Pangeran Yang Dikutuk

Memangnya Ada Nyamuk Di Sini?



Memangnya Ada Nyamuk Di Sini?

0Emmelyn merasa sangat kaget mendengar kata-kata Mars. Ia tidak tahu bahwa ia mabuk malam sebelumnya dan berlari keliling lapangan dalam keadaan telanjang bulat.     

Ia tidak ingat apa-apa, selain hangover keesokan paginya. Duh.. apakah benar ia memang melakukan hal memalukan seperti di saat ia mabuk?     

"Dasar brengsek kau!" Gadis itu memukul dada Mars dengan kesal. "Kau tega membiarkan aku mempermalukan diriku seperti itu? Aku ini ibu dari calon anak-anakmu..."     

Mars pura-pura tersinggung melihat Emmelyn menyalahkan dirinya. "Hei.. sudah kubilang, aku mencoba mengejarmu sambil membawa-bawa pakaian, tetapi kau sangat lincah dan susah dikejar."     

"Oh Tuhan...." Emmelyn membenamkan wajahnya di kedua tangannya dan menangis karena malu.     

Mars hanya tertawa melihat sikap dramatis gadis itu. Ia menepuk-nepuk punggung gadis itu dan akhirnya berkata jujur.     

"Tenang saja... aku hanya bercanda. Itu tidak benar. Kau tidak berlarian telanjang di lapangan... hahahaha."     

"Aku tidak percaya..." tukas Emmelyn yang masih membenamkan wajahnya di kedua tangannya.     

"Percayalah. Aku tadi bicara begitu hanya untuk membuatmu kaget, supaya kau tidak membiasakan minum wine banyak-banyak," kata Mars akhirnya.     

Ia melanjutkan, "Aku tahu wine di sini enak sekali, tetapi itu bukan alasan untuk menjadi pemabuk. Kau ini perempuan. Bagaimana kalau kau mabuk dan aku tidak ada di sekitarmu untuk menjagamu? Bagaimana kalau kau benar-benar menari telanjang di lapangan?"     

Emmelyn akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap pria itu dengan alis berkerut. "Kau tidak bohong lagi? Aku tidak mempermalukan diriku di saat aku mabuk?"     

Mars menggeleng. "Kau tidak mempermalukan dirimu di saat kau mabuk waktu itu. Malah, kau terlihat menggemaskan sekali. Tapi aku tidak menjamin bahwa lain kali akan seperti itu... Jadi sebaiknya jangan mengambil risiko itu kalau aku tidak ada."     

Emmelyn menghembuskan napasnya dengan sangat lega. "Ah.. syukurlah."     

Dengan sigap, ia lalu menyambar kendi dan mengisi penuh cangkirnya dengan wine. Tindakannya itu membuat Mars menjadi kaget.     

"Bagian mana dari kata-kataku tadi bahwa kau sebaiknya mengurangi minum wine yang tidak kau mengerti?" tanya Mars keheranan. "Kenapa sekarang justru minum banyak sekali???"     

Emmelyn hanya mengangkat bahu. Ia menyesap winenya dan menjawab dengan tidak acuh. "Kau bilang aku sebaiknya jangan minum banyak-banyak kalau tidak ada kau. Karena sekarang ada kau di sampingku... aku bisa minum dong?"     

Mars tertegun mendengar kata-kata gadis itu. Ia menatap Emmelyn yang kembali menyesap wine-nya sambil memejamkan mata, seolah sedang sangat menikmati minumannya.     

Dalam hati, Mars bertanya-tanya, apa maksud dari kata-kata Emmelyn barusan.     

Gadis itu merasa aman minum banyak wine sekarang karen ada Mars di sampingnya?     

Ahh... rasanya saat itu ingin sekali Mars menarik cangkir itu dari bibir Emmelyn dan melumat bibirnya dengan rakus, lalu membaringkannya di meja makan dan mulai mencumbunya... dan kemudian...     

Ia menelan ludah.     

"Kenapa wajahmu begitu?" tanya Emmelyn sambil mengerutkan keningnya. Ia menyentuh hidung Mars dengan cangkir wine-nya dan menggeleng-geleng. "Kau diam saja dari tadi."     

Mars menyentuh cangkir itu dan menurunkannya dari hidungnya. "Sejak kapan aku banyak bicara?"     

"Ahh.. benar juga. Kau memang bukan laki-laki yang banyak bicara. Tidak seperti Gewen," gumam Emmelyn.     

Ahh.. sebenarnya ia ingin mengorek isi hati Mars dan mencari tahu apa yang membuat pria itu melamun setelah mereka pulang dari acara minum teh di istana. Tetapi kemudian ia menyadari bahwa ia menggunakan taktik yang salah.     

Mars memang tidak pernah banyak bicara. Yang banyak bicara justru Emmelyn sendiri dan Mars lebih banyak mendengarkan.     

