Pangeran Yang Dikutuk

299



299

0"Nyonya Adler ..." ia memandang wanita tua itu dan berbicara dengan ekspresi sedih. "Awalnya aku ingin memintamu untuk membantuku saat melahirkan..."     

Nyonya Adler mendongak kepadanya ketika ia mendengar sang putri berkata ia ingin penyihir tua itu membantunya selama persalinan.     

Adalah suatu kehormatan besar bagi Nyonya Adler yang merupakan penyihir desa biasa untuk membantu persalinan seorang putri yang akan menjadi calon ratu Draec. Mendengar permintaan itu, wajahnya langsung bersinar dipenuhi rasa kebahagiaan yang luar biasa.     

"Yang Mulia ..." Nyonya Adler menekan bibirnya dan masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya.     

Ini suatu kehormatan, pikirnya.     

Tidak pernah sekalipun ia berpikir seorang putri akan menganggapnya layak untuk dipanggil sebagai nenek.     

"Aku merasa aku akan lebih nyaman denganmu saat aku melahirkan..." kata Emmelyn. Namun, suaranya terdengar sedih. "Tapi... sayangnya, sekarang aku harus memikirkan kembali keputusan itu. Aku tidak ingin meminta bantuanmu lagi."     

"K-kenapa...?" Nyonya Adler kecewa mendengar kata-kata Emmelyn, tapi ia menjaga agar ekspresinya tetap tenang dan sopan. "Aku tidak mengerti, Yang Mulia."     

"Aku juga tidak ingin kau kesini lagi ..." tambah Emmelyn. Air mata perlahan menetes ke pipinya. "Aku menganggapmu teman yang baik dan aku tidak ingin kau mendapat nasib buruk karena kau dekat denganku."     

Penyihir tua itu merasa seperti dihujani dengan air yang sangat dingin. Ia bisa mengerti mengapa putri ini terlihat sangat sedih.     

Rupanya, Emmelyn tak ingin orang-orang yang dekat dengannya menderita karena kutukannya.     

Emmelyn merasa ia tidak punya pilihan lain selain menjauh dari orang-orang agar mereka tidak terpengaruh oleh kutukan yang menimpanya sebelum ia bisa menemukan cara untuk mematahkannya.     

"Yang Mulia, aku mengerti mengapa kau harus memutuskan semuanya seperti ini. Tapi aku harap kau akan memikirkan kembali keputusan itu," Nyonya Adler memandang Emmelyn dengan serius. Matanya dipenuhi dengan tekad.     

Ia melanjutkan, "Aku tidak muda lagi. Aku juga tidak lagi memiliki keluarga. Satu-satunya tempat yang aku anggap rumah sangat jauh dari sini. Aku tidak pernah berharap masih hidup di tahun-tahun mendatang untuk melakukan perjalanan pulang."     

Penyihir tua itu menambahkan. "Aku merasa puas dengan berpikir bahwa aku akan menghabiskan sisa waktuku di sini dan mati di sini. Aku tidak keberatan jika, di hari tuaku, aku dapat melayanimu, Yang Mulia. Karena kau adalah satu-satunya hal yang membuat hidupku di sini menyenangkan."     

Emmelyn menoleh untuk melihat penyihir tua itu dan ia merasa kata-katanya tersekat di tenggorokannya dan tidak mampu mengucapkan apa pun. Ia bisa melihat tekad Nyonya Adler dan betapa wanita tua itu sangat peduli kepadanya.     

Ini membuat hatinya dipenuhi dengan kehangatan. Emmelyn sangat tersentuh. Ia bahkan tidak mengira Nyonya Adler dan dirinya bisa menjadi sedekat itu sampai hari ini, tepat saat ia khawatir tentang keselamatan penyihir itu jika ia terus menjadi teman Emmelyn.     

Tapi mungkin itulah yang terjadi ketika dua orang kesepian yang memiliki kesamaan bertemu. Mereka berdua berasal dari kerajaan yang sama, bertemu dan menjalin persahabatan.     

"Nyonya Adler..." Akhirnya, Emmelyn menemukan suaranya. "Hidupmu akan terancam jika kau tetap berada di sekitarku. Kau sudah tahu apa yang terjadi kepada keluargaku... orang tua, saudara perempuan, dan saudara laki-lakiku… Bahkan guruku juga mendapatkan musibah."     

Emmelyn mendesah sedih. "Aku tidak tahu apa yang terjadi kepadanya setelah ia pergi menyelamatkan putranya, tetapi sekarang aku yakin ia pasti mengalami kesulitan atau akhirnya mati."     

