You Are Mine, Viona : The Revenge

Skakmat



Skakmat

0Viona duduk di sofa baru yang ada diruang tamu sambil memegang majalah, ia hanya memegangnya tanpa membaca. Bertemu dengan Fernando selama dua hari berturut-turut membuatnya merasa aneh ketika hari ini ia tak melihat pria itu lagi, sejak pulang bekerja Viona seperti sedang menunggu sesuatu diruang tamu. Berkali-kali ia menoleh ke arah jalan saat mendengar suara mobil yang lewat, namun setelah mobil mobil yang ia lihat itu pergi raut kekecewaan langsung hadir diwajahnya.     

Ibu Debora yang sedang duduk diruang kerjanya hanya tersenyum melihat tingkah Viona, ia tak mau membuka suara sebelum Viona bercerita terlebih dulu padanya mengenai Fernando. Ibu Debora tak mau merusak rencana yang sudah ia buat, walau berjalan lambat namun baginya itu lebih baik ketimbang ia harus terburu-buru dan hasilnya justru malah tak sesuai harapannya. Maka dari itu ia membiarkan Viona melakukan apappun yang ia mau, karena hari sudah hampir senja ibu Debora keluar dari ruang kerjanya. Dengan menggunakan tongkat jalannya ibu Debora mendekati Viona dan duduk disamping anak kesayangan mendiang kakak angkatnya itu.     

"Kadang kita akan merasakan bahwa seseorang itu berharga ketika ia sudah tak ada disamping kita lagi," ucap ibu Debora pelan.     

"Ibu…     

"Ibu tau nak, pasti sulit bagimu. Tapi percayalah setiap orang mempunyai kesempatan kedua untuk berubah," sahut ibu Debora sambil tersenyum.     

"Entahlah bu, aku hanya masih sulit untuk memaafkannya. Setiap mengingat kejadian itu rasanya baru terjadi kemarin malam bu, rasa sakit di perutku waktu itu tak sebanding dengan sakit dihatiku," ujar Viona mencoba untuk berbicara jujur.     

"Bagaimana kalau dia justru lebih menderita darimu sayang?" tanya ibu Debora tiba-tiba.     

Viona yang sedang menunduk langsung mengangkat wajahnya dan menoleh ke arah ibu asuhnya itu dengan penuh tanda tanya.     

"Bicaralah…karena dengan bicara semua kesalahpahaman akan selesai nak, percayalah bukan hanya kau yang menderita anakku," bisik ibu Debora pelan sambil membelai wajah Viona dengan lembut, setelah  berkata seperti itu ibu Debora bangun dari sofa dan berjalan pelan menuju kamarnya yang tak jauh dari ruang tamu meninggalkan Viona seorang diri.     

Saat berjalan menuju kamarnya ibu Debora tersenyum, ia semakin yakin bahwa putrinya itu masih sangat mencintai suaminya. Dari sorot mata Viona ia bisa melihat rasa cinta Viona masih sangat besar untuk Fernando, hanya saja ia berusaha menyembunyikannya karena rasa egoisnya yang tinggi. Oleh karena itu ibu Debora berencana membuat Viona terbuka pelan-pelan, ia yakin rencananya akan berhasil karena diantara Viona dan Fernando masih diikat cinta yang begitu besar walau saat ini masih ada sekat penghalang yang dibuat oleh Viona tapi ibu Debora yakin sekat itu akan memudar dengan cepat.     

Setelah sang ibu pergi Viona kembali diam, otaknya mencerna perkataan sang ibu yang terakhir. Ada rasa sakit dalam hatinya saat mendengar perkataan itu dari sang ibu, ia masih tak percaya kalau Fernando juga menderita sepertinya. Pria sombong, arogan dan semena-mena seperti Fernando tak mungkin punya perasaan itu, ia adalah pria paling kejam yang Viona kenal. Pertemuan malam disaat Fernando menyelamatkannya dari Lexi pun sudah menunjukkan betapa arogannya pria itu, jadi Viona menyangsikan perkataan sang ibu yang mengatakan kalau Fernando menderita juga sama seperti dirinya.     

"Tapi kenapa hatiku sakit saat mendengar perkataan ibu tadi, padahal belum tentu yang dikatakan ibu benar," ucap Viona lirih sambil mencengkram dadanya yang tiba-tiba terasa sakit, Viona kemudian memejamkan matanya mengingat Fernando yang ia temui dua hari terakhir ini.     

Fernando memang terlihat lebih kurus dari terakhir kali ia melihatnya sepuluh bulan lalu, untuk orang lain mungkin tak akan menyadarinya namun untuk seseorang yang tinggal serumah dengan Fernando ia sangat hafal dengan tubuh Fernando. Bahkan ketika kemarin Fernando membuka pakaiannya ketika selesai mengangkut barang-barang dari dalam mobil ke panti asuhan Viona bisa melihat komposisi otot dada dan otot perut Fernando tak seperti dulu, walaupun sebenarnya tak ada perubahan besar di tubuh Fernando yang berarti namun Viona bisa tau kalau masa otot Fernando sedikit menyusut.     

