Pangeran Yang Dikutuk

Memasak Kelinci



Memasak Kelinci

0Mars mendengarkan cerita-cerita Emmelyn dengan penuh perhatian. Sungguh hebat, gadis ini telah melihat dunia dan memiliki begitu banyak cerita yang menarik.     

"Oya? Aku baru dengar," kata Mars menanggapi celotehan gadis itu.     

"Benar. Di sana juga kabarnya ada kerajaan kecil misterius yang tidak pernah dapat ditemukan orang-orang."     

"Aku tidak mengerti. Apakah kerajaan itu tersembunyi?" tanya Mars lagi.     

Emmelyn mengangguk. "Benar. Katanya kerajaan itu dikuasai oleh keluarga penyihir yang sangat sakti. Seratus tahun yang lalu mereka memutuskan untuk menyembunyikan kerajaan mereka dari manusia biasa. Mereka tidak suka berhubungan dengan manusia yang menurut mereka melakukan banyak perbuatan tercela."     

Ia lalu meminum minuman dari kantungnya. Ekspresi wajahnya yanga tampak berseri-seri membuat Mars menjadi curiga. Ia lalu mengarahkan tangannya kepada Emmelyn dengan telapak tangan terbuka.     

"Boleh aku minta?" tanyanya.     

Emmelyn mengerucutkan bibirnya dan mengomel. "Kau ini kenapa tidak membawa minuman sendiri, sih?"     

Namun, walaupun ia mengomel, gadis itu tetap menyerahkan kantung minumannya kepada Mars. Pemuda itu menerimanya dengan wajah berseri-seri dan segera meneguknya.     

"Uhuk uhuk... ini wine?" tanyanya keheranan. "Aku pikir kau membawa air putih?"     

"Untuk apa membawa air putih?" Emmelyn balik bertanya. "Di luar sini sangat dingin. Tentu lebih baik membawa wine daripada air."     

Mars menggeleng-geleng. Ia harus mengakui bahwa Emmelyn memang sangat penuh persiapan. Tadi ia membawa pisau, tali untuk membuat jerat, dan sekarang ia ternyata juga membawa wine. Sungguh pintar!     

"Kau sangat pandai," puji Mars. Ia tersenyum simpul dan menyesap wine dari kantung itu dengan hati gembira. Setelah menyerahkan kembal tempat wine itu kepada Emmelyn, ia lalu melanjutkan bertanya kepada Emmelyn tentang benua Atlantea.     

Pada dasarnya Emmelyn memang senang bercerita. Karenanya ia dengan senang hati menceritakan apa-apa yang ia ketahui sepanjang petualangannya di Atlantea.     

"Jadi.. kerajaan ini katanya bernama kerajaan Myrin. Banyak dongeng yang disampaikan oleh orang-orang tua secara turun temurun tentang kerajaan ini di zaman dahulu kala. Tetapi, pada suatu hari, tiba-tiba saja kerajaan ini menghilang dan tidak ada orang yang dapat menemukannya."     

"Sudah berapa lama peristiwa itu terjadi?" tanya Mars.     

"Entahlah. Ada berbagai gosip yang beredar dan kau tidak akan tahu mana cerita yang benar. Ada yang bilang sudah seratus tahun, ada yang bilang dua ratus tahun. Yang jelas semua orang yang pernah melihat keberadaan kerajaan itu, sekarang sudah mati. Jadi kita juga tidak bisa memastikan apakah kerajaan Myrin itu memang benar-benar ada atau tidak," kata Emmelyn lagi.     

Mars menduga terjadi bencana alam yang menghancurkan seisi kerajaan tersebut, tetapi orang-orang lebih senang menyebarkan cerita dongeng yang membuat kisah kerajaaan Myrin itu menjadi lebih misterius.     

Tetapi ia tidak mengatakan apa-apa kepada Emmelyn. Ia tidak mau dianggap merusak dongeng yang disampaikan gadis itu.     

Karena melihat Mars adalah seorang pendengar yang baik, Emmelyn menjadi bertambah semangat untuk menceritakan perjalanannya. Mars tampak sangat kagum dan berkali-kali mendecakkan lidah saat mendengar Emmelyn bercerita.     

Sambil mengobrol, mereka berbagi wine yang dibawa Emmelyn. Rasanya seperti mimpi. Ahh... sungguh keputusan yang tepat menemani Emmelyn berjalan-jalan seperti ini.     

Ia dapat mendengarkan gadis itu bercerita panjang lebar. Emmelyn juga terlihat sangat gembira.     

