Pangeran Yang Dikutuk

296



296

0Emmelyn baru benar-benar bisa menghargai betapa indahnya kastil ini hanya setelah Mars meninggalkan rumah selama lebih dari satu bulan.     

Ya, kastil milik Mars memang tidak semewah dan semegah istana kerajaan, tetapi setiap hal yang ada di dalam sini adalah hal yang penting baginya dan hal itu justru membuat kastil itu semakin terlihat lebih cantik.     

Ia menyukai dindingnya, meskipun sebagian besar masih kosong, tanpa lukisan atau dekorasi yang tidak berguna. Ia ingat selera suaminya sangat sederhana dan bahkan mungkin hambar. Mars tidak terlalu peduli di mana ia menghabiskan malamnya untuk beristirahat.     

Meski begitu, Emmelyn masih peduli dengan hal-hal itu. Dan ia perlahan-lahan mengubah beberapa hal dari kastil ini di bagian sana dan sini untuk membuat tempat ini lebih nyaman dan menyenangkan untuk ditinggali.     

"Ahh... rumahku istanaku," gumamnya saat ia bangkit dari kursinya dan mengambil secangkir teh jahe lagi, ia mulai berjalan mengitari kastil untuk mengaguminya.     

Ahh... ia sangat merindukan suaminya. Ia bertanya-tanya di mana Mars sekarang dan apa yang ia sedang lakukan.     

Emmelyn tidak lupa membawa semua surat yang dikirimkan Mars selama ini ke kastil, sehingga ia bisa menghabiskan waktu di tempat tidur untuk membacanya lagi, berulang kali.     

Besok, ia berencana mengundang Nyonya Adler untuk datang ke sini untuk minum teh. Ia akan menghabiskan sepanjang hari dengan Nyonya Adler dan berbicara tentang Wintermere.     

Ah, Emmelyn juga harus memberi tahu penyihir tua itu bahwa ia berharap Nyonya Adler bisa membantunya selama persalinan.     

***     

Malam itu, Emmely tidur nyenyak seperti bayi. Rupanya, tubuh, pikiran, dan jiwanya sangat merindukan rumahnya, sehingga saat ia pulang, hatinya dipenuhi dengan begitu banyak kebahagiaan.     

Meskipun ia tidak dapat menemukan lagi kemeja suaminya yang belum dicuci, setidaknya ia masih bisa mencium sedikit aroma suaminya di tempat tidur mereka. Astaga... ia sangat merindukannya!     

Ia membaca surat-suratnya berulang kali. Mars memang hanya mengirimkan surat yang pendek. Ia tidak mau mengambil risiko jika saja suratnya dibaca oleh orang lain dalam perjalanannya untuk disampaikan kepada Emmelyn.     

Mars hanya menuliskan informasi pendek tentang di mana dirinya berada saat ini, apa yang ia lakukan di sana, dan harapannya agar istrinya selalu sehat dan bahagia.     

Namun, meski suratnya pendek, Emmelyn tetap menyukainya. Ia membaca surat-surat itu berulang kali, sambil membayangkan wajah suaminya.     

Rasanya sungguh menyenangkan. Emmelyn akan membalas surat tersebut dan menyampaikan sedikit berita bahwa ia baik-baik saja dan ia sangat merindukan Mars.     

Ia berusaha untuk mempersingkat surat-suratnya juga karena ia tidak ingin suaminya merasa putus asa dan terlalu memikirkannya sehingga misinya akan terpengaruh.     

***     

Keesokan harinya, Roshan datang ke desa untuk menjemput Nyonya Adler. Emmelyn ingin makan siang bersama penyihir desa itu sambil menyampaikan permintaannya agar Nyonya Adler bisa membantunya selama persalinan.     

"Yang Mulia, Nyonya Adler sudah tiba," Roshan mengumumkan ketika ia memasuki ruang makan tempat Emmelyn sedang menunggu penyihir itu. Di belakangnya, Nyonya Adler masuk ke dalam ruangan.     

"Ahh... halo, Nyonya Adler." Emmelyn bangkit dari kursinya untuk menyambut tamunya. "Aku sangat senang bisa berjumpa lagi denganmu."     

Langkah Emmelyn terhenti ketika keduanya sudah dalam jarak dekat dan bisa saling melihat satu sama lain. Nyonya Adler menekan bibirnya dengan ekspresi penuh kengerian.     

Emmelyn membulatkan matanya karena bingung. Ia tidak mengerti mengapa penyihir itu menatapnya seperti itu. Apakah ada yang salah dengannya?     

