Pangeran Yang Dikutuk

Terjebak



Terjebak

0Wine yang ia pesan datang. Setelah ia mengucapkan terima kasih kepada pelayan dan memberinya tip, Emmelyn menyesap winenya dan pura-pura mengalihkan pandangannya dengan acuh tak acuh.     

Ia melihat sekitar lima orang di dalam kedai selain dirinya. Salah satunya adalah seorang pria tua dengan wajah yang dihiasi bekas luka dan pakaian lusuh. Empat lainnya terdiri dari dua kelompok kecil yang yang sepertinya saling berteman.     

Hanya ada seorang pria yang sedang duduk di sudut jauh, mengurus urusannya sendiri. Dua kelompok lainnya duduk di meja di belakang Emmelyn, mendiskusikan beberapa hal yang tidak berguna.     

Mereka tampaknya bukan penjahat yang mengirimkan surat itu kepadanya. Jadi, Emmelyn menunggu sampai lewat tengah hari sebelum ia kembali ke kastil.     

Pukul setengah dua belas, tiba-tiba Emmelyn melihat mereka. Dua pria kekar memasuki kedai dan memesan minuman mereka juga. Mereka memilih meja yang sangat dekat dengan meja Emmelyn dan duduk di sana.     

Jantung Emmelyn berdegup kencang. Ia bisa dengan jelas mendengar percakapan mereka, segera setelah mereka menjatuhkan diri di kursi mereka masing-masing.     

"Ia akan segera datang. Bersiaplah."     

Emmelyn menguping pembicaraan mereka dengan baik-baik ketika kedua pria kekar itu mulai berbicara. Ia berpura-pura menyesap winenya, tetapi fokusnya terpusatkan kepada kedua pria itu dan kata-kata mereka.     

Ia tahu mereka pasti membicarakannya. Sudah hampir jam dua belas dan mereka sepertinya bersiap-siap untuk menyambut seseorang.     

Karena ia disuruh datang siang, maka kedua penjahat ini pasti mengira ia akan datang jam dua belas.     

Ha. Apakah mereka benar-benar berpikir ia hanya akan menuruti permintaan mereka tanpa setidaknya mencoba melakukan sesuatu? Sebelum meninggalkan kereta, ia juga menyuruh Roshan untuk mencari bantuan jika ia tidak kembali dalam waktu dua jam.     

"Sudah pukul dua belas," pria pertama dengan wajah penuh bekas luka menggeram. "Perempuan itu terlambat."     

"Apakah menurutmu ia tidak akan datang?" Tanya temannya.     

"Nona kita bilang ia pasti akan datang karena ini tentang kakaknya."     

"Jadi, sepertinya ia akan terlambat. Mari kita tunggu sebentar lagi."     

Emmelyn mengernyit saat mendengar kedua pria itu membicarakan tentang seorang wanita yang tampaknya adalah majikan mereka. Jadi, bos mereka adalah seorang wanita? Siapa ia?     

Pikirannya langsung tertuju kepada Ellena. Ini semua pasti ulahnya!     

Emmelyn tidak bisa memikirkan orang lain yang memiliki motif jahat seperti itu kepadanya. Ellena juga mengenal Killian secara pribadi. Jadi, ia akan tahu rahasia Killian jika ia benar-benar punya anak di suatu tempat.     

Telinga Emmelyn terangkat, saat ia terus berpura-pura menyesap winenya dengan santai sambil mendengarkan percakapan mereka.     

Ah, ia benar. Mereka memang penjahat yang menyuruhnya datang ke sini. Sekarang, ia hanya akan melihat apa yang akan mereka lakukan jika mereka pikir ia tidak datang sesuai permintaan mereka.     

Karena mereka tidak membawa seorang anak laki-laki atau bayi, Emmelyn merasa sedikit tenang karena mereka tidak akan melakukan apa pun kepada anak itu JIKA anak itu memang benar-benar ada.     

Ia masih tidak percaya saat mereka mengatakan mereka telah menyandera anak Killian.     

"Sial! Ia sudah terlambat setengah jam. Haruskah kita beri waktu setengah jam lagi?" Tanya pria dengan bekas luka itu kepada temannya.     

Pria lain, yang mengenakan pakaian hitam, mengusap dagunya dan akhirnya menggelengkan kepalanya. "Jangan menunggu dan laporkan saja pada nona kita. Wanita itu mungkin terlalu takut untuk datang sendiri."     

