You Are Mine, Viona : The Revenge

Pelukan terakhir



Pelukan terakhir

0Dengan menggunakan helikopternya Fernando pergi bersama Justin menuju desa Elora, dengan berat hati ia memilih meninggalkan Viona. Fernando tak tega membangunkan Viona yang baru saja tidur, ia lebih memilih untuk dimaki-maki oleh sang istri ketimbang harus membuat Viona kembali merasakan sakit saat ia bangun.     

"Tenang saja tuan, Harry sudah sampai di apartemen. Dia akan menjaga nyonya dengan baik," ucap Justin pelan mencoba menenangkan Fernando yang terlihat sangat tak tenang.     

"Benarkah? Bagaimana dengan dokter apakah sudah ada dokter yang datang?" tanya Fernando tanpa jeda.     

"Sudah tuan, tadi Harry sudah datang bersama profesor Erick," jawab Justin dengan cepat.     

Mendengar nama profesor Erick disebut membuat Fernando tenang, profesor Erick adalah dokter kandungan Viona tahun lalu. Dia yang memeriksa kondisi kandungan Viona dulu ketika ia masih hamil sebelum peristiwa berdarah itu terjadi.     

Karena perjalanan masih lama Fernando akhirnya memilih untuk tidur, ia sudah sepenuhnya yakin pada Justin. Sudah hampir lima tahun Justin mahir mengendarai helikoper sama seperti Harry, Fernando memang sengaja meminta kedua asistennya itu belajar mengendarai helikopter. Sehingga jika ada saat-saat seperti ini mereka berdua bisa diandalkan, walau sebenarnya Fernando jauh lebih mahir mengendarai helikopter. Sejak usia lima belas tahun ia sudah mahir mengendarai pesawat cesna, sehingga sangat mudah baginya untuk mengendarai helikopter. Justin hanya tersenyum melihat sang tuan tidur, ia kemudian fokus berkonsentrasi mengendarai helikopter menuju ke desa Elora.     

Setelah perjalanan hampir satu jam dua puluh menit helikopter Fernando akhirnya sampai di halaman panti asuhan kasih, tempat tujuan mereka. Saat helikopter mulai mendarat banyak anak-anak panti yang berhamburan, mereka merasa takjup saat melihat helikopter mahal milik Fernando itu. Namun karena berbahaya akhirnya Adam meminta bantuan Stefi sang tangan kanan untuk mengurus adik-adiknya agar tak mendekati lapangan yang dijadikan helipad sementara oleh Justin. Steffi yang terpesona dengan ketampanan Fernando nampak tak bisa berkata apa-apa saat melihat Fernando turun dari helikopter, rahang keras dan hidung mancung yang terpasang kacamata hitam dengan gaya rambut yang sedikit berantakan benar-benar membuat Fernando bak pangeran. Jadi tak heran jika Steffi sampai terpesona, bahkan bukan hanya steffi yang tak bisa berkata-kata saat melihat Fernando. Para wanita lainnya yang datang pun nampak sama seperti Steffi, mereka tak bisa mengusai diri karena terpesona ketampanan Fernando.     

Fernando nampak tak perduli ketika melihat banyak wanita yang mengambil gambarnya memalui ponsel pintar mereka meneruskan langkah kakinya menuju panti asuhan kasih bersama Justin yang berjalan disampingnya, ia melepaskan kacamata hitamnya saat sampai didepan pintu panti asuhan dimana Adam sedang berdiri.     

"Aku turut berduka cita dokter Adam," ucap Fernando pelan.     

"Terima kasih tuan Fernando," jawab Adam singkat, ia masih melihat ke arah Helikopter yang sedang parkir dilapangan seperti menunggu sesuatu.     

Fernando hanya tersenyum ketika melihat Adam, ia langsung paham dengan tatapan mata Adam.     

"No dokter istriku tak ikut, aku hanya datang berdua dengan Justin," ucap Fernando pelan sambil tersenyum, setelah berkata seperti itu Fernando kemudian masuk kedalam panti asuhan dimana ibu Agnes sedang duduk disamping peti dimana ibu Debora terbaring.     

Emosi Adam langsung terbakar saat mendengar perkataan Fernando, ia tak menyangka Viona tak ikut datang. Walau pada awalnya ia tak ingin mengabari Viona namun saat tau kalau Fernando datang ia mengharapkan kedatangan Viona juga, namun sepertinya harapannya hanya sia-sia. Rasa kecewa dan marah bercampur aduk di dalam dirinya saat ini, ia ingin sekali mengusir Fernando pergi dari panti asuhan namun ia tak bisa melakukan itu karena banyak orang yang hadir untuk memberikan penghormatan terakhir pada ibu Debora. Adam tak mau merusak citra sang ibu jelek dimata para pelayat yang datang, dengan menahan emosi Adam masuk kedalam panti asuhan saat pendeta ingin menutup peti mati ibu Debora karena acara pemakanan akan dimulai.     

"Terima kasih bu, walau aku tak terlahir dari rahimmu tapi kau sudah memberikan aku kasih sayang yang luar biasa," ucap Adam lirih sambil membelai wajah ibu Debora untuk yang terakhir kalinya dengan wajah berlinang air mata.     

"Adam...sudah nak, jangan menangis lagi. Kasian ibu Debora kalau kita terus menangisinya," bisik ibu Agnes terbata mencoba untuk menenangkan Adam.     

