Pangeran Yang Dikutuk

Emmelyn Mencari Bantuan



Emmelyn Mencari Bantuan

0"Apakah kau benar-benar ingin pergi ke Draec?" Nenek Isabelle bertanya kepada Emmelyn dengan suara serak.     

Ia mencengkram ujung gaunnya, dan wajahnya tampak putus asa. Ia tampak seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi kemudian ia berubah pikiran.     

"Ya, Nenek," kata Emmelyn dengan ekspresi datar. Ia telah memikirkan hal ini selama beberapa hari dan pada akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Draec untuk membalas dendam atas kematian keluarganya.     

Ia melanjutkan kata-katanya setelah menghela napas panjang. "Aku tidak punya keluarga lagi, aku tidak punya rumah dan aku bahkan tidak mewarisi apa pun. Aku tidak punya tujuan lain dalam hidup ini... selain membalas dendamku."     

Menurut pendapat Emmelyn, ia tidak akan rugi jika pergi ke Draec dan mencoba membunuh raja. Bahkan jika ia gagal, setidaknya ia akan mati saat berusaha mewujudkan keinginan terakhirnya. Ia akan senang untuk mati dan bersatu kembali dengan keluarganya.     

"Tapi kau masih memiliki kami di sini," kata Nenek Isabelle. "Jika kau mau, kau bisa tinggal bersama kami selama yang kau inginkan."     

Emmelyn tidak menjawab. Ia tidak tega mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya kepada wanita tua itu.     

Nenek Isabelle dan Kakek Elroy sudah sangat tua. Berapa lama lagi mereka akan hidup? Jika ia tinggal, ia mungkin harus menyaksikan kematian mereka dalam waktu dekat.     

Bisakah ia menghadapi kehilangan lainnya dalam hidupnya?     

Lalu apa...? Setelah mereka meninggal, ia akan kembali ke titik awal. Ia tidak akan punya siapa-siapa dan tidak memiliki apa pun di dunia ini. Dan tepat pada saat itu ia akan menginkan untuk membalas dendam lagi dan kemudian ia akan pergi ke Draec dan mencoba membunuh raja.     

Daripada menunggu hal yang tak terhindarkan, mengapa tidak melakukannya sekarang saja?     

Itu sebabnya ia memutuskan untuk pergi.     

"Nenek Isabelle, terima kasih banyak telah merawatku di sini dan selalu mendukungku dalam titik terendah di hidupku. Aku tidak akan pernah melupakan kebaikanmu," kata Emmelyn. Ia berjongkok dan memegang lutut wanita tua itu. Matanya tampak memohon. "Tolong biarkan aku pergi."     

"Balas dendam tidak akan menghidupkan keluargamu kembali..." kata Isabelle Sovie dengan suara parau. Ia berusaha keras untuk menahan air matanya. "Satu-satunya hal yang bisa kau lakukan adalah merelakan semuanya dan melanjutkan hidupmu."     

"TIDAK!" Emmelyn bangkit dari lantai dan menjawab dengan rahang terkatup. Tinjunya mengepal ke samping. "Aku tidak akan bisa mengikhlaskan semua ini. Jika kita tidak memberikan pelajaran terhadap orang-orang itu dan membuat mereka membayar atas semua perbuatannya, maka mereka akan terus menyakiti orang yang tidak berdosa karena mereka pikir mereka tidak akan pernah menerima konsekuensinya!"     

"Kebencian dan balas dendam hanya akan menyakiti dirimu sendiri," kata Isabelle lembut. "Butuh waktu sangat lama bagiku untuk memahami hal ini. Suatu hari nanti kau juga akan mengerti."     

Emmelyn menggelengkan kepalanya. Ia beranggapan bahwa Nenek Isabelle tidak akan pernah mengerti perasaannya. Ia tidak pernah berada di posisi Emmelyn. Namun, ia tidak ingin berdebat dengan orang tua itu.     

Itu sebabnya ia menahan diri dan tidak mengatakan apa-apa lagi.     

Sekarang, percakapan itu kembali dalam ingatan Emmelyn saat ia melihat keluar jendela berjeruji di penjaranya. Kini semuanya sangat masuk akal setelah ia mengetahui yang sebenarnya.     

Tidak heran jika Nenek Isabelle berbicara kepadanya seperti itu. Wanita tua itu juga sudah mengalami bagaimana rasanya kehilangan segalanya. Ia tahu betul rasa sakit, kehilangan, dan dendam yang saat itu Emmelyn rasakan. Rupanya, nenek itu berbicara dari pengalaman pribadinya.     

