You Are Mine, Viona : The Revenge

Ketakutan seorang ayah



Ketakutan seorang ayah

0Fernando akhirnya menyerah, ia tak membiarkan Viona mengganti popok Abby dan Aaric yang kotor. Awalnya dengan penuh percaya diri ia ingin mengganti popok kedua anaknya, namun begitu menyentuh kaki Abby mental Fernando langsung drop. Ia tak berani mengganti popok Abby karena takut melukai anaknya yang masih sangat rentan itu.     

"Katanya kau mencintai anak-anak? Masa mengganti popoknya saja tidak bisa,"ejek Viona pelan sambil memasang perekat pada popok yang baru ia kenakan pada tubuh Abby.     

"A-aku memang sangat mencintai mereka tapi kalau untuk mengganti popok aku belum berani, lagipula taraf ukur mencintai anak-anak tidak dilihat dari bisa atau tidak mengganti popok babe,"jawab Fernando ketus mencoba membela diri.     

"Lalu bagaimana bisa anak-anak mencintaimu kalau kau saja tidak mau melakukan tugas paling dasar yang sangat mudah ini Fernando?"tanya Viona kembali.     

"Me-memangnya aku harus bisa ya?"tanya balik Fernando tergagap.     

"Tentu saja, kau ini bagaimana. Kau ayahnya, kau harus bisa melakukan hal yang paling mudah itu. Jangan sampai kau kehilangan momen ini Fernando, apalagi jika sampai para profesor itu…"     

"Para profesor? Sebenarnya apa yang ingin kau katakan ini?"Fernando langsung memotong perkataan Viona dengan cepat.      

"Tunggu sebentar, biarkan aku menyelesaikan pekerjaanku ini. Nanti baru aku jelaskan semuanya padamu,"jawab Viona singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari Aaric yang sedang ia ganti popoknya.      

"Baik, aku akan menunggu."     

Viona tersenyum mendengar perkataan Fernando, ia lalu berkonsentrasi mengganti popok basah anak keduanya dengan penuh kasih. Dengan penuh kehati-hatian Viona membersihkan bokong dan area paha Aaric yang basah menggunakan handuk kecil yang lembut, Viona tak mau terlalu banyak menggunakan tisu basah pada tubuh anaknya. Ia tak mau Abby dan Aaric terkena banyak bahan kimia, karena itu disamping tempat tidur kedua anak kembarnya itu sudah tersedia setumpuk handuk kecil bersih yang super lembut yang dipersiapkan untuk membersihkan tubuh Abby dan Aaric.      

Setelah memastikan kedua putranya kembali nyaman Viona lalu merapikan popok bekas pakai kedua anaknya ke dalam tempat sampah khusus yang akan segera dibuang begitu sudah berisi cukup banyak popok, sebenarnya Viona tak mau menggunakan popok untuk kedua anaknya. Ia tak mau menambah jumlah sampah yang akan mengotori bumi, akan tetapi karena popok yang ia beli adalah popok yang mudah mengurai dengan tanah akhirnya Viona memakai popok berinovasi baru itu untuk kedua anaknya yang bisa menghabiskan sepuluh popok perhari dan Viona benar-benar terbebani akan hal itu. Karena itulah ia mencari popok yang ramah lingkungan, setelah membersihkan tangannya menggunakan sabun khusus Viona lalu mendekati Fernando yang duduk di sofa menatap si kembar yang tengah tertidur pulas.      

"Sudah?"     

Viona menganggukan kepalanya sambil tersenyum, ia lalu memberikan sebotol air mineral dingin pada Fernando yang langsung menerima dan menenggaknya sampai habis setengah botol.     

"Apa yang ingin kau bicarakan tadi?"Fernando langsung memulai pembicaraan tanpa basa basi.     

Alih-alih menjawab pertanyaan dari Fernando secara langsung Viona justru menyeka air yang menempel di leher sang suami.      

"Babe, jangan memancingku. Kau tahu kan aku sudah lama tak melakukan itu padamu, jangan buat aku gila,"ucap Fernando dengan cepat sambil menahan tangan Viona yang masih ingin menyeka lehernya.      

Wajah Viona memerah seketika. "Aku tak memancingku, memang aku melakukan apa? Aku hanya menyeka sisa air yang menempel di lehermu saja,"jawab Viona membela diri.      

Fernando mendekatkan wajahnya ke pipi Viona yang sudah bersemu merah. "Kau tahu kemana arah pembicaraanku ini sayang, please jangan lanjutkan atau kau harus berusaha keras untuk menenangkannya jika ia sudah terbangun dari tidur panjangnya,"bisik Fernando lirih.      

Hawa panas dari mulut Fernando langsung mendarat di leher Viona dan membuatnya menggelinjang kegelian.      

"Babe, akhh.. please noo...aku belum sembuh. Jahitanku belum sepenuhnya kuat,"ucap Viona tergagap.     

Fernando langsung menutup mulut Viona agar tak bersuara lagi, ia tak kuat mendengar desahan Viona yang ia rindukan."Aku tahu kau juga rindu padaku, tapi tolong jangan pancing aku. Aku tak mau menyakitimu, jadi jangan macam-macam padaku. Kau tak tahu bagaimana buasnya singa yang sudah berpuasa lebih dari tiga bulan babe."     

Wajah Viona terasa semakin panas mendengar perkataan suaminya, dengan cepat ia melepaskan diri dari pelukan Fernando dan segera duduk menjauhnya yang membuat Fernando tertawa geli.      