"Iya bu aku tau, aku hanya belum siap saja berpisah dengan ibu. Aku belum sempat membahagiakannya bu, aku belum sempat membuatnya senang. Aku masih belum bisa menjadi anak yang baik...aku belum bisa..."     

Adam tak dapat menyelesaikan perkataannya karena dipeluk oleh ibu Agnes, ia lalu menangis dalam pelukan ibu Agnes yang juga sedang menangis.     

Melihat pemandangan seperti itu membuat Fernando terpaksa menyeka air yang menggenangi kedua matanya, walau ia seorang pria namun tetap saja ia sedih. Sisi terdalamnya sebagai manusia terusik melihat pemandangan seperti ini, perlahan Fernando mendekati peti mati ibu Debora yang akan ditutup. Fernando memberikan penghormatan terakhirnya pada wanita yang sangat baik itu sambil mengucapkan terima kasih karena mau menjaga Viona saat berpisah dengannya.     

"Kau tenang saja bu, Viona tak akan kubiarkan pergi lagi," ucap Fernando dalam hati untuk yang terakhir kalinya.     

Setelah Fernando memberikan penghormatan terakhir peti mati itu pun ditutup dan segera dibawa menuju ke area pemakaman yang sudah ditentukan sebelumnya, dengan berjalan kaki Fernando dan Justin mengiringi ibu Debora menuju ke tempat peristirahatan terakhir kalinya. Karena area pemakaman yang tak terlalu jauh alhasil mereka hanya membutuhkan waktu lima belas menit untuk sampai ke rumah baru ibu Debora.     

"Karena semuanya sudah memberikan penghormatan dan kata-kata terakhir maka kita kan mulai untuk memasukkan peti jenasah ini, untuk itu saya minta semuanya untuk sedikit menjauh dari liang lahat supaya tak menghambat petugas yang akan menurunkan peti jenasah ke dalam tanah," ucap seorang pendeta yang memimpin upacara pemakaman.     

Mendengar perkataan sang pendeta semua orang yang hadir di area liang lahat mulai mundur menjauh supaya para petugas tak kesulitan untuk menurunkan peti jenasah, saat peti jenasah akan diturunkan ke liang lahat menggunakan tali tiba-tiba terdengar teriakan seorang wanita dengan sangat keras membuat semua orang menoleh ke arah sumber suara termasuk Fernando dan justin yang berdiri tak jauh dari pendeta.     

"T-tunggu...jangan jangan makamkan ibuku...aku belum melihatnyaaa...." teriak seorang wanita cantik berwajah pucat berlari dengan air mata berlinang bertelanjang kaki menuju ke area makam.     

"Viona," ucap Fernando tak percaya ketika melihat istrinya datang, dengan cepat Fernando keluar dari kerumunan. Ia berusaha mendekati Viona yang sedang berlari menuju makam disusul Harry yang berlari dibelakangnya.     

Saat Viona hampir sampai ke area makam Fernando langsung memeluk Viona dengan erat, ia tak mau istrinya datang ke area makam dengan kondisi seperti itu. Apalagi saat ini Viona tak menggunakan alas kaki apapun, Fernando tak mau kaki sang istri terluka.     

"B-biarkan aku melihat ibuku Fernando...awasss lepaskan aku hikss...lepaskan akuu.." tangis Viona histeris.     

"Aku akan mengajakmu ke makam tapi jangan begini, jangan menangis seperti ini. Kau harus tenang," jawab Fernando pelan mencoba menenangkan Viona yang sedang menangis histeris.     

"Ibu..ibuku Fernando...aku harus melihatnya," isak Viona terus menangis.     

"Iya, kita kesana tapi jangan menangis. Lihatlah kakimu kotor, tenangkan dirimu aku akan mengajakmu ke sana melihat proses pemakaman," jawab Fernando lembut.     

Viona hanya diam mendengar perkataan sang suami, ia tak punya tenang untuk bicara. Semua suaranya sudah habis pasca menangis selama satu jam dalam perjalanan menuju Elora di helikopter sebelumnya, melihat Viona sudah lebih tenang Fernando menggendong Viona ala bridal style menuju area pemakaman dimana peti mati ibu Debora dinaikan lagi atas perintah ibu Agnes. Ia ingin agar Viona bisa menyentuh peti itu sebelum dimakamkan.     

Dengan perlahan Fernando menurunkan Viona disebelah peti mati ibu Debora,ia membiarkan Viona memeluk peti itu untuk terakhir kalinya. Dengan air mata berlinang Viona memeluk peti kayu indah itu dimana jasad ibu Debora terbaring didalamnya, tak lama kemudian sang pendeta pun meminta petugas untuk menurunkan peti itu kedalam liang kubur. Fernando dengan cepat memeluk tubuh Viona saat peti mati itu di turunkan ke dalam tanah, tangis Viona masih terdengar jelas membuat siapapun ikut sedih termasuk Fernando yang terlihat sekuat tenaga menahan diri agar tak menangis.     

"Terima kasih ibu, terima kasih sudah menjadi penyelamat Anji. Sampaikan salamku untuk ibu Maria, katakan Anji baik-baik saja disini. Selamat tinggal ibuku...selamat jalan wanita hebatku," isak Viona lirih terbata-bata.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.