Pangeran Yang Dikutuk

229



229

0"Aku sudah siap," jawab Emmelyn. Ia pindah dari sofa dan mendekati Mars.     

Dengan lembut, Emmelyn mengikatkan satu kancing pada kemeja Mars yang berada tepat di atas dadanya yang secara tidak sengaja terbuka dan sedikit memperlihatkan dada pria itu.     

Keduanya telah sepakat untuk menggantungkan cincin kawin mereka masing-masing menggunakan tali dan mengalungkannya di leher mereka agar tidak diketahui oleh siapa pun jika mereka sudah menikah.     

Hari ini, tali dengan cincin itu terlihat sedikit dari celah kemeja Mars dan Emmelyn berusaha menyembunyikannya dengan mengancingkan kemeja Mars. Ia ingin mencegah jangan sampai cincin kawinnya itu terlihat orang lain.     

Pangeran tersenyum dengan penuh terima kasih dan menyentuh pipinya.     

"Terima kasih, Sayang."     

"Sebaiknya kita berhati-hati, kita pastinya tidak mau Ellena membuat kesimpulan sendiri dan mengira kita sudah menikah diam-diam. Aku tahu ia bukan gadis yang bodoh," kata Emmelyn kemudian.     

Cincin kawin Emmelyn sendiri tersembunyi di balik kelim gaunnya.     

Melihat bagaimana Emmelyn berusaha sebaik mungkin untuk menyembunyikan pernikahan mereka berdua, Mars menjadi sedih.     

Ia tidak sabar menantikan hari di mana ia bisa mengumumkan pernikahannya dengan Emmelyn kepada semua orang dan dengan bangga memperkenalkan gadis itu sebagai istri sahnya.     

Ia harus menunggu beberapa bulan lagi sampai bayi mereka lahir dan keduanya sudah berhasil menangani penyihir itu. Sampai waktunya tiba, mereka harus terus bersabar dan berhati-hati.     

"Ya, kau benar." Mars mengangguk. Ellena adalah gadis yang sangat cerdas. Ia sangat mengenalnya.     

"Mereka akan segera datang. Kau bisa bersembunyi di ruang kerja sementara aku menjamu teman-temanku di perpustakaan. Aku telah meminta para pelayan untuk membuka kunci pintu yang bersebelahan di antara dua ruangan. Kau bisa melihat apa yang terjadi di perpustakaan dari pintu yang terbuka," kata Mars saat ia berjalan bersama Emmelyn keluar dari kamar mereka.     

Ia menambahkan, "Pintunya sendiri tersembunyi oleh beberapa rak buku, jadi kau tidak akan menarik perhatian siapa pun."     

"Aku mengerti," jawab Emmelyn.     

Ia tidak sabar untuk melihat Killian lagi. Astaga... jika pria itu benar-benar kakaknya, Emmelyn pasti akan mencoba berbicara dengannya. Ia HARUS tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.     

***     

"Yang Mulia, ini untuk Anda," Roshan datang dengan nampan teh dan beberapa kue.     

Mars menyuruhnya untuk memberikan semua yang dibutuhkan Emmelyn saat ia bertemu dengan teman-temannya. Itulah sebabnya kepala pelayan datang membawa minuman dan kue untuknya begitu Emmelyn memasuki ruang kerja Mars.     

"Terima kasih, Roshan," Emmelyn merasakan tenggorokannya sangat kering. Ia merasa begitu gugup. Ia segera menuangkan teh ke dalam cangkirnya dan dengan cepat meminumnya dengan tangan yang gemetar.     

"Yang Mulia, apakah Anda baik-baik saja?" Roshan bertanya dengan prihatin.     

"Ya, aku baik-baik saja. Aku harap kau akan berada di sekelilingku jadi aku langsung bisa memanggilmu saat aku membutuhkan sesuatu," kata Emmelyn kepada kepala pelayan itu.     

"Baik, Yang Mulia. Saya akan berjaga di luar pintu," Roshan membungkuk dan pergi. Ia menutup pintu di belakangnya.     

***     

Satu per satu, para tamu yang ditunggu datang ke kastil putra mahkota. Gewen datang lebih dulu dengan beberapa kue yang dipersiapkan oleh ibunya. Ia sempat menolak membawanya tapi ibunya terus memaksanya.     

"Adik-adik perempuanku baru saja belajar membuat kue dan ibuku menyuruhku membawakan kue ini untukmu," katanya sambil menyerahkan bungkusan kepada pangeran.     