"Kenapa kau menyebut-nyebut nama Gewen?" tanya Mars dengan suara agak tidak senang.     

Ia masih ingat bahwa Gewen menggunakan namanya untuk menghindar dari kewajibannya menikah dan punya anak untuk meneruskan garis keturunan keluarganya.     

Sekarang, Emmelyn ikut-ikutan menyebut nama Gewen. Hal ini membuat dadanya terasa dibakar sedikit rasa cemburu. Ia tahu Gewen sangat tampan dan ia terkenal di antara kaum wanita, tidak seperti Mars yang selalu membuat perempuan mana saja yang melihatnya gemetar ketakutan.     

Apakah Emmelyn juga ikut-ikutan menyukai Gewen? Apakah terjadi sesuatu selama mereka berlatih?     

"Aku hanya membandingkan kau yang pendiam dengan Gewen yang banyak bicara, itu saja," kata Emmelyn ia mengambil cangkirnya dan menyesap wine sambil mengerutkan keningnya, berusaha mencari cara untuk mengetahui apa yang ada dalam pikiran pria itu.     

"Lalu, dari hasil perbandinganmu, siapa yang lebih baik? Gewen atau aku?" tanya Mars sambil menatap Emmelyn lekat-lekat.     

Emmelyn mendengus. "Tidak ada yang lebih baik. Kalian berdua adalah musuhku."     

Kata-kata itu keluar begitu saja secara otomatis. Bahkan saat Emmelyn menyesalinya, sudah terlambat. Kata-kata itu sudah terucap dari bibirnya.     

"Hmm.. begitu ya?" tanya Mars. Ia mengalihkan pandangannya dari wajah Emmelyn ke cangkir di tangannya. Ia kembali teringat peristiwa di malam pengakuan Emmelyn saat gadis itu mabuk dan membuka isi hatinya.     

Emmelyn sebenarnya menyukainya, tetapi hati gadis itu tercabik antara perasaan sukanya kepada Mars dan dendam akibat kematian keluarganya. Sampai kapan pun masalah ini tidak akan selesai, kecuali Mars bisa membangkitkan orang mati.     

Emmelyn tertunduk. Ia tidak berkata apa-apa lagi. Jauh di dalam hatinya, ia merasa terjepit. Dari apa yang ia saksikan selama ini, Mars bukanlah orang jahat seperti anggapan banyak orang. Pria itu adalah seorang pangeran yang adil.     

Ia juga tidak egois dan berbuat semena-mena dengan sembarangan membunuh orang hanya demi memeriksa apakah ia masih berada dalam pengaruh kutukan atau tidak...     

Hal ini membuat Emmelyn merasa kesulitan untuk membenci laki-laki ini dan menjadikannya sasaran pembalasan dendam.     

Lagipula.. kalau nanti ia membunuh Mars, bagaimana nasib anak-anaknya? Mereka akan kehilangan sosok ayahnya.     

Dan kalau sampai mereka tahu bahwa Emmelyn-lah yang bertanggung jawab atas kematiannya... mereka pasti akan membencinya.     

Astaga.. aku sedang memikirkan apa, sih? pikir Emmelyn keheranan. Ia mencubit tangannya sendiri. Ia tidak tahu kenapa pikirannya memikirkan tentang anak-anaknya bersama Mars.     

Hey.. dia ini kan belum hamil, ya? Dan ia belum tentu jadi melahirkan anak-anak untuk pangeran brengsek ini. Karena kalau Emmelyn berhasil membalaskan dendamnya duluan.. maka ia akan dihukum mati duluan sebelum ia sempat melahirkan anak.     

Kenapa pikirannya jadi kemana-mana? Sialan. Mungkin karena ia terlalu banyak menghabiskan waktu bersama Pangeran Mars, Emmelyn menjadi seperti ini. Mars-lah yang sedikit-sedikit bicara tentang anak-anak mereka seolah mereka sudah pasti akan hadir ke dunia ini..     

Sekarang, Emmelyn jadi ketularan.     

"Kenapa kau mencubit tanganmu sendiri?" tanya Mars keheranan. Rupanya tidak ada satu pun gerak-gerik Emmelyn yang luput dari pengamatannya.     

Gadis itu cegukan, saat menyadari Mars menangkap basah dirinya mencubit tangannya sendiri.     

"Aku barusan mencubit nyamuk," kata gadis itu dengan cuek.     

"Memangnya ada nyamuk di sini?" tanya Mars keheranan. Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, seolah berusaha mencari nyamuk laknat yang berani menggigit Emmelyn-nya.     

Sikap pria itu membuat Emmelyn terpesona. Sepertinya baru sekarang ia menyadari bahwa pria ini sangat perhatian kepadanya. Bahkan untuk hal kecil sekalipun, tidak ada yang luput dari perhatiannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.