Pangeran Yang Dikutuk

Undangan Dari Ratu Elara



Undangan Dari Ratu Elara

0Mars merasa sangat malu karena dipergoki ibunya sedang berasyik-masyuk dengan Emmelyn di pagi hari. Namun demikian, ia juga tidak bisa menyalahkan ibunya.     

Ia mengerti ibunya pasti sangat kuatir terjadi sesuatu kepadanya sehingga wanita itu menyusulnya ke kamar. Mars memang tidak pernah tidur sampai siang karena ia memiliki masalah tidur yang sangat sserius.     

Orang lain tidak akan berani masuk ke kamar dan memeriksa kondisi sang pangeran, sehingga memang sudah sewajarnya bila sang ratu yang datang menjenguknya.     

Uff... mungkin ia harus memasang kunci di kamar ini untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa di masa depan. Sungguh mengagetkan... dan membuat situasi sangat canggung.     

"Tidak bisa... kau harus menunjukkan rasa hormat kepada ratu dengan menemuinya," kata Mars sambil menyentuh tangan Emmelyn dan meremasnya lembut. "Kumohon, jangan begitu kepada ibuku."     

Emmelyn menatap Mars lekat-lekat dengan bibir cemberut. Entah kenapa ekspresi pria ini membuatnya menjadi tidak tega untuk menolak. Sepertinya dugaannya benar. Mars ini sangat menyayangi ibunya.     

Ugh... Akhirnya gadis itu hanya dapat meluapkan kekesalannya dengan memukul Mars menggunakan bantal. Sang pangeran tersenyum tipis saat menyadari Emmelyn menyerah dan bersedia bertemu ibunya.     

Emmelyn bangkit dari tempat tidur dan segera menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia lalu meneliti beberapa gaun yang ada di lemari dan memilih satu yang paling sederhana.     

Ia lalu mengenakan pakaiannya dan menata rambutnya, sementara Mars duduk di tempat tidur memperhatikan gerak-geriknya.     

"Kau tidak akan memakai pakaian?" tanya Emmelyn sambil cemberut. Mars tidak menjawab. Barulah ia turun dari tempat tidur dan mengenakan pakaian bersih dari lemari. Ia sengaja memilih kemeja yang berwarna senada dengan gaun Emmelyn.     

Mars terlihat sangat tampan pagi itu. Rambutnya yang panjang tergerai hingga bahunya dengan sedikit acak-acakan, membuatnya justru terlihat sangat maskulin.     

"Ayo kita turun ke bawah," kata Mars setelah ia selesai berpakaian. "Kita bilang apa kepada ibuku tentang identitasmu?"     

Emmelyn berjalan mengikuti Mars dan menjawab tegas, "Seperti yang kita bicarakan dua hari lalu. Kau bertemu denganku di Glendale dan aku mengikutimu kemari."     

"Baiklah," kata Mars santai. Setelah mengambil keputusan di malam ketika Emmelyn mabuk itu, Mars menjadi lebih santai dalam menghadapi situasinya dan Emmelyn.     

Saat ini, ia merasa lebih baik mengalah dan mengikuti kemauan gadis itu untuk membuat Emmelyn merasa tenang tinggal bersamanya. Kalau sampai Emmelyn mengira Mars ada hati kepadanya, gadis itu bisa cemas dan ia akan berusaha pergi.     

Sebenarnya, Mars merasa tidak enak membohongi ibunya, tetapi selama ia belum dapat memenangkan hati Emmelyn, ia tidak dapat membuat ibunya menyimpan harapan terlalu besar.     

Biarkan saja dulu seperti ini. Toh, yang paling dibutuhkan ibunya adalah cucu, bukan menantu. Nanti menantu bisa menyusul kalau cucu sudah ada, demikian pikirnya, menghibur diri.     

"Di mana Yang Mulia Ratu?" tanya Mars kepada Roshan yang menyambutnya di aula kastilnya. Sang pangeran menoleh ke sana kemari dan tidak melihat sosok ibunya di mana pun.     

Roshan membungkuk dalam-dalam. "Yang Mulia Ratu sudah kembali ke istana bersama Lady Athibaud, Yang Mulia Pangeran."     

Mars mengerutkan keningnya keheranan. "Ibuku kembali ke istana? Bukankah tadi katanya ia menungguku di bawah?"     

