku runtuh! aku merasa sisa-sisa oksigen di sekitarku hampir habis dan aku merasa bahwa aku akan mati saat ini juga.     

Tanganku sudah berhenti untuk memberontak, aku malah memegang wajah Edwards dan Memberikan senyum yang paling manis. Walaupun aku tau bibirku sudah tidak sanggup melengkung ke atas.     

"Ed... Kau adalah anak baik." Ujarku dengan susah payah, aku Mengelus kepalanya dan menutup mataku. menerima ajal yang sebentar lagi menjemput diriku.     

Aku sudah pasrah, mungkin memang aku akan mati di tangan Edwards. aku tidak mau melawan, aku hanya akan diam saja dan menikmati rasa sakit sebelum kematian diriku.     

Ketika aku sudah benar-benar memejamkan mata, entah kenapa aku tidak merasakan sakit itu lagi. leherku terasa terbebas dan aku bisa bernafas dengan baik. apakah aku sudah mati?     

Aku kembali membuka mata, dan aku melihat wajah Edwards yang seperti semula. Wajahnya Terlihat sedih namun dia tidak mengeluarkan air mata, dia terus menatap mataku. aku tau Bahwa dia sedang bingung, mungkin dia bingung kenapa aku bisa sangat pasrah.     

"Kenapa? Kenapa kau diam saja?." Tanya Edwards, nada suaranya melemah, dia terlihat ketakutan. dia terduduk di tempatnya dan memeluk tubuhnya sendiri, matanya memang masih menatap mataku.     

Tubuhku hanya diam saja, terbaring lemas dan tidak berdaya. aku belum ingin menjawab apa yang di tanyakan oleh Edwards, aku hanya ingin menghirup udara dengan baik sekarang. aku masih merasa sedikit nyeri di leherku.     

"Kenapa? kenapa kau diam saja?. semua orang akan langsung memukul diriku dan mengikatku di atas tempat tidur. bahkan beberapa lainnya membawa diriku ke ruangan kosong dan menyuntikan banyak obat penenang." Kata Edwards lagi, dan aku masih terdiam.     

aku masih terdiam dan berusaha mencari-cari kesadaran diriku yang sempat hilang. aku mencoba untuk bangun, kepalaku sedikit sakit dan rasanya aku seperti terhantam ribuan palu.     

"Karena aku mau kau percaya, aku tidak sama dengan yang lainnya." Aku berkata jujur, entah saat ini Edwards sudah benar-benar sadar atau belum. entah dia masih bersikap aneh atau tidak, karena aku tidak bisa membedakan semua sikapnya untuk saat ini.     

Dia masih memeluk dirinya sendiri, duduk dengan kaki yang ditekuk dekat dada. Tangannya memeluk erat tanpa mau melepaskan. badannya masih telanjang hanya memakai celana pendek saja, Keringat membanjiri tubuhnya yang sempurna itu     

Edwards, kau terlalu sempurna untuk menjadi orang yang aneh.     

Aku merangkak pelan ke arahnya, lalu duduk di depannya dan mengelus lagi rambutnya yang lembut. "Kau sangat baik, Kenapa aku harus memperlakukan dirimu berbeda?." Kataku sekali lagi.     

"Aku jahat, aku sering membunuh banyak orang. aku benci mereka, mereka yang hanya menginginkan uangku saja." Kata Edwards.     

"Tidak ada salahnya kau membenci mereka, tidak ada salahnya kau membunuh mereka. Yang salah adalah kenapa kau harus menyakiti dirimu sendiri dengan semua kebencian itu? kau terlalu jauh menyimpan rasa benci itu Edwards, kenapa? padahal hidupmu sudah baik-baik saja jika kau melupakan hal-hal yang rumit. Kenapa kau mau repot-repot memikirkan orang lain, Padahal kau bisa membuat mereka semua tersakiti tanpa perlu kau pikirkan. Kau tau Edwards? Benci itu akan selalu mengakar hingga ke dasar hati, tidak bisa mati dan terus tumbuh semakin dalam. Dan kau tau apa yang terjadi selanjutnya? Yang terjadi adalah kau akan ikut mati bersama kebencian tersebut. Aku tidak akan menyuruhmu untuk tidak membenci orang-orang itu, tapi aku hanya ingin kau tau. Saat kebencian di hatimu muncul lagi, pegang tanganku dan percaya bahwa aku akan membantumu menjalani Semuanya." kataku dengan tulus.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.