"Akh kenapa tiba-tiba aku merasa gerah, lebih baik aku mandi. Hari sudah hampir malam," ucap Viona dengan cepat saat menyadari tubuhnya menjadi panas saat mengingat tubuh Fernando, Viona berusaha menekan perasaan rindunya itu dalam-dalam di hatinya.     

Viona tak menyadari bahwa semakin ia mencoba membuang rasa rindunya itu semakin kuat pula perasaan itu bercokol dalam dirinya, entah apa yang membuatnya masih sekeras kepala itu menyakinkan dirinya bisa tanpa Fernando padahal bahasa tubuhnya saja sudah menunjukkan kalau ia sudah sangat tak bisa menahan kerinduan itu lagi.     

"Kenapa kau harus datang lagi Fernando, rasanya sangat sulit melupakanmu saat aku sudah melihatmu lagi," ucap Viona dalam hati, ia membiarkan air dingin yang mengalir dari shower membasahi tubuhnya yang masih menggunakan pakaian lengkap.     

"Arrggghhh aku membencimu Fernando…sangat membencimu hu hu hu…."      

Tangis Viona akhirnya pecah, ia sudah tak bisa menyembunyikan lagi perasaannya . Kebencian dalam hatinya mendadak memudar  saat  ia mengingat bagaimana Fernando menatapnya dengan tatapan sendunya yang menyakitkan.     

Sementara itu di rumah sakit Global Bross Fernando masih sibuk di laboratorium bersama profesor William, ia menunggu dengan sabar seorang petugas yangberkompeten untuk mengecek kandungan obat penggugur kandungan yang ada di dalam botol permen Viona. Fernando sengaja menyimpan obat itu di rumah sakit saat ia tak berhasil menemukan siapa pelaku yang kejam menyelakai Viona, namun saat ini strateginya ia rubah. Ia tak lagi berfokus mencari sisa sidik jari di botol itu, ia kini berusaha mencari tau kandungan dalam obat itu dengan harapan jika kandungannya diketahuin Fernando bisa mencari siapa peraciknya pertama kali dan siapa pemesannya. Walau rencananya ini sangat kecil kemungkinan berhasil, namun Fernando tetap berusaha mencarinya sambil mencari cara untuk meminta Viona agar mau memberitahukan siapa yang ia temui malam itu di toilet.     

"Akan sangat sulit melacak siapa pemesannya Fernando, ini adalah obat yang legal. Kita tak bisa mencari satu persatu Fernando," ucap profesor William pelan, ia sudah tau kalau usaha yang sedang mereka lakukan ini adalah sebuah usaha sia-sia yang tak akan membuahkan hasil.     

"I know Will, aku hanya ingin memastikan sesuatu saja," jawab Fernando sambil  tersenyum, ia tak mengalihkan pandangannya dari layar ponsel miliknya yang tersambung dengan CCTV yang ada di panti asuhan kasih. Fernando sudah meminta ijin pada ibu Debora untuk memasang CCTV itu disana supaya ia bisa melihat apa yang dilakukan Viona selama ia tak datang ke panti asuhan.     

"Memastikan apa?" tanya porfesor William penasaran.     

"Jika orang itu terbiasa memakai obat racikan seperti ini, tak menutup kemungkinan ia akan menggunakan obat yang lain untuk melancarkan aksi jahatnya yang lain," jawab Fernando dengan cepat.     

Deg     

Profesor William langsung terdiam mendengar perkataan Fernando, ia lalu mengacungkan satu jempolnya ke arah Fernando dengan cepat. Ia yang seorang dokter berpengalaman saja tak punya fikiran ke arah sana, ia semakin salut dengan kejeniusan sahabatnya itu.     

Tak lama kemudian dua orang petugas lab yang diperintah Fernando meneliti kandungan obat penggugur kandungan itu selesai melaksanakan tugasnya, ia lalu memberikan Fernando laporan. Fernando tersenyum membaca laporan yang diberikan petugas lab itu, ia kini semakin yakin bahwa pelakunya adalah orang yang paham dengan obat seperti dugaan awalnya.     

"Sedikit lagi honey, sedikit lagi aku akan membawa pelakunya padamu. Akan kupastikan ia membusuk di penjara selama-lamanya," ucap Fernando lirih.     

Profesor William tersenyum tipis mendengar perkataan Fernando, ia senang karena sahabatnya itu sudah kembali seperti dulu. Saat sedang focus membaca hasil laporan tiba-tiba pintu laboratorium dan masuklah Anastasia bersama Alisha dan disusul profesor Dexter dibelakang.     

"M-maaf tuan, saya tak tau kalau ada orang dilaboratorium," ucap Alisha dengan cepat sambil merapikan rambutnya.     

"Iya maaf tuan kami kira disini kosong," imbuh Anastasia lirih menimpali perkataan sepupunya yang sedang mencengkram tangannya dengan kuat.     

Fernando menarik nafas panjang, ia lalu menoleh ke arah profesor Dexter dengan tatapan tajam. Perlahan ia bangun dari kursinya dan merapikan jas mahalnya, lalu berjalan mendekati kearah pintu dimana kedua gadis itu berdiri bersama profesor Dexter.     

"Cara yang kau lakukan adalah cara paling murahan nona Alisha," ucap Fernando dingin sambil menatap tajam ke arah Alisha.     

Bersambung       


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.