Memikirkan ini, Mars menjadi sedih karena membayangkan bahwa Emmelyn benar-benar tidak betah 'terkurung' di istananya.     

Ahhh... mungkin sebaiknya nanti di musim semi, kalau Emmelyn masih belum hamil, ia dapat mengajak gadis itu untuk berjalan-jalan ke tempat yang agak jauh, supaya ia merasa terhibur.     

"Ahh.. matahari sudah mulai condong," kata Emmelyn tiba-tiba. "Perutku lapar. Kita terlalu lama berhenti di sini. Sebaiknya kita kembali dan memeriksa jerat yang tadi kita pasang."     

"Kau benar," Mars segera bangkit dan membantu Emmelyn berdiri.     

Mereka lalu kembali berkuda ke tempat mereka memasang jerat. Dari enam jerat yang dipasang di beberapa lubang kelinci, ternyata satu perangkap berhasil mendapatkan hewan jeratan.     

"Ahh.. kelincinya gemuk sekali!" seru Emmelyn dengan gembira. Ia mengangkat kelinci gemuk dari tanah dengan tangan kanannya dan memamerkan hasil jeratannya.     

"Wah.. hebat!" seru Mars. "Yang lain tidak menangkap hewan. Kurasa sebaiknya jeratnya kita bongkar."     

Emmelyn mengangguk. "Iya, bongkar saja. Kalau kita biarkan di situ, nanti akan ada kelinci yang terjerat dan ia bisa mati kelaparan karena tidak ada yang mengambilnya."     

"Kau mau memasak kelinci itu?" tanya Mars.     

"Benar. Kau bereskan perangkap yang lain, biar aku yang memasak," kata Emmelyn. "Aku akan kembali ke telaga yang tadi untuk mencuci tangan dan memasang api. Kau bisa menyusul aku ke sana kalau sudah selesai."     

Tanpa menunggu persetujuan pria itu, Emmelyn telah melompat ke punggung kudanya dan melaju ke arah barat. Mars tampak ragu selama beberapa saat, tetapi kali ini ia memutuskan untuk mempercayai Emmelyn.     

Tadi ketika gadis itu pergi meninggalkannya, ia telah menyuruh para prajurit untuk mengejarnya dan menghadang gadis itu di balik bukit. Ia tadi mengira Emmelyn hendak kabur. Ternyata kecurigaannya itu terbukti salah.     

Kini, ia akan mempercayai Emmelyn dan tidak akan mengejarnya terburu-buru.     

Dengan perasaan yang lebih tenang, Mars lalu mengambil semua perangkap yang tadi mereka pasang dan mematahkan rantingnya, agar tidak ada hewan kecil yang terjerat di situ.     

Setelah Mars melakukan tugasnya, ia segera menaiki punggung kudanya dan menuju ke telaga tempat tadi ia dan Emmelyn beristirahat.     

Ketika ia tiba di sana, Mars melihat Emmelyn telah duduk berjongkok di tanah. Gadis itu mengeluarkan pisaunya, lalu dengan gerakan yang ahli, ia membunuh kelinci itu dengan sekali tikam. Darah segera membasahi kedua tangan gadis itu.     

Mars membayangkan gadis lain pasti akan merasa risih dengan darah, apalagi membunuh hewan. Namun Emmelyn sama sekali tidak tampak terganggu. Ia cuek saja mencuci tangannya di air telaga. Lalu dengan terampil ia menguliti kelinci gemuk itu.     

Untuk sesaat, Mars tertegun di tempatnya mengamati Emmelyn saat gadis itu sedang sibuk bekerja.     

"Kenapa berdiri di situ?" tanya Emmelyn saat menyadari Mars sudah datang. "Kau bisa menyalakan api? Sekalian buat tempat untuk membakar dagingnya nanti."     

Ia menunjuk ini itu dan memberi tahu sang pangeran apa yang dapat ia kerjakan.     

Mars mengangguk. "Tentu saja."     

Ia lalu duduk berjongkok di samping gadis itu dan melihat ke sekelilingnya. Ada beberapa ranting kering dan batu-batu yang bisa dipakainya untuk membuat api. Setelah mengumpulkan bahan-bahan yang ia butuhkan, Mars lalu menyalakan api.     

Baginya pekerjaan membuat api adalah hal yang sangat mudah untuk dilakukan.     

Setelah api berhasil menyala, ia kemudian mengumpulkan lebih banyak ranting kering untuk menjaga agar apinya tetap menyala dan semakin besar.     

Tidak berapa lama kemudian, keduanya sudah duduk menghadapi sebuah api unggun yang menyala besar dengan api berwarna kekuningan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.