Mars menoleh ke seorang pelayan dan memberi isyarat kepadanya untuk mengambil kue itu. "Terima kasih, Gewen."     

Mars merasa agak aneh karena Lady Athibaud belakangan ini mulai lebih memperhatikannya. Ia selalu baik kepadanya sejak ia masih muda, tetapi tampaknya, setelah ia tidak lagi dikutuk, ibu Gewen menjadi semakin perhatian kepadanya.     

Edgar datang tepat setelah Gewen. Ia tidak membawa apa pun, seperti yang sudah diduga. Dan akhirnya, dua orang yang sangat ingin ditemui Mars tiba di kastil itu menggunakan kereta.     

"Halo, Yang Mulia," Ellena turun dari gerbongnya dengan bantuan seorang pria muda. Wajahnya berseri-seri dan senyuman di wajahnya membuatnya terlihat lebih cantik dari biasanya.     

Ia mengenakan gaun terbaiknya, gaun merah muda dengan mantel kulit coklat dan topi putih.     

"Lady Ellena, kau terlihat sehat," Mars tersenyum. Ia mengulurkan tangannya dan mencium tangan Ellena, sesuai kebiasaan mereka. Kemudian, ia melihat ke atas dan mengamati pria yang berdiri di belakang Ellena.     

Jadi, pemuda ini adalah pria yang datang bersama Ellena ke pesta kerajaan. Ia tampak rapi dengan pakaian mahal dan penampilan yang rupawan.     

Mars mengerutkan alisnya. Ia teringat gambar yang dibuat oleh Tuan Asai Ato, pelukis kemarin. Gambar itu memang terlihat seperti pria ini.     

Jadi, sepertinya pria ini adalah pria yang sama dengan yang datang ke pesta kerajaan bersama Ellena.     

Namun, ada perbedaan yang mencolok.     

Pria ini tidak memiliki tatapan tajam seperti pria dalam gambar itu dan ia juga terlihat sangat muda.     

"Lord Killian, aku senang berjumpa denganmu lagi," Mars mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Killian. Pemuda di hadapannya menundukkan kepalanya dan tersenyum. Ia lalu menjabat tangan putra mahkota.     

"Suatu kehormatan bagiku bisa diundang ke sini, Yang Mulia," jawab Killian.     

"Silakan masuk," kata Mars kepada tamu-tamunya dan membawa mereka menuju perpustakaannya yang besar. Mereka semua mengikuti sang tuan rumah.     

Begitu mereka semua duduk manis di beberapa sofa di perpustakaannya, teh dan kue disajikan oleh para pelayan yang bekerja dengan efisien.     

"Aku rindu minum wine dengan kalian di kedai tempat kita biasa berkumpul," komentar Ellena dengan cemberut ketika pelayan menuangkan teh untuknya. "Kita hampir tidak pernah bertemu satu sama lain selama musim dingin."     

"Maafkan aku, Ellena. Aku sangat sibuk," Mars menyesap tehnya dan menatap Gewen. Ia senang melihat Gewen tampaknya tidak memberi tahu Ellena apa pun tentang pernikahan rahasia Mars dan Emmelyn. Ia bertanya bagaimana kabarnya. "Bagaimana keadaanmu? Aku harap kau sehat-sehat saja."     

"Ya, aku mencoba menyibukkan diri dengan mengunjungi rumah kami di pedesaan," jawab Ellena. Ia menoleh ke arah Killian dan menambahkan, "Aku senang karena seorang teman lama datang mengunjungiku jadi aku tidak merasa terlalu kesepian."     

"Ah... benar juga. Kita sempat bertemu sebentar di pesta dansa kerajaan," Mars juga menoleh ke arah Killian.     

Ia pikir ini adalah kesempatan bagus untuk menginterogasi pria itu dan mengetahui asal-usulnya. "Saat itu kita tidak sempat mengobrol sama sekali. Apa kau keberatan memberi tahuku dari mana asalmu?"     

Killian mengangguk. "Tentu saja tidak, Yang Mulia. Keluargaku berasal dari Asguay. Aku tidak tahu apakah Yang Mulia pernah mendengarnya atau tidak? Asguay adalah sebuah negara kecil di tepi laut. Dekat dengan Wintermere. Kami memiliki tanah tepat di perbatasan."     

Ia menyebutkan Wintermere sekali lagi, pikir Mars.     

Putra mahkota merasa penasaran. Emmelyn berasal dari Wintermere. Ia adalah wanita pertama yang bisa menyentuhnya tanpa sekarat.     

