Pangeran Yang Dikutuk

Ellena Menceritakan Kebenaran (2)



Ellena Menceritakan Kebenaran (2)

0Ellena menggigit bibirnya. Ia menundukkan kepalanya dan akhirnya menjawab dengan suara rendah. "Aku selalu berada di pihakmu. Dari dulu aku selalu setia kepadamu dan aku akan tetap menjaga kesetiaanku sampai mati. Aku harap pangeran tahu itu."     

"Terima kasih, itulah yang perlu aku dengar," jawab Mars. "Jadi, jika kau ada di pihakku, maukah kau memberitahuku apa yang penyihir itu minta darimu sebagai ganti untuk mencabut kutukan itu? Tidak ada makan siang yang gratis."     

Ellena menggigit bibirnya lebih dalam lagi. Ia tampak bingung memberikan jawaban yang tepat kepada pangeran, tapi karena Mars terus menatapnya dengan tanda tanya besar di wajahnya, Ellena tahu pria itu tidak akan berhenti sampai Mars mendapatkan apa yang ia inginkan. Sebuah jawaban.     

"Aku harus membunuh seseorang sebagai gantinya," Ellena akhirnya mengatakan yang sebenarnya.     

Tiba-tiba, suasana di ruangan itu menjadi sangat hening.     

Tidak ada yang menyangka Ellena akan memberikan jawaban seperti itu.     

Untuk beberapa saat, Mars dan yang lain tidak memberikan reaksi apa pun.     

Penyihir itu menyuruh Ellena membunuh seseorang untuk mencabut kutukannya? Kesepakatan yang sungguh mengerikan!     

"Jika kalian tidak keberatan, aku lebih suka tidak membicarakan detailnya."     

Ellena akhirnya memecah keheningan di antara mereka. Ia berbicara dengan suara serak. Ia terlihat berusaha keras merasa baik-baik saja tapi ketiga pria di hadapannya bisa melihat Ellena gagal menyembunyikan rasa bersalah dan ketakutannya.     

Ketiga pria di ruangan itu memang sudah terbiasa melihat darah mengalir deras atau membunuh orang di medan perang. Tapi mereka semua mengerti pasti sulit bagi seorang wanita untuk membunuh seseorang. Terlebih lagi bagi wanita terhormat seperti Ellena yang mungkin memegang pedang saja tidak pernah.     

Lagi pula, pembantaian di medan perang jauh berbeda dengan membunuh seseorang karena motif tertentu. Apalagi jika pembunuhan itu sudah direncanakan lama. Tekanan psikologisnya pasti jauh lebih berat dari pada menebas puluhan hingga ratusan leher prajurit saat perang.     

"Tapi mengapa?" Mars tidak bisa menahan rasa penasarannya. "Mengapa penyihir itu ingin kau membunuh orang?"     

"Karena penyihir itu tau bagaimana menghancurkanku," jawab Ellena dengan air mata yang kini mengalir di pipinya. Pertahannya kini benar-benar sudah runtuh. "Penyihir itu ingin tahu sejauh mana aku bisa bertahan agar ia mau mencabut kutukan darimu."     

Mars begitu tercengang mendengar jawaban yang Ellena berikan. Pangeran sudah menebak bahwa Ellena pasti harus membayar mahal kepada penyihir itu. Tapi ia tidak pernah menyangka imbalannya akan sekejam ini. Penyihir itu memaksa Ellena untuk menjadi pembunuh.     

"Aku... Aku sangat menyesal kau harus melalui semua ini sendirian..." Mars akhirnya menyampaikan rasa prihatinnya. Mars sangat terkejut mendengar kebenaran ini dari Ellena.     

"Terima kasih," Ellena menunduk dan terisak. Ia lalu mengambil kendi wine dan menuangkan lebih banyak wine ke dalam gelasnya. "Aku butuh lebih banyak wine hari ini."     

Setelah Ellena memberi tahu ketiga temannya tentang apa yang sudah terjadi, ia menjadi sangat terguncang dan terus menegak wine yang ada di dalam gelasnya. Topengnya yang terlihat kuat kini telah luntur karena air matanya terus menetes dari kedua sudut matanya.     

Mars sebenarnya ingin tahu detail ceritanya dan ia ingin Ellena menceritakan semuanya. Pangeran membutuhkan lebih banyak informasi dari ini. Siapa korban yang harus Ellena bunuh dan bagaimana wanita ini akhirnya membunuh orang tersebut?     