"Ya... tamatlah riwayat kita jika ia datang ke sini dengan beberapa prajurit..." kata pria dengan bekas luka itu.     

Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia bangkit dari kursinya, pergi ke bartender dan memberinya sejumlah uang. "Terima kasih untuk winenya. Kita akan pergi sekarang."     

Bartender itu mengangguk dan menerima uang itu. Jantung Emmelyn berdebar. Ia harus segera memutuskan apakah ia harus mengikuti orang-orang itu atau tetap tinggal.     

Mengapa ia harus pergi dan mengejar mereka jika memang tidak ada anak? Ia tidak mempercayai mereka ketika mereka mengatakan bahwa Killian memiliki seorang putra, dan hari ini mereka masih belum membicarakan anak itu.     

Tepat ketika ia akan memutuskan untuk pergi dan kembali ke kastil, ia mendengar pria berjubah hitam berkomentar dengan nada mengejek.     

"Sayang sekali, anak itu akan mati karena bibinya tampaknya tidak peduli kepadanya." Ia mengejek dan meludah ke lantai.     

Jantung Emmelyn berdegup kencang. Astaga..!     

JADI, ANAK ITU MEMANG ADA!     

Tepat pada saat itu, Emmelyn merasakan pipinya memanas dan matanya basah oleh air mata. Ia mengedipkan matanya, berpura-pura sesuatu masuk ke dalamnya agar ia dapat menyeka air matanya.     

Hatinya tertusuk oleh kenangan akan kakak tersayangnya yang meninggal belum lama ini. Jika Killian benar-benar memiliki seorang putra... sekarang menjadi tanggung jawabnya untuk merawat anak itu dan membesarkannya di rumah yang penuh kasih.     

Hanya itu yang bisa ia lakukan.     

Kedua penjahat itu keluar dari kedai. Emmelyn dengan cepat bangkit dari tempat duduknya, membayar minumannya kepada bartender, dan berjalan cepat untuk mengikuti musuh-musuhnya.     

Ia berusaha untuk tidak menarik perhatian kepada dirinya sendiri dengan berpura-pura berjalan santai dan melihat ke sana-sini ke arah para pedagang di sekelilingnya seolah mencari barang untuk dibeli, sementara matanya diam-diam melirik dua orang yang ia ikuti.     

Emmelyn merasa dirinya akan aman karena pasar ini cukup ramai dipenuhi orang. Jadi, ia terus mengikuti kedua pria itu saat mereka berjalan melintasi pasar, dan kemudian pergi ke sebuah gudang di ujung pasar.     

Apakah ini tempat mereka menyekap anak itu? Emmelyn bertanya-tanya.     

Ia memperlambat langkahnya dan bersembunyi di balik beberapa tong yang ditumpuk di depan gudang. Ia perlu memastikan memang di sinilah para penjahat itu bersembunyi.     

Nanti, ia bisa kembali ke sini dengan beberapa penjaga dari kastil. Ia bisa meminta mereka untuk menyelidiki, dan kemudian...     

"AHHHH!"     

Emmelyn terlalu fokus pada gudang itu hingga ia tidak melihat dua pria besar dan menakutkan menyelinap dari belakangnya dan tiba-tiba menarik lengannya, ia pun tersentak karena terkejut.     

"HEI!!" Ia mencoba melepaskan diri, tetapi ia hanya bisa membebaskan satu tangannya saja. Yang satu lagi dicengkram erat oleh seorang pria yang tampak seperti raksasa. Melihatnya membuat Emmelyn merasa sangat ketakutan hingga tubuhnya gemetaran.     

Pria ini sangat besar. Tingginya mungkin hampir delapan kaki. Mungkin, bahkan lebih tinggi dari itu. Wajahnya tanpa ekspresi dan matanya merah padam. Emmelyn belum pernah bertemu orang semenakutkan pria ini.     

Pria lainnya, justru lebih pendek dan bahkan jauh lebih pendek dari Emmelyn. Kepalanya terlihat botak. Ia menyeringai mengejek dan mengusap tangannya yang ditepis Emmelyn tadi.     

Secara refleks, Emmelyn mengeluarkan pisaunya dari dalam mantelnya yang kebesaran dan menusukkan pisau itu tepat di di lengan sang pria raksasa, untuk memaksanya melepaskannya.     

"Sialan!" Emmelyn mengutuk ketika raksasa itu bahkan tampaknya tidak merasakan sakit dari tusukan pisaunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.