Pangeran Yang Dikutuk

Maxim?



Maxim?

0Seorang pria tua yang baru saja naik ke darat dengan perahu kecilnya. Wajahnya terlihat bahagia ketika melihat ada dua orang wanita sedang bersantai di tepi danau. Dia mengikat perahunya di sebuah tiang besar di dekat dermaga dan berjalan dengan cepat ke arah Emmelyn dan Kira. Pria itu membawa keranjang kecil berisi ikan.     

"Halo! Apa kalian mau membeli ikan? Aku baru saja menangkapnya hari ini. Ikannya masih segar," ia menawarkan hasil tangkapannya kepada Emmelyn dan Kira dengan penuh harapan.     

Kira sudah sering makan ikan dalam hidupnya dan tidak ingin membeli, tapi Emmelyn merasa kasihan pada nelayan tua itu yang terlihat sangat berharap bisa menjual ikannya.     

Dia mengangguk. "Ya, tentu saja. Berapa harganya?"     

"Berapa banyak yang Anda butuhkan?" Nelayan itu balik bertanya.     

Emmelyn menatap Kira dan melihat temannya menggeleng pelan. Sepertinya Kira tidak ingin makan ikan.     

"Aku ambil dua saja," kata Emmelyn. Dia mengeluarkan satu koin perak dari sakunya dan memberikannya kepada nelayan itu.     

"Ini terlalu banyak," kata orang tua itu. "Anda harus mengambil semua ikanku."     

"Tidak... tidak, terima kasih. Hanya ada kami berdua. Aku tidak akan bisa memakan semuanya, dan lagi ikan-ikan itu tidak akan bertahan lama. Aku tidak punya koin yang lebih kecil."     

"Baiklah... tapi aku tidak punya uang kembalian..." pria tua itu tampak bingung.     

"Tidak apa-apa. Aku tidak menginginkan kembaliannya. Kebetulan aku ingin makan ikan hari ini dan Anda datang di saat yang tepat. Aku akan menikmati ikan ini dan Anda bisa membawa sisa ikannya untuk keluargamu, atau Anda juga bisa memberikannya kepada orang lain." Emmelyn mengambil dua ikan besar dari keranjang dan memegangnya. "Dua ikan ini sudah cukup untukku."     

Nelayan tua itu sangat tersentuh oleh kebaikan hati Emmelyn, sampai-sampai dia hampir meneteskan air mata. Pria itu dengan cepat menyeka air matanya dan menundukkan kepalanya untuk menunjukkan rasa hormatnya kepada gadis itu.     

"Terima kasih banyak atas kebaikan Anda, anak muda," kata pria itu dengan suara serak. "Istriku saat ini sedang sakit keras. Aku diberitahu bahwa biaya pengobatannya akan menghabiskan biaya rumah dan perahu kami. Sekarang... dengan uang ini, aku bisa membiayai pengobatannya. Terima kasih banyak."     

Emmelyn tersenyum dan mengangguk. Ia juga tersentuh ketika menyadari bahwa tanpa sadar ia telah membantu istri orang tua itu untuk mengobati penyakitnya.     

"Aku harap istri Anda segera sembuh," kata Emmelyn. "Terima kasih untuk ikannya."     

"Tidak... Terima kasih!" Pria tua itu akhirnya menangis dan dia membungkuk sekali lagi sebelum mengambil keranjangnya dan kembali ke perahunya. Dia melepaskan ikatannya dari tiang dan berlayar lagi ke sisi lain danau untuk menemui istrinya.     

"Kau terlalu baik," komentar Kira.     

Emmelyn tidak menggubrisnya. Tentu saja, dia akan dianggap sangat baik jika yang mengatakannya adalah seorang putri bajak laut. Dari sudut pandang orang normal, Emmelyn menganggap apa yang dilakukannya adalah hal biasa.     

Dia merasa kasihan pada nelayan tua itu dan memutuskan untuk membuatnya bahagia dengan membeli dua ekor ikannya. Itu bukanlah hal yang luar biasa untuk dilakukan, pikirnya. Dia bahkan tidak berusaha keras untuk membantu pria tua itu. Nelayan itu datang sendiri kepadanya.     

"Aku ingin mengambil kayu bakar untuk membuat api dan memanggang ikan," kata Emmelyn setelah dia meletakkan ikan di atas rumput, di dekat tasnya. "Apa kau mau tinggal di sini dan menjaga barang-barang kita?"     

