Pangeran Yang Dikutuk

Sayang Sekali Umurnya Tidak Panjang



Sayang Sekali Umurnya Tidak Panjang

0Tanpa ragu-ragu, Emmelyn berjalan mendekat dan memeluk Nyonya Adler.     

Wanita tua itu tertegun ketika Emmelyn memeluknya erat-erat. Ia tidak mendengar Emmelyn menangis atau meneteskan air mata, tapi ia tahu hati sang putri sedang hancur.     

Tubuh Emmelyn gemetar, meski tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.     

Penyihir tua itu membiarkan Emmelyn memeluknya dan mengeluarkan kesedihannya selama yang ia mau. Sebagai orang biasa, ia tidak berani memeluk kembali sang putri. Akan sangat lancang baginya untuk menyentuh Emmelyn.     

"Terima kasih sudah datang," akhirnya, Emmelyn menenangkan diri dan melepaskan pelukannya. Ia tidak meneteskan air mata, tetapi ia tampak lebih hancur dibandingkan dengan seorang wanita yang meneteskan seember air mata.     

"Aku merasa terhormat karena Yang Mulia bersedia menemuiku," jawab Nyonya Adler. "Aku datang ke sini secepat mungkin."     

"Terima kasih," jawab Emmelyn sambil tersenyum. Ia kemudian menoleh ke arah Roshan dan berkata, "Roshan, kami ingin makan siang bersama. Bisakah kau menyiapkannya?"     

"Ya, Yang Mulia."     

Setelah Roshan meninggalkan mereka untuk meminta juru masak menyiapkan makan siang, Emmelyn memusatkan perhatiannya kembali ke Nyonya Adler. "Kau pasti lapar. Ini sudah lewat waktu makan siang. Mari makan siang denganku."     

Nyonya Adler tampak terpesona oleh sikap baik hati yang ditunjukan Emmelyn. Dari pakaian hitam yang dikenakan sang putri dan kesedihan yang terlihat jelas di ekspresinya, ia tahu bahwa Emmelyn sedang berduka. Tapi berkabung untuk siapa?     

Ketika kepala pelayan datang dan buru-buru memintanya untuk pergi bersamanya ke kastil putra mahkota, ia tidak tahu mengapa Putri Emmelyn mengundangnya untuk datang, dan begitu tiba-tiba.     

Sekarang, ia bisa menebak apa yang terjadi. Mungkin Emmelyn berduka atas kehilangan seseorang yang disayanginya dan membutuhkan teman?     

Jika itu masalahnya, Nyonya Adler adalah orang yang tepat untuk tinggal di sisi Emmelyn. Ia baru saja kehilangan kakak perempuannya setahun yang lalu. Jadi, ia tahu perasaan dan kehancuran yang dialami Emmelyn.     

Emmelyn mengerutkan alisnya saat melihat keraguannya. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa kau sudah makan siang dan tidak mau makan denganku?"     

Nyonya Adler dengan cepat menundukkan kepalanya dan melambai dengan canggung. "Tidak... bukan itu, Yang Mulia. Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk diundang makan bersama Yang Mulia. Aku tidak layak mendapat kehormatan seperti itu."     

"Tidak apa-apa. Kita hanya akan makan siang bersama," kata Emmelyn. Ia memberi isyarat kepada Nyonya Adler untuk mengikutinya dan bersama-sama mereka berjalan ke ruang makan. Penyihir tua itu terlihat berjalan dua langkah di belakang Emmelyn.     

Para juru masak itu sangat efisien. Mereka menyiapkan makanan dalam waktu singkat. Dengan segera, Emmelyn dan penyihir tua itu makan siang bersama.     

Mereka tidak mengatakan apa pun selama makan. Nyonya Adler sangat terkesan dengan makanan mewah yang dihidangkan sehingga ia tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun, sementara Emmelyn terlalu sedih untuk berbicara.     

Setelah mereka selesai makan siang, sekarang saatnya untuk pergi menemui Killian. Emmelyn bangkit dari kursinya dan memanggil Roshan yang berdiri di sudut ruang makan.     

"Roshan, bisakah kau membawaku menemuinya sekarang?" Emmelyn bertanya kepada kepala pelayan.     

Roshan membungkuk begitu dalam. "Ya, Yang Mulia. Ikuti aku."     

Kepala pelayan itu berjalan keluar, menahan pintu untuk kedua wanita tersebut, dan kemudian menutup pintu di belakangnya. Saat itu sudah tidak hujan lagi, jadi Emmelyn bisa berjalan tanpa harus menggunakan payung.     