"Nyonya Adler... apakah ada yang salah? Mengapa kau melihatku seperti kau melihat hantu?" Akhirnya, Emmelyn bisa menemukan suaranya. Ia bertanya kepada Nyonya Adler ada apa.     

Untuk beberapa saat, wanita tua itu tidak menjawab sama sekali. Wajahnya meringis seolah berusaha keras untuk memutuskan apakah ia harus mengatakan yang sebenarnya kepada Emmelyn, atau tidak.     

"Apa semuanya baik-baik saja?" Emmelyn mengulangi pertanyaannya. "Apakah ada masalah? Kau belum pernah melihatku seperti ini sebelumnya, jadi aku khawatir. Haruskah aku khawatir?"     

Mata penyihir itu berkaca-kaca dan ia tampak terguncang oleh apa yang dilihatnya. Ini juga memengaruhi Emmelyn, dan meskipun ia tidak bisa melihat apa yang dilihat penyihir itu, ia tiba-tiba berpikir bahwa itu pasti sesuatu yang sangat buruk.     

"Ada apa? Tolong beritahu aku..." Emmelyn kini memohon kepada penyihir itu. Ia khawatir itu ada hubungannya dengan kehamilannya.     

Astaga... tolong, jangan biarkan apa pun terjadi kepada Harlow, ia berdoa dalam hati. 'Bayiku tidak bersalah. Aku berharap tidak ada hal buruk yang akan terjadi kepada Harlow...'     

Ia terus mengulangi kata-kata itu di kepalanya, sementara matanya menatap lurus ke arah Nyonya Adler.     

"Jika kau tidak akan memberi tahuku apa yang kau lihat, aku akan marah." Akhirnya, Emmelyn menjadi tidak sabar. Ia menyilangkan tangan di dadanya dan mengerucutkan bibir karena kesal.     

Cara Nyonya Adler memandangnya dengan ekspresi ngeri membuat jantung Emmelyn berdetak kencang. Namun, karena penyihir itu tidak mengatakan apa pun kepadanya, Emmelyn menjadi putus asa.     

Ia tahu Nyonya Adler bisa melihat masa depan ketika masa depan itu muncul di hadapannya lewat jendela ramalannya. Jadi, apa yang ia lihat sekarang? Apakah Nyonya Adler melihat Mars? Apakah sesuatu yang buruk terjadi kepadanya?     

Nyonya Adler terkejut ketika Emmelyn memarahinya. Ia menyadari bahwa putri ini pasti kesal karena ia belum pernah melihat Emmelyn berbicara dengan nada seperti itu kepada siapa pun.     

Wanita tua itu merasa bersalah atas sikap diamnya. Ia menelan ludah dan perlahan air mata menetes ke pipinya yang keriput. Suaranya parau saat mulai berbicara.     

"Yang Mulia... Aku sangat, sangat menyesal .. tetapi aku melihat kau akan bernasib sangat buruk... Aku tidak tega memberi tahumu tentang hal itu."     

"Nasib buruk? Apa maksudmu?" Emmelyn terkejut ketika ia mendengar kata-kata penyihir itu. Tiba-tiba, wajah dan kata-kata Bruinen muncul kembali di benaknya.     

Nasib buruk yang ia sebutkan... telah menghantui Emmelyn begitu lama.     

Nyonya Adler mengatakan itu tahun lalu ketika mereka baru saja bertemu dan bulan lalu Bruinen juga mengatakan hal yang sama. Kedua orang itu tidak saling mengenal. Jadi, mereka tidak mungkin bersekongkol untuk membohongi Emmelyn.     

"Apa yang kau maksud dengan nasib buruk?" Emmelyn meraih bahu penyihir tua itu dan mengguncangnya sedikit. "Katakan kepadaku...! Apa yang kau lihat?"     

"Yang Mulia ..." Nyonya Adler tiba-tiba tampak tertekan. "Aura Yang Mulia lebih gelap dari terakhir kali aku menemuimu. Dan kali ini... Aku bisa melihat darah yang mengalir di masa depanmu. Benar-benar menakutkan dan gelap... seseorang akan mati karenamu."     

Emmelyn menekan bibirnya karena terkejut. Ia tanpa sadar melangkah mundur dan lututnya menjadi lemah. Ia hampir tidak bisa menahan dirinya untuk berdiri tegak.     

Seseorang akan mati karena dirinya?     

YA TUHAN...     

Apakah yang dimaksud Nyonya Adler adalah suaminya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.