Namun, Mars merasa tidak tega melakukannya saat melihat kondisi Ellena yang terlihat terguncang saat menceritakan kebenarannya. Keluarganya berhutang budi kepada Ellena karena telah mencabut kutukan itu dan sekarang pangeran merasa tidak enak jika terus memaksa Ellena untuk berbicara.     

Hmm... mungkin setelah kondisi Ellena membaik dan keadaanya jauh lebih tenang dari ini, Mars bisa mulai menyelidiki lagi. Untuk sekarang putra mahkota harus merasa puas dengan apa yang Ellena sampaikan kepadanya.     

"Apa kau masih memiliki pertanyaan lain untukku, Yang Mulia?" Ellena memandang Mars dengan ekspresi lelah, gadis itu terlihat sedikit mabuk setelah menghabiskan gelas wine ketiganya.     

Mars menggelengkan kepalanya. "Aku senang melihatmu kembali. Aku harap kau bisa menemukan kedamaian setelah apa yang kau alami di rumah penyihir itu."     

Ellena memaksakan senyum ketika ia mendengar perkataan Mars itu."Sudah… sudah… tidak perlu membahas itu lagi. Bagaimana dengan kalian semua? Apa yang telah kalian lakukan selama aku pergi? "     

Edgar dan Gewen saling bertukar pandang dan mengangkat bahu berbarengan.     

"Tidak banyak," Gewen akhirnya menjawab. "Kami berhasil menaklukkan enam negara lain setelah kau pergi. Kau bisa lihat seberapa keras kami bekerja selama ini."     

"Ah, jadi begitu yah," Ellena tersenyum. Ia menyodok dada Gewen dan melemparkan ekspresi menuduh. "Apa kau akhirnya mampu menjalin hubungan serius dengan seorang wanita?"     

Gewen pura-pura tidak mendengar pertanyaan yang dilemparkan Ellena.     

"Ibumu memohon kepadaku kemarin saat minum teh dengan ratu. Ia memintaku untuk berbicara serius denganmu. Ia berharap aku bisa membuatmu sadar," kata Ellena lagi. "Ia pikir kau akan mendengarkanku. Tsk... Ia pasti mengira aku malaikat yang bisa mengubah dirimu."     

Gewen tertawa malu-malu ketika mendengar kata-kata Ellena. Ibunya sangat ingin ia mendapatkan istri, ibunya begitu putus asa hingga ia rela jika harus meminta bantuan siapa pun. Astaga...     

"Aku akan bicara dengan ibuku," jawab Gewen, ia lalu mengambil kendi wine dan menuangkan wine ke dalam gelasnya sampai hampir penuh. "Aku akan memberitahunya bahwa aku akan menikahimu jika pangeran tidak mau menikahi dirimu."     

Kata-katanya berhasil meringankan suasana dan mereka semua tertawa.     

Ellena memutar matanya dan bergumam dengan kesal. "Sebaiknya kau langkahi dulu mayatku."     

Mereka akhirnya membicarakan hal-hal lain, sebagian besar tentang keluarga mereka, dan membagikan kabar tentang satu sama lain. Suasana di kedai menjadi lebih menyenangkan karena mereka terus menuangkan wine dan minum sambil mengobrol, seperti yang biasa mereka lakukan di masa lalu.     

***     

Saat putra mahkota pulang, ia terkejut karena tidak menemukan Emmelyn di kastil. Roshan ternyata juga sudah pergi bersama kekasihnya.     

Mars mengira Emmelyn benar-benar memutuskan untuk pergi keluar hari ini dan Roshan menemaninya seperti yang diperintahkan pangeran sebelum ia pergi menemui teman-temannya siang tadi.     

Apa Emmelyn pergi belanja hari ini? Mars terus saja bertanya-tanya apa yang Emmelyn akan beli dan bagaimana gadis itu akan menghabiskan 10 koin emas yang ia ambil tadi. Mars memutuskan untuk menunggu Emmelyn di ruang kerjanya. Ia membaca banyak laporan kerajaan dan mencatat banyak hal. Mars hanya ingin membuat dirinya sibuk sambil menunggu kekasihnya pulang.     

TOK     

TOK     

Mars mengalihkan pandangannya dari tumpukan laporan yang tengah ia baca ketika ia mendengar pintu ruang kerjanya diketuk.     

"Masuklah," kata Mars. Ia pikir pasti salah satu pelayannya yang datang. Ia meminta mereka untuk melapor kepadanya ketika Lady Emmelyn pulang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.