Pangeran Yang Dikutuk

Ramalan



Ramalan

0"Kau bilang aku akan menjadi penyebab terjadinya perang hebat. Apa kau tahu kira-kira, kapan perang itu akan terjadi?"     

Nyonya Adler mengerutkan keningnya dan mengetuk-ketukkan jarinya yang kurus ke kotak pie di sebelahnya. "Hmm... sayangnya aku tidak bisa tahu pasti. Yang jelas aku melihatmu ada di tengah kobaran api yang menyala-nyala dan di belakangmu ada dua pasukan besar dengan seragam yang berbeda. Mereka sedang bertempur dengan hebat."     

"Oh..." Emmelyn menekap bibirnya. Ia dapat membayangkan adegan itu. Pasti sangat mengerikan. Mengapa ia harus terlibat di antara dua pasukan yang sedang berperang? Dan mengapa mereka harus saling menyerang.     

"Uhm... apakah ada hal lain yang kau lihat, selain api dan dua pasukan itu?"     

"Hmm... pasukan yang pertama mengenakan seragam dan membawa bendera berwarna merah hitam. Yang kedua mengenakan warna perak dan hijau."     

"Oh... begitu ya?" Emmelyn berusaha mengingat-ingat kerajaan mana yang memiliki warna merah dan hitam atau perak dan hijau pada pasukannya. Tidak ada. Ia telah mengembara ke beberapa kerajaan dan tidak ingat ada kerajaan yang memiliki pasukan seperti itu. "Aku tidak tahu pasukan mana itu."     

"Hmm..." Nyonya Adler mengangkat bahu. "Aku tidak dapat melihat lebih dari itu."     

"Tapi.. ada kemungkinan bahwa penglihatanmu itu belum tentu peristiwa yang pasti akan terjadi di masa depan, kan?" tanya Emmelyn lagi. "Sama seperti mimpi. Ada mimpi yang menjadi pertanda dan memiliki makna khusus, dan ada mimpi yang hanya merupakan bunga tidur."     

"Terserah kepadamu bagaimana kau akan menanggapinya," kata Nyonya Adler. Wajahnya terlihat lelah dan ia tidak mau berdebat.     

"Oh, bukan maksudku untuk meragukanmu... Hanya saja aku merasa tidak pernah melihat ada pasukan dengan warna seperti yang kau ceritakan tadi dan aku sudah bertualang ke banyak kerajaan."     

Emmelyn akhirnya memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah ramalan itu dan mengalihkan pembicaraan ke topik lain.     

"Nenek juga bilang bahwa kau mengenal penyihir yang memberikan kutukan kepada Mars... Apakah kau tahu kenapa ia mengutuk pangeran itu?" tanya Emmelyn kemudian.     

Ia memang belum pernah menanyakan secara langsung kepada Mars tentang hal ini. Ia merasa takut menyinggung hal yang sensitif bagi pria itu. Lagipula, kalau ia bertanya-tanya, Emmelyn kuatir Mars akan menganggap Emmelyn peduli kepadanya.     

Sebisa mungkin Emmelyn akan menjaga jarak dan tidak menunjukkan kepada Mars bahwa ia menyukai laki-laki itu. Enak saja.     

"Pangeran dikutuk karena kesalahan orang tuanya," kata Nyonya Adler. "Kebetulan dalam perjalanan kemari, aku bertemu dengan seorang peri yang terluka. Aku membantunya hingga sembuh dan ia menceritakan kepadaku bahwa ratu negeri ini telah melukai perasaan bangsa peri dengan     

"Pangeran dikutuk karena kesalahan orang tuanya," jawab sang penyihir.     

"Apa?" Emmelyn sangat terkejut mendengar kata-kata Nyonya Adler. Ia tidak dapat membayangkan kesalahan sebesar apa yang dilakukan oleh raja dan ratu Draec sehingga anak mereka harus menanggung kutukan yang demikian berat. "Apa Nenek tahu kesalahan apa yang mereka lakukan?"     

"Hmm... raja meninggalkan tunangannya demi menikahi putri elf yang diselamatkannya saat ia sedang mengembara," kata Nyonya Adler sambil menyesap tehnya. "Sang tunangan adalah anak angkat seorang penyihir yang sangat sakti. Ia marah ketika anak angkatnya memilih bunuh diri akibat ditinggalkan sang pangeran. Ia mengutuk agar semua anak yang dilahirkan oleh Pangeran Jared Strongmoor dan istrinya tidak ada yang selamat. Kalaupun ada yang selamat, maka mereka tidak akan pernah bahagia."     

"Oh..." Emmelyn tertegun. Ia ingat Mars mengatakan bahwa ia adalah satu-satunya anak orang tuanya yang berhasil selamat hingga dewasa. Saudara-saudaranya meninggal saat masih dalam kandungan atau ketika bayi.     