Emmelyn pun berjalan mengikuti langkah-langkah Roshan yang mantap ke bagian barat kastil. Ia tahu ada paviliun kecil di sana yang tidak digunakan. Ia bertanya-tanya apakah Killian dibaringkan di sana sebelum pemakaman.     

Ahh, sepertinya tebakannya benar. Mereka berjalan ke arah itu.     

"Kita sudah sampai, Yang Mulia," kata Roshan saat mereka mendekati paviliun. Ada tiga penjaga yang berdiri di depan pintu. Mereka segera menundukkan kepala dalam-dalam ketika melihat Emmelyn.     

Meskipun Emmelyn tidak diperkenalkan secara resmi oleh putra mahkota kepada para pelayan atau prajurit rendahan, dari pakaiannya yang mahal dan anggun, mereka bisa langsung tahu siapa dirinya.     

"Terima kasih, Roshan. Sekarang, tolong tinggalkan aku," katanya lagi kepada kepala pelayan.     

Namun, kali ini Roshan tampak ragu-ragu untuk mematuhi perintahnya dan pergi begitu saja. Pangeran secara khusus memintanya untuk berada di samping Lady Emmelyn dan membantunya, jika ia membutuhkan sesuatu.     

Melihat keengganan pria tersebut, Emmelyn menjelaskan alasannya. "Aku tidak ingin menahanmu di sini terlalu lama. Kau pasti punya tugas lain yang harus kau kerjakan. Aku mungkin akan berada di sini sepanjang hari."     

"Oh..." mendengar penjelasannya membuat Roshan mengerti apa yang diinginkannya. Lady Emmelyn ingin berduka atas pria yang diduga adalah saudara laki-lakinya ini. Lebih baik jika ia meninggalkan mereka berdua saja.     

Akhirnya, ia menundukkan kepalanya dengan sungguh-sungguh dan pergi.     

"Saya mengerti, Yang Mulia. Saya akan berada di gedung utama. Silakan kirim penjaga untuk menjemput saya jika Yang Mulia membutuhkan sesuatu dariku."     

"Terima kasih," Emmelyn menoleh ke tiga penjaga. "Sekarang, aku butuh waktu untuk sendirian. Bisakah kalian menjaga dari kejauhan?"     

Ketiga penjaga itu segera mengangguk dan mengiyakan. "Baik, Yang Mulia."     

Emmelyn menunggu sampai Roshan pergi dan tidak terlihat sebelum ia memasuki paviliun itu. Nyonya Adler mengikuti di belakangnya. Para penjaga memberikan jarak yang cukup jauh tetapi tidak terlalu dekat dengan paviliun.     

Emmelyn tidak ingin mereka berada di dekatnya saat ia berduka atas kakaknya. Mereka sebenarnya adalah bagian dari musuh.     

Meskipun ia tidak menyalahkan mereka atas kematian Killian, sulit baginya untuk menerima kehadiran mereka di sekitar kakaknya.     

Nyonya Adler tidak tahu siapa yang meninggal. Tidak ada yang memberi tahunya. Penyihir itu hanya berasumsi bahwa ia pasti seseorang yang penting bagi Emmelyn.     

Ia terkejut ketika mereka memasuki paviliun dan melihat tubuh seorang pemuda dibaringkan di atas sebuah papan.     

Tubuh pria itu sudah dibersihkan dan mengenakan pakaian bagus. Luka di leher dan dadanya telah dibersihkan juga, dan ia tidak terlihat seperti sudah mati. Jika Nyonya Adler tidak tahu pria itu sudah mati, ia akan mengira pria itu sedang tidur.     

"Itu saudaraku," kata Emmelyn yang tampaknya tidak ditujukan kepada siapa pun. Penyihir tua itu menduga Emmelyn sedang berbicara dengannya. Ia tersentak karena terkejut. Wajahnya sekarang dipenuhi dengan simpati.     

Sekarang, Nyonya Adler jadi teringat bahwa ia juga baru saja kehilangan kakak perempuannya. Kakaknya meninggal karena sakit. Ia sudah sangat tua. Padahal pria ini masih muda dan terlihat cukup sehat ketika masih hidup dilihat dari fisiknya.     

Jadi, ia tidak mungkin mati karena suatu penyakit. Mungkinkah ia... dibunuh?     

Pikiran itu membuat Nyonya Adler bergidik. Ia memandang jenazah sang lelaki muda yang terbaring di tengah ruangan dan menghela napas sedih.     

Sayang sekali, umur Pangeran Killian tidak panjang.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.