Kira mengangguk. "Silakan."     

Emmelyn menepuk-nepuk tangannya yang berbau amis dan menggosok-gosokkannya ke rumput untuk menghilangkan baunya sebelum ia berjalan ke arah pepohonan. Ia pikir ia bisa menemukan beberapa ranting atau dahan kering di sana untuk membuat api.     

Dia akan membersihkan ikan dan memanggangnya untuk makan siang. Setelah makan siang dan beristirahat sejenak, mereka akan melanjutkan perjalanan ke Lakeshire.     

KRAK!     

Emmelyn melompat kaget ketika tiba-tiba dia menginjak ranting kering yang patah dan seutas tali langsung melilit pergelangan kakinya. Dia tidak sengaja menginjak perangkap binatang.     

"Astaga...! Siapa yang menaruh perangkap hewan di sini?" Emmelyn menggerutu kesal. Dia membungkuk dan mencoba melepaskan tali dari kakinya.     

KRAK! KRAK! KRAK!     

Emmelyn kembali melompat dan menghindar saat mendengar suara langkah kaki lain dari belakangnya yang menginjak beberapa ranting yang lebih kecil.     

"Hei! Apa yang kau lakukan dengan perangkapku?"     

Emmelyn menoleh ke arah suara itu untuk melihat siapa yang memarahinya. Kaki kanannya masih terperangkap dalam perangkap hewan dan dia sangat marah karena pemilik perangkap memarahinya karena mencoba membebaskan diri.     

Emmelyn tidak bisa mempercayai matanya ketika melihat pria yang berdiri di hadapannya dengan tangan akimbo dan wajahnya menunjukkan ekspresi kesal.     

"Maxim?!"     

Emmelyn benar-benar tidak bisa mempercayai matanya.     

Sudah...     

Sudah berapa lama sejak terakhir kali dia melihat Maxim? Pria itu telah banyak berubah selama 18 bulan dia tidak bertemu dengannya.     

Berat badan Maxim nampak bertambah sedikit dan ia terlihat lebih gemuk dari sebelumnya. Tidak ada seringai lucu yang selalu menghiasi wajahnya. Pria itu kini terlihat jauh lebih serius daripada yang dia ingat.     

Tapi, ada satu hal yang tidak berubah sedikit pun. Dia masih setampan seperti yang terakhir kali Emmely ingat.     

Maxim masih menjadi salah satu dari pria paling tampan yang pernah Emmelyn kenal. Matanya berwarna abu-abu cerah dan rambut pendeknya yang berantakan berwarna seperti pasir, atau ia menyebutnya seperti warna abu.     

Hidung, bibir, dan rahangnya terlihat seperti dipahat dengan sempurna oleh seorang seniman berbakat. Menurut pendapat Emmelyn, dia bahkan lebih tampan daripada Gewen.     

Namun, sikapnya yang penyendiri dan tidak banyak bicara membuatnya terkesan sulit untuk dijangkau, berbeda dengan Gewen yang hangat dan pandai bicara.     

Saat Maxim menatapnya dengan ekspresi kesal, Emmelyn terdiam di tempatnya.     

Apakah pria di hadapannya ini benar-benar teman lamanya? Atau dia sedang bermimpi di siang bolong?     

Emmelyn benar-benar khawatir sesuatu yang buruk telah terjadi pada Maxim setelah dia meninggalkannya dan pria itu terpengaruh oleh kutukan yang menimpanya. Jika orang ini benar-benar Maxim, dia sangat lega melihatnya masih hidup dan sehat.     

"Maxim?!" Emmelyn mengulangi kata-katanya.     

Dia memanggil nama pria itu dengan sedikit ragu. Meskipun hatinya mengatakan bahwa pria di hadapannya benar-benar Maxim, tapi entah mengapa sulit sekali untuk mempercayai matanya sendiri.     

Mata pria itu menyipit ketika ia menatap Emmelyn. Jelas sekali dia terkejut mengetahui ada orang asing yang mengetahui nama kecilnya.     

Dia tidak pernah benar-benar menggunakan nama tersebut karena itu adalah nama panggilan yang biasa digunakan ibunya. Tidak ada lagi orang lain yang memanggilnya dengan nama Maxim. Kecuali...     

"Hah?" Ekspresi kesalnya seketika berubah menjadi terkejut. Matanya melotot dan dia menatap Emmelyn dengan tidak percaya. "Emmelyn?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.