Setelah Emmelyn mengenal Mars secara pribadi dan jatuh cinta kepadanya, ia menyadari bahwa Nenek Isabelle memang benar. Kebencian tidak akan menghidupkan kembali orang mati. Dendamnya hanya akan menghancurkannya dari dalam dan semakin menyakitinya.     

Itu sebabnya ia akhirnya merasa damai setelah ia memaafkan keluarga Strongmoor dan membuka hatinya untuk mencintai pangeran. Ia telah diberkati dengan kehadiran seorang suami yang luar biasa, ibu mertua yang penuh kasih, dan seorang bayi yang akan segera lahir.     

"Oh, Nenek Isabelle... maafkan aku," gumam Emmelyn saat air mata perlahan menetes di pipinya. Ia ingat Killian mengatakan Duchess Bellevar telah meninggal dan suaminya menjadi gila.     

Jadi, Nenek Isabelle benar-benar sudah pergi, dan Kakek Elroy tidak bisa menerima kenyataan itu.     

Emmelyn merasa sangat sedih karena ia tidak tahu penderitaan mereka ketika ia masih di Wintermere. Jika saja ia tahu... ia tidak akan bersikap seperti itu. Ia akan lebih pengertian dan simpatik.     

"Apa Yang Mulia baru saja mengatakan kau kenal penyihir itu?" Tuan Vitas menatap Emmelyn dengan tatapan bertanya. "Benarkah itu?"     

Emmelly menggigit bibirnya. Ia tidak tahu apakah keputusan yang tepat baginya untuk mengatakan semuanya kepada Tuan Vitas. Jika ia mengatakan kepadanya bahwa ia benar-benar mengenal Thessalis dan bahkan bertemu dengannya tahun lalu, apa yang akan dipikirkan tabib tua itu tentangnya?     

Apakah ia juga berpikir Emmelyn bersekongkol dengan penyihir itu dan benar-benar membunuh Ratu Elara?     

Ugh… entahlah. Sekarang semua orang sudah mengira ia adalah pembunuh ratu. Tidak peduli apa yang ia katakan, rasanya tidak akan menjadi masalah.     

"Ya. Aku baru sadar aku pernah bertemu penyihir itu tahun lalu dan aku juga telah bertemu Duchess dan Duke Bellevar di Wintermere," kata Emmelyn dengan suara rendah.     

Mata Tuan Vitas melebar dan ia terlihat sangat terkejut. Emmelyn merasa tidak enak karena kejujurannya sampai membuat lelaki tua itu tertekan yang terlihat jelas dari raut mukanya.     

Ia menyadari Tuan Vitas telah melayani keluarga kerajaan selama beberapa dekade dan mungkin telah menyaksikan kutukan itu diberikan kepada pangeran 27 tahun yang lalu, dan begitu banyak kematian yang harus terjadi karenanya.     

Tubuh lelaki tua itu terhuyung-huyung ketika ia mencoba bersandar di dinding dan duduk di kursi.     

"Yang Mulia... bertemu dengan penyihir itu?" Ia meminta Emmelyn untuk mengkonfirmasinya sekali lagi. "Apakah kau memiliki hubungan dengannya?"     

Emmelyn menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku bahkan tidak tahu ia seorang penyihir saat itu. Bagiku, ia tampak seperti nenek biasa. Ah, sekarang aku ingat, ia memang terlihat tertutup dan menyendiri. Ia datang ke rumah kerabatku ketika aku di Wintermere. Di situlah aku bertemu dengannya."     

"Dan apakah Putra Mahkota tahu akan hal ini?" Tuan Vitas bertanya lagi kepada Emmelyn.     

Sang putri menggelengkan kepalanya. "Tidak. Seperti yang aku katakan, aku bahkan tidak tahu ia adalah seorang penyihir. Sedangkan tentang kerabatku..."     

Ia menundukkan kepalanya, berusaha menyembunyikan air mata yang mulai menggenang di matanya. Tuan Vitas bisa merasakan emosinya yang kuat dan tidak memaksanya untuk melanjutkan.     

Emmelyn menarik napas dalam-dalam. Ia mendongak dan berkata kepada Tuan Vitas, "Bisakah kau mengirim suratku kepada suamiku ketika kau akan mengirimkan suratmu untuk Elmer? Aku perlu mengatakan sesuatu kepadanya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.