Ternyata itu sebabnya...     

Emmelyn teringat Ratu Elara yang cantik dan memperlakukannya dengan sangat baik. Saat bertemu langsung dengan ibu Mars, rasanya Emmelyn sangat sulit untuk membenci wanita itu.     

Kini, saat ia mendengar betapa sang ratu telah berkali-kali kehilangan anak, perasaan Emmelyn kepada sang ratu diliputi perasaan kasihan.     

Ia tidak dapat membayangkan betapa besar duka yang dialami wanita itu karena kehilangan anak-anak sewaktu masih dalam kandungan dan saat masih bayi.     

Emmelyn dapat mengerti kenapa sang ratu sangat menyayangi dan memanjakan anaknya, Pangeran Mars.     

"Dari mana Nenek tahu tentang kutukan itu?' tanya Emmelyn penasaran. "Apakah nenek pernah bertemu dengan penyihir itu?"     

Nyonya Adler menggeleng. "Tidak. Aku hanya mendengar hal ini dari penyihir lain. Peristiwa ini terjadi sudah lama sekali. Kurasa penyihir itu sudah melarikan diri dan menghilang karena raja Draec mengincarnya untuk membalas dendam. Kau tahu, kutukan akan patah dengan sendirinya jika sang penyihir pemberi kutukan mati. Jadi ia merasa takut akan kehilangan nyawanya."     

"Aku mengerti," kata Emmelyn kemudian.     

Ahh... sekarang ia jadi lebih tahu latar belakang dari kutukan yang menimpa Mars. Ia hanya perlu memastikan bahwa kutukan itu tidak akan diteruskan kepada keturunannya.     

Emmelyn sempat cemas memikirkan jika anaknya juga akan lahir dengan membawa kutukan dari Pangeran Mars. Bagaimanapun anak yang akan dilahirkannya adalah anaknya juga. Walaupun Emmelyn tidak akan membesarkannya, ia berharap anak itu kehidupannya akan baik-baik saja.     

"Apakah... ada kemungkinan kalau kutukan yang menimpanya akan diturunkan kepada anaknya kelak?" tanya Emmelyn dengan suara kuatir.     

"Hmm... kurasa tidak. Kutukan yang menimpa pangeran tidak ada hubungannya dengan anaknya nanti."     

"Oh.. syukurlah," kata Emmelyn sambil menghembuskan napas lega. Ia tidak tahu apakah ia akan sempat melahirkan anak untuk Mars, karena ia masih akan berusaha membunuh raja di acara pesta dansa istana.     

Namun, ia merasa ada baiknya ia memastikan sekarang kepada penyihir ini, bagaimana nasib anaknya di masa depan, jika anak itu sampai lahir.     

Emmelyn akhirnya tidak berkata apa-apa lagi dan menghabiskan tehnya. Perasaannya campur aduk setelah mendapatkan semua informasi yang ia inginkan dari Nyonya Adler, sama seperti saat terakhir ia datang ke sini.     

"Kurasa, sebaiknya aku pulang," kata Emmelyn akhirnya, setelah berdiam diri cukup lama. Ia butuh berpikir dan menenangkan diri. Karenanya ia memutuskan untuk pulang ke kastil. Setelah ia bangkit berdiri dan melangkah ke pintu, ia berbalik dan menatap Nyonya Adler lekat-lekat. "Apakah... aku boleh berkunjung lagi?"     

Sang penyihir memutar matanya. "Memangnya kau pernah minta izin sebelumnya?"     

Emmelyn tersipu mendengar kata-kata wanita tua itu. "Ah.. aku minta maaf karena selalu datang seenaknya. Mulai sekarang aku akan mengabari dulu."     

Nyonya Adler melambaikan tangannya. "Ah... tidak apa-apa. Aku tidak serius. Kau boleh datang ke sini kapan saja kau suka. Kalau aku tidak ada di rumah, artinya aku sedang ke hutan atau dipanggil untuk mengobati orang."     

"Baiklah. Terima kasih banyak, Nek." Emmelyn menghembuskan napas lega. Ia lalu mengambil bungkusan berisi pisaunya dan menyembunyikannya ke balik pakaiannya bersama dengan boneka kain yang dititipkan Nyonya Adler untuk Lorein.     

Ia lalu keluar dari pondok itu dan mengedarkan pandangannya mencari Roshan.     

Ia tidak perlu mencari lama karena sang kepala pelayan sudah menanti di samping pondok. Ia segera menghampiri Emmelyn dan membungkuk hormat.     

"Apakah urusan Yang Mulia.. eh, Tuan, sudah selesai?" tanyanya.     

Emmelyn mengangguk. "Ayo kita pulang."     

"Baik, Yang Mulia."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.