"Tidak apa-apa, Yang Mulia," kata Nyonya Adler. Suaranya terdengar tulus dan menyentuh. "Seperti yang aku katakan, aku sudah tua. Cepat atau lambat, aku akan mati. Aku tidak takut mati. Jika kau mengizinkan aku untuk berada di sisimu sampai kau melahirkan anakmu dan membantumu selama persalinan..."     

Nyonya Alder tersenyum, "Aku akan menganggapnya sebagai suatu kehormatan dan aku akan merasa hidupku telah kujalani dengan baik."     

Emmelyn menangis lagi. Ia adalah wanita tangguh yang selalu menemukan cara untuk menangani masalah apa pun yang dihadapinya, tetapi kali ini ia merasa tidak berdaya dan merasa dirinya sangat menyedihkan.     

"Nyonya Adler..."     

"Yang Mulia, bukankah kau mengundangku ke sini untuk makan siang bersama?" Nyonya Adler mengubah topik pembicaraan. "Sebaiknya kita makan sekarang. Kau perlu mendapatkan energi dan nutrisi untuk anakmu."     

Ia berpura-pura Emmelyn tidak pernah memintanya untuk pergi dan menjauh darinya. Bagi penyihir tua itu hidupnya tidak lagi berarti karena ia benar-benar sudah berusia lanjut dan tidak memiliki orang lain lagi yang bisa ia sebut keluarga.     

Mati sepertinya bukan pilihan yang buruk baginya sekarang.     

Akhirnya, Emmelyn menghela napas panjang dan menyeka air matanya. Ia tidak ingin para pelayan bertanya-tanya apa yang terjadi sehingga membuat nyonya mereka sedih. Ia pun menunjukkan ekspresi datar dan bangkit dari tempat duduknya.     

"Baiklah... mari kita makan siang," katanya dengan suara lemah.     

Emmelyn berjalan menuju ruang makan dan Nyonya Adler mengikuti di belakangnya.     

Kedua wanita itu makan siang dengan tenang. Nyonya Adler menyesali reaksi impulsifnya ketika ia melihat Emmelyn hari ini dan mengatakan bahwa aura gelapnya semakin memburuk.     

Sekarang, Nyonya Adler menyadari bahwa hal ini sangat mengganggu Emmelyn.     

Jika memang aura gelapnya semakin memburuk atau keluarganya semuanya musnah karena dirinya, tidak ada yang bisa mengubah itu sekarang. Tidak ada yang bisa ia lakukan untuk membawa mereka kembali dari kematian.     

Dan tidak ada yang bisa ia lakukan untuk mematahkan kutukan selama suaminya pergi. Ia hanya seorang wanita hamil yang lemah.     

Nyonya Adler berpikir ia setidaknya harus menunggu sampai situasi Emmelyn membaik, sebelum ia mengatakan apa-apa.     

Namun... nasi sudah menjadi bubur.     

"Terima kasih sudah datang hari ini, Nyonya Adler. Aku sangat menghargainya," kata Emmelyn setelah mereka selesai makan siang. "Aku tidak ingin merepotkanmu, tapi..."     

Ia memegang tangan wanita tua itu dan tersenyum penuh terima kasih. "Aku akan senang jika kau mau membantuku selama persalinan."     

"Suatu kehormatan bagiku, Yang Mulia." Nyonya Adler balas tersenyum. Kemudian, ia mengeluarkan kantong yang ia ikat di pinggangnya dan memberikannya kepada Emmelyn. "Aku punya hadiah ini untukmu, Yang Mulia."     

"Apa ini?" Emmelyn bertanya ketika ia menerima kantong itu.     

Nyonya Adler menatap sang putri dengan tatapan misterius dan kemudian ia berbicara dengan suara yang nyaris tak terdengar yang membuat bulu kuduk Emmelyn merinding.     

"Apa kau masih ingat beberapa bulan yang lalu aku mengatakan kepadamu bahwa kau dapat menghindari membawa nasib buruk kepada putra mahkota dengan kematian? Kau masih bisa melakukannya... dengan ini."     

Emmelyn langsung menjatuhkan kantong itu dan menatap penyihir tua itu dengan tatapan penuh kengerian.     

Ia ingat percakapan mereka saat itu dengan jelas.     

Nyonya Adler berkata ia akan membawa nasib buruk bagi putra mahkota dan satu-satunya cara untuk menghindarinya adalah dengan pergi... dan karena sudah terlambat, ia menyarankan Emmelyn untuk mati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.