"Ayolah bicara, jangan nakal lagi,"     

"Siapa yang nakal? Kau yang nakal Fernando bukan aku!!"sahut Viona ketus.      

Fernando tertawa mendengar perkataan istrinya yang menggemaskan itu, beruntung ia tak terlalu terpancing akan tindakan Viona sebelumnya sehingga ia tak terlalu tersiksa saat ini. Meskipun tak haus Fernando lalu meraih botol air mineral yang ada diatas meja dan langsung menghabiskannya tanpa sisa.      

"Bicaralah aku siap mendengarkannya babe,"ucap Fernando pelan.      

Viona yang belum sepenuhnya bisa menguasai dirinya terlihat menarik nafas panjang berkali-kali, tak lama kemudian ia pun mulai bicara serius. Tanpa melakukan kontak fisik dengan Fernando, niatnya untuk menjahili suaminya justru berbalik menjadi boomerang untuknya sendiri. Selama Viona bicara Fernando tak menyela sama sekali, ia mendengarkan dengan serius kata demi kata yang terucap dari bibir istrinya. Sesekali Fernando mengeraskan rahangnya saat mengetahui ternyata kedua sahabatnya sudah berani melakukan banyak kontak fisik dengan kedua anaknya yang mana ia sendiri belum berani melakukan hal yang sama.      

"Darimana kau tahu semua itu?"tanya Fernando dingin.     

"Pelayan, mereka mengatakan semuanya tadi saat bertemu denganku dan aku mohon kau jangan marah pada profesor William dan profesor Dexter beserta istri-istri mereka. Mereka melakukan itu karena merasa rindu pada anak-anaknya yang sudah tiada dan kenapa aku mengatakan ini semua padamu, aku ingin kau belajar Fernando. Kau harus bisa melakukan apa yang mereka lakukan, kau tak mau kan Abby dan Aaric lebih dekat pada uncle dan aunty nya?"     

Brak! Fernando memukul sofa dengan keras.      

"Tentu saja tidak, aku tak akan membiarkan hal itu terjadi. Baiklah kalau begitu aku akan larang mereka bertemu anak-anakku saja kalau begitu supaya mereka tak bisa…"     

"Jangan Fernando, itu bukan jalan keluarnya. Kalau kau melakukan itu maka kau akan membuat mereka sedih, merasa hanyalah para calon orang tua yang rindu pada anak-anaknya. Kalau kau melarang mereka bertemu Abby dan Aaric itu sama saja kau menyakiti hati mereka lagi, maksudku bicara seperti ini padamu juga bukan karena ingin melihatmu melarang mereka datang. Aku berkata seperti ini padamu karena aku ingin kau melakukan hal yang sama, kalau kau ingin membuat anak-anak dekat denganmu kau harus membuat ikatan dengan mereka sedini mungkin. Seperti yang kau lakukan saat bertemu anak-anak pertama kali di rumah sakit dengan melakukan skin to skin, nah karena mereka sudah ada di rumah sekarang yang harus kau lakukan adalah mendekatkan dirimu dengan mereka. Ingat Fernando seribu hari pertama kehidupan anak-anak merupakan periode emas yang dapat menentukan tumbuh kembang kesehatannya kelak. Pada periode ini, pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental anak-anak akan berlangsung sangat pesat, selain dari makanan dan semua asupan lainnya yang harus diperhatikan pada masa ini adalah ikatan antara orang tua dan anak. Bagian ini juga sangat penting Fernando, karena itulah aku ingin kau lebih dekat dengan anak-anak di masa golden age mereka ini. Oleh karena itu aku minta padamu untuk tidak lagi merasa takut apalagi jijik ketika mengurus mereka, karena percayalah setiap sentuhan dan perhatian yang kau berikan pada mereka akan sangat berarti sekali. Meskipun saat ini Abby dan Aaric belum bisa berbicara atau mengucapkan terima kasih kepadamu tapi percayalah mereka pasti tahu kalau ayahnya sangat mencintai mereka." Viona bicara panjang lebar memotong perkataan Fernando, Viona sengaja bicara seperti itu pada suaminya agar Fernando tak takut lagi menyentuh kedua anaknya.     

"Aku sudah tak jijik lagi, aku hanya takut kalau aku akan melukai mereka. Mengangkat kaki kecil mereka saja rasanya jantungku mau lepas, aku takut membuat kaki mereka terluka jika aku menyentuhnya babe. Aku takut pertumbuhan anakku akan terganggu jika aku menarik kaki mungil dan kecil mereka itu, aku bisa gila jika hal itu terjadi. Aku tak mau terjadi hal buruk pada anak-anakku Viona, aku tak mau…" Suara Fernando makin terdengar parau dan lirih menahan tangis, membahas kedua Abby dan Aaric hatinya pasti akan langsung luluh.      

Melihat Fernando seperti itu Viona pun langsung bangun dari sofa dan berlutut di hadapan suaminya, meraih kedua tangannya dan menciumnya dengan penuh kasih.     

"Hei hei...jangan begitu, kau tak kan mungkin menyakiti anak-anak. Kedua tangan ini akan membuat mereka tumbuh menjadi pemuda hebat, kedua tangan ini yang akan membimbing mereka jadi manusia yang berguna jadi kau jangan takut. Kau tak akan mungkin menyakiti anak-anak kita babe, percaya padaku,"ucap Viona dengan cepat menenangkan Fernando.     

Fernando menatap Viona dengan mata yang sudah berkaca-kaca, tanpa bicara ia lalu memeluk Viona yang masih berlutut di hadapannya. "Aku tak mau anak-anak kita tumbuh besar menjadi monster sepertiku Viona."     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.