Roshan membungkuk lagi. "Beliau berubah pikiran. Katanya mungkin Lady Emmelyn merasa malu bertemu dengannya secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan seperti ini. Jadi Ratu memutuskan untuk bertemu Yang Mulia Lady Emmelyn secara resmi. Tuan Putri diundang ke istana untuk minum teh jam empat sore nanti."     

Tangan Mars yang menggenggam tangan Emmelyn seketika menegang saat ia mendengar kata-kata Roshan.     

Sebenarnya, dalam hati ia berterima kasih karena ibunya sepertinya sangat pengertian. Sang ratu memilih untuk menunda kunjungannya karena insiden tadi pasti membuat pasangan itu merasa malu.     

Tetapi... dengan ia mengundang Emmelyn secara pribadi untuk datang ke istana, akan terjadi banyak komplikasi.     

Emmelyn mungkin akan menggunakan kesempatan itu untuk menyelidiki istana dan mencari cara untuk membunuh ayahnya, seperti yang direncanakan gadis itu.     

Bagaimana kalau Emmelyn justru nekad dan berusaha membunuh ibunya?     

Bisa saja Emmelyn akan menganggap bahwa ratu adalah target yang lebih mudah didekati dan kemudian dibunuh, dibandingkan dengan raja yang tentu pengawalannya akan lebih ketat.     

Ugh... gawat sekali!     

Mars tak dapat membayangkan rasa duka dan hancur hati yang akan ia rasakan jika wanita yang ia cintai membunuh ibu yang sangat ia sayangi.     

[Aku tak akan dapat memaafkanmu kalau kau membunuh ibuku...]     

Emmelyn menoleh ke arah sang pangeran. Ia bertanya keheranan. "Kau kenapa?"     

Ia telah merasakan genggaman tangan Mars yang terasa mencengkram tangannya dan gadis itu segera menduga ada yang tidak beres.     

Mars menatap Emmelyn dengan sepasang mata dipenuhi kekuatiran. "Aku akan ikut ke istana."     

"Kau mau ikut minum teh dengan ibumu?" tanya Emmelyn.     

Mars mengangguk kuat-kuat. "Aku sudah lama tidak minum teh bersama ibuku. Aku mau ikut."     

Kalau ia mencegah Emmelyn pergi, tentu gadis itu akan curiga, dan ibunya juga akan bertanya-tanya kenapa Emmelyn tidak bersedia datang menemuinya ke istana.     

Karena itulah Mars memutuskan bahwa langkah terbaik adalah ia harus ikut ke istana menemani Emmelyn agar ia dapat mengawasi semuanya dan mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.     

Emmelyn menatap Mars dengan pandangan tidak percaya. "Kau... benar-benar mau ikut minum teh bersama para perempuan?"     

Mars mengangguk. "Memangnya kenapa? Apa hanya perempuan saja yang boleh minum teh? Kurasa teh itu minuman segala bangsa."     

Dasar anak mami, omel Emmelyn dalam hati.     

Akhirnya gadis itu memutuskan untuk berjalan menuju ruang makan untuk menikmati sarapan yang terlambat. Perutnya sudah terasa sangat lapar.     

Ia akan memerlukan energinya untuk memikirkan cara bagaimana ia dapat menghadapi sang ratu.     

Sementara itu, Mars yang masih merasakan sakit di kepalanya hanya bisa mengikuti gadis itu sambil memijat kepalanya.     

***     

"Di mana Lord Aldrich?" tanya Gewen kepada Mars ketika ia melihat sang pangeran turun ke lapangan untuk memeriksa latihan para prajuritnya.     

"Dia tadi ada keperluan ke istana," jawab Mars. Ia harus memberi alasan kepada Gewen dan Edgar mengapa 'Lord Aldrich' tidak ikut berlatih tadi pagi saat Mars masih tidur di kamarnya. Ia tak dapat membiarkan mereka curiga.     

"Oh, apakah dia akan ikut berlatih hari ini?" tanya Gewen lagi. "Tadi kulihat ibuku dan sang ratu datang ke sini mencarimu, tetapi karena kau tidak ada, ibumu mencari ke kamarmu. Kalian sudah bertemu?"     

Mars seketika batuk-batuk saat mendengar pertanyaan Gewen. Ugh... semoga ibunya tidak memberi tahu Lady Athibaud apa yang terjadi kepadanya di kamar tadi. Kalau Lady Athibaud tahu dan menggosipkannya kepada Gewen... uff.     

Bisa-bisa Gewen akan menggunakan hal itu untuk mengejek Mars seumur hidup. Enak saja!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.