Sekarang, Mars tidak benar-benar tahu apakah Emmelyn memang kebal terhadap kutukannya, atau apakah kutukan itu sudah dipatahkan ketika gadis itu datang ke kastilnya.     

Tidak ada yang tahu jawabannya kecuali penyihir itu. Jika Mars tidak menemukan penyihir itu, maka ia mungkin tidak akan pernah tahu jawabannya.     

Hal menarik lainnya adalah, tampaknya, penyihir itu memiliki hubungan dekat dengan Wintermere karena keluarga Bellevar memilih untuk melarikan diri ke sana setelah mereka meninggalkan Draec ketika kutukan menimpa keluarga Strongmoor.     

Apakah semua ini ada hubungannya?     

"Kalau boleh aku tanya, di mana kalian berdua bertemu?" Mars bertanya kepada Ellena. Ia menatapnya tanpa curiga dan menunggu jawaban gadis itu. "Kau belum memberi tahu aku secara detail apa yang terjadi selama lima tahun kau menghilang."     

Ia akan tahu jika Ellena berbohong karena ia sudah mengenalnya begitu lama. Ellena tidak pernah berbohong kepadanya. Hal terburuk yang ia lakukan adalah ia menyembunyikan kebenaran atau menolak menjawab.     

"Kami bertemu saat aku melakukan perjalanan untuk menemukan penyihir itu," jawab Ellena. Ia menyipitkan matanya dan membalas tatapan Mars. "Nada suaramu... kedengarannya seperti kau mencurigaiku akan sesuatu."     

Mars tahu, Ellena tidak bisa dibodohi. "Aku hanya penasaran. Ada banyak hal yang perlu aku ketahui. Aku harap kau tidak keberatan menjawab pertanyaanku."     

Ellena menggelengkan kepalanya. "Tentu saja aku tidak keberatan. Tapi aku tidak senang diinterogasi olehmu seperti ini, Yang Mulia. Kita sudah membicarakan hal ini."     

"Ya, aku paham. Saat itu kupikir kau masih butuh waktu untuk menenangkan diri setelah pengalaman traumatis dengan penyihir itu. Tapi, sudah beberapa bulan berlalu. Sekarang aku membutuhkanmu untuk berbicara denganku dan menceritakan semuanya," balas Mars dengan tegas. "Itu jika... kau masih menganggapku sebagai temanmu."     

Ia lalu menatap Ellena dalam-dalam setelah menyelesaikan kalimatnya, seolah memberikan penekanan bahwa ia serius dengan semua yang diucapkannya.     

Sementara itu, di ruang kerja putra mahkota, Emmelyn berdiri membeku ketika ia mengintip dari pintu yang terbuka. Ia langsung bisa mengenali pria yang datang bersama Ellena, pria itu memang Killian.     

Emmelyn berusaha keras menahan dirinya. Ia sangat ingin menerobos masuk dan memeluk Killian lalu menanyakan bagaimana kabarnya. Oh, ia sungguh merindukan kakaknya.     

Ia harus mengepalkan tinjunya agar tetap bisa bertahan di ruangan itu dan tidak bersikap gegabah. Tidak, ia tidak boleh bersuara, dan ia tidak boleh menerobos masuk dan membuat keributan.     

Astaga.... sangat sulit menahan diri untuk tidak melakukannya.     

Emmelyn hanya bisa menggigit bibirnya saat air mata menetes di pipinya, menunggu jawaban Ellena.     

"Itukah sebabnya kau menghindariku?" Ellena bangkit dari kursinya, ia terlihat tersinggung saat mendengar kata-kata Mars. "Kau melakukannya karena ingin memberikan aku waktu untuk menenangkan diri dari pengalamanku yang penuh trauma itu"     

Wajahnya tampak dipenuhi perasaan sakit hati. Suara Ellena terdengar bergetar ketika ia melanjutkan kata-katanya. "Apakah kau selalu mencurigaiku? Sahabatmu sendiri? Kau merasa aku sudah siap untuk diinterogasi, maka kau meminta untuk bertemu dan menginterogasiku lagi? Itukah alasan sebenarnya mengapa kau mengundangku untuk minum teh hari ini?"     

"Ellena, aku tidak mengerti kenapa kau merasa kesal. Sudah kubilang aku sibuk selama musim dingin, begitu juga Gewen dan Edgar," jawab Mars dengan tenang seperti sebelumnya. Ia tidak terpengaruh oleh reaksi Ellena.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.