You Are Mine, Viona : The Revenge

Paris in love



Paris in love

Di dalam mobil Fernando nampak tak konsentrasi mengendarai mobilnya, berkali-kali ia melirik ke arah Viona yang duduk disebelahnya. Sementara Viona nampak tak menyadari kalau suaminya sedang melihatnya sejak tadi, ia masih takjub dengan keindahan kota Paris. Deretan bangunan tua di daerah Le Marais nampak berbaris rapi di pinggir jalan dan membuat yang melihat seolah sedang kembali ke beberapa dekade yang lalu, daerah ini disebut-sebut sebagai kota tua Paris yang mempunyai sejarah penting bagi Perancis. Walaupun dulu ia tinggal di Inggris namun Viona tak pernah pergi dari negara itu untuk berlibur. Waktunya ia pakai untuk belajar dan bekerja, jika ada hari libur Viona lebih memilih stanby di rumah sakit menjadi tenaga sukarela di bagian UGD tanpa bayaran sama sekali sampai akhirnya pihak kampus mengetahui apa yang Viona lakukan dan memberikannya apresiasi atas dedikasinya itu.     

Kedua mata Viona terbuka lebar saat melihat tempat yang ia lewati, orang-orang yang sedang berjalan di trotoar sambil bergurau dengan pasangannya semakin membuat suasana menjadi hidup. Fernando membawa mobilnya pergi ke Louvre atau Louvre Museum adalah museum terbesar di dunia dan monumen terkenal yang bersejarah di Paris, Perancis. Bangunan ini terletak di tepi kanan Sungai Seine di arondisemen kesatu. Museum ini bertempat di Istana Louvre, awalnya dibangun sebagai benteng saat akhir abad ke-12 di bawah pemerintahan Philip II. Sisa-sisa benteng indah terlihat di ruang bawah tanah dari museum.     

Saat pertama melangkahkan kakinya di bagian luar Louvre museum Viona sudah dibuat takjub dengan keindahan interior bangunan tua itu. Sebenarnya jarak dari Inggris ke Perancis tidaklah terlalu jauh namun ia benar-benar tak punya waktu dulu untuk datang ke negeri indah ini, karena kesibukannya dan ia menyesalinya karena melewatkan untuk tau tempat seindah Louvre museum yang saat ini ia kunjungi.     

"Indah sekali, pantas saja orang-orang senang datang ke tempat ini," ucap Viona pelan sambil menyentuh bangunan luar museum.     

"Kau tak pernah datang kemari?" tanya Fernando pada Viona sambil tak melepaskan pandangannya dari dada Viona yang beberapa kali terlihat jelas oleh kedua matanya, ia masih penasaran dan ingin memastikan sesuatu dengan bralette yang sedang dipakai oleh istrinya itu.     

"Nope, aku terlalu sibuk di rumah sakit untuk belajar. Jadi tak ada waktu untukku pergi ke tempat seindah ini dan kini aku menyesalinya baru melihatnya sekarang," jawab Viona dengan cepat.     

"Selama di Inggris kau tak mungkin kan tak keluar dari kota London?" tanya Fernando kembali sambil mengikuti langkah Viona.     

"Tentu saja aku keluar dari London, banyak kota yang aku kunjungi selama aku di Inggris. Namun kunjunganku ke kota-kota itu adalah untuk bekerja bukan berlibur," jawab Viona pelan, bayangan tentang apa yang sudah ia lewati di London selama bertahun-tahun kembali terlintas dalam ingatan Viona secara tiba-tiba.     

"Sepertinya aku benar-benar sudah melewati masa remaja yang indah itu, masa-masa yang tak akan terulang lagi dalam kehidupan setiap manusia," imbuh Viona tiba-tiba dengan suara parau menahan haru, Viona kini menyadari betapa kerasnya dulu usahanya untuk meraih gelar dokter di negara asing dengan usaha sendiri.     

Biaya yang dikeluarkan untuk menjadi seorang dokter pun tak sedikit, untung saja dulu ibu Maria memberikan tabungan dan uang hasil penjualan panti asuhan padanya jadi Viona sedikit tertolong dengan itu. Sampai akhirnya ia bertemu dengan Amina dan Jenny lalu membuka kedai muffin yang turut membantunya dalam masalah pembayaran kuliahnya yang luar biasa. Sebuah pelukan hangat dari Fernando membuat Viona tersadar bahwa saat ini ia tak sendirian lagi, ia memiliki Fernando disampingnya.     

"I'm here, i'm here right now. You are not alone anymore," bisik Fernando pelan sambil mencium leher Viona.     

"Rasanya baru kemarin aku melewati semuanya sendiri hikss..rasanya baru kemarin aku berlari-lari di lorong rumah sakit membantu para dokter untuk melakukan pemeriksaan, rasanya baru kemarin aku hiks hiks…"     

"Akhhh stopp please, stop babe. I can't see you crying like this," ucap Fernando dengan cepat memotong perkataan Viona.     

Mendengar perkataan Fernando justru membuat Viona semakin tak bisa menahan air matanya yang menerobos keluar dari kedua mata indahnya, ia baru menyadari betapa beratnya hidup yang ia jalani dulu. Sampai akhirnya ia tak memiliki kenangan indah apapun sebelum bertemu Jenny dan Amina yang membuat hidupnya berwarna. Getaran dari tubuh Viona menandakan kalau ia benar-benar sangat sedih dan hal itu membuat Fernando kesal, ia merasa tak berguna karena kini justru membuat Viona menangis seperti ini.     

"Kalau kau terus menangis seperti ini, lebih baik kita kembali ke hotel dan tidak pernah keluar dari hotel sampai sepuluh hari kedepan," ucap Fernando kembali mengancam Viona.     

"A-aku tak menangis, memangnya siapa yang menangis," jawab Viona tergagap sambil menyeka air matanya, sepuluh hari ada di hotel tanpa pergi keluar bersama Fernando pasti akan membuatnya selalu ada di atas tempat tidur.     

"Benarkah kau tak menangis?" tanya Fernando pelan sambil mengeratkan pelukannya pada Viona.     

"Yes, look i'm not crying" jawab Viona dengan cepat sambil menatap Fernando.Fernando tertawa melihat apa yang dilakukan oleh istrinya, dengan perlahan ia menyeka air mata yang masih tersisa di wajah Viona menggunakan jemarinya dengan perlahan.     

"Mau melanjutkan jalan-jalan kita atau pulang ke hotel?" tanya Fernando lembut.     

"No, aku mau jalan-jalan. Aku belum mau pulang ke hotel," jawab Viona dengan cepat.     

"Ok, kalau begitu ayo kita ambil foto di depan Louvre Piramida. Bangunan itu adalah yang paling populer di museum ini," ucap Fernando pelan memberikan saran pada sang istri.     

"Ayo...aku dengar memang Piramida kaca itu yang terbaik di tempat ini," sahut Viona penuh semangat.     

Fernando pun tersenyum mendengar perkataan Viona mereka lalu berjalan menuju ke Louvre Piramida yang merupakan pintu masuk utama menuju ke Louvre museum, tak lama kemudian Viona dan Fernando akhirnya sampai di Louvre piramida. Karena Fernando melarang Viona untuk membawa ponsel akhirnya mereka berfoto menggunakan kamera yang sejak tadi tergantung di leher Fernando, mereka mengambil foto bersama setelah meminta bantuan dari turis lainnya. Belum puas berfoto di depan Louvre piramida Viona berpindah ke Piramida terbalik yang tak jauh dari Piramida pertama, banyak pengunjung lainnya yang berfoto di dua ikon museum Louvre itu sehingga harus membuat Fernando dan Viona bersabar menunggu giliran.     

Baru kali ini seorang Fernando Grey Willan menunggu antrian untuk berfoto di sebuah tempat, padahal selama ini dirinya lah yang menjadi objek buruan dari para wartawan selama di Kanada. Setelah menunggu selama hampir lima belas menit akhirnya Viona dan Fernando bisa berfoto di piramida terbalik itu, tentu saja lagi-lagi karena meminta bantuan dari pengunjung lainnya mereka bisa berfoto bersama. Setelah puas berfoto mereka berdua akhirnya masuk ke dalam museum setelah membeli karcis di loket, berada di dalam museum membuat Viona takjub. Ia mengagumi peninggalan pemerintah Perancis di masa lalu itu, banyaknya objek wisata dan benda-benda berharga di museum itu menjadi daya tarik bagi pengunjung lainnya.     

Salah satu yang menjadi di objek yang menjadi primadona dan menjadi buruan para pengunjung adalah lukisan Monalisa karya Leonardo da Vinci yang terpajang di sebuah dinding di balik dinding kaca yang dijaga ketat oleh petugas.     

"It's beautiful," gumam Viona lirih saat melihat lukisan Mona Lisa dari dekat.     

"Semua keindahan di dunia ini tak ada apa-apanya dimataku dibandingkan denganmu," bisik Fernando lirih sambil mencium leher Viona dari belakang.     

"Fernando stop akhhh...ini ditempat umum!!" ucap Viona tergagap saat merasakan lidah Fernando menyentuh tengkuknya yang membuat dirinya mendadak lemas.     

"Let's get out of here ... I don't want to share you with the others," sahut Fernando pelan sambil meremas bokong Viona.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.