Penyihir kegelapan di dunia magus

Pernyataan



Pernyataan

0Di kesempatan berikutnya Anya bertemu Barbara, santa itu sedang menggunakan sebuah mantra penyembuh pada seorang pelayan tua.     

Mereka sedang berada di sebuah benteng tersembunyi milik Keluarga Bane yang terletak di wilayah utara. Di tempat ini, ada beberapa pihak yang menyediakan para pelayan dan budak kepada tuan mereka, Fagus Bane, dan pria tua ini jelas merupakan salah satu dari pelayan-pelayan itu. Punggungnya menjadi bungkuk akibat semua beban dari pekerjaan yang ditugaskan kepadanya dan pakaiannya compang-camping.     

Sebuah bau menjijikkan yang berasal dari tubuh pria tua tersebut hampir membuat Anya mengernyitkan alisnya dan meninggalkan tempat itu. Dia bisa bersumpah bahwa bahkan selokan memiliki bau yang lebih baik daripada bau pria tersebut. Selain itu di kedua tangan pria tua tersebut terdapat beberapa luka sayatan menjijikkan penuh nanah yang hampir membuat gadis itu muntah.     

Dunia Para Dewa tidak terlalu maju dalam bidang medis dan kebanyakan para pendeta hanya menggunakan mantra-mantra ilahi kepada para bangsawan atau para Profesional berperingkat tinggi. Rakyat jelata harus berusaha sendiri bertahan dari penyakit, sementara orang-orang kaya mencari para pembuat ramuan. Tetapi bahkan para pembuat ramuan hanya bisa membuat beberapa ramuan penghilang rasa sakit yang tidak berguna atau mereka hanya menggunakan kotoran kelelawar yang dicampur dengan abu kain untuk menipu orang lain.     

Karena orang tua ini memiliki status yang rendah, biasanya mustahil baginya untuk mendapatkan penyembuhan. Dia memandang Barbara dengan tatapan mata memohon.     

"Luka ini sudah ada sejak setengah bulan yang lalu. Saya tidak sengaja melukai diri saya sendiri dengan pisau batu saat saya sedang bekerja, dan akhirnya menjadi seperti ini..."     

"Jangan khawatir, dewa mencintai manusia-manusia seperti kita... Dia tidak akan membiarkanmu menderita siksaan ini untuk selama-lamanya..." Barbara mempertahankan senyum ramahnya bahkan ketika dia sedang berhadapan dengan orang semacam itu, sepertinya dia benar-benar tidak terganggu oleh bau tersebut. Pancaran cahaya ilahi yang terang terpancar dari tangannya ketika sebuah mantra penyembuh merawat luka itu. Pembengkakan tersebut menghilang dengan cepat dan sebagian besar nanah dibersihkan sebelum daging berwarna merah cerah mulai muncul.     

"Sudah selesai! Namun, kamu masih harus menjaga lengan ini tetap bersih. Jangan melakukan sesuatu yang terlalu berat dalam beberapa hari ke depan," Barbara memperingatkan pria tersebut.     

"Oh... Sangat baik sekali... Terima kasih, pendeta yang baik hati. Bolehkah saya tahu siapa dewa yang anda layani?" Pria tua itu bertanya dengan suara yang tidak jelas.     

"Dewa saya adalah penguasa pembantaian dan penyembuhan. Dia adalah sang Dewa Pembantaian yang menguasai kehidupan dan kematian, Kukulkan!" Barbara menjawab dengan serius, ekspresi wajahnya berubah menjadi serius saat menyebutkan nama Leylin.     

"Kukulkan, sang Dewa Pembantaian?" Orang tua itu merasa sedikit bingung, terlihat jelas bahwa dia belum pernah mendengar nama ini sebelumnya. Namun dia segera kembali sadar, "Hanya seorang dewa yang sangat baik hati saja yang akan memiliki seorang pendeta seperti anda. Tolong izinkan saya untuk memberikan sumbangan kepadanya..."     

Pria tua itu gemetar ketika dia mengambil beberapa koin tembaga dari sakunya. Namun, koin-koin tersebut jatuh ke atas tanah ketika dia melihat Anya dan hal itu membuatnya sedikit gemetar.     

"Nyonya yang terhormat, Anya!" Pria tua itu tidak peduli dengan koin-koin tembaga yang menggelinding di atas tanah dan segera berlutut.     

"Mm," jawab Anya dengan tenang. Ketika berurusan dengan seorang pelayan yang hanya bisa menghabiskan seluruh hidupnya di dalam benteng ini dan melayani keluarganya, bahkan jawaban sekilas dianggap sebagai sebuah kebaikan yang besar. Namun, dia segera menyadari sikapnya dan melihat ke arah Barbara.     

"Saya minta maaf, Tuan Santa..."     

"Sikap para bangsawan kepada para pelayan memang benar-benar..." Barbara menggelengkan kepalanya dan berjongkok untuk mengambil koin-koin tembaga yang jatuh.     

"Dewa sudah mengetahui persembahanmu," Ujar Barbara sambil menyimpan harta yang tidak berharga itu, kemudian dia memegang kedua tangan orang tua tersebut, "Keyakinan yang datang dari lubuk hati kita yang paling dalam adalah sesuatu yang diharapkan oleh dewa. Kekayaan tidak ada artinya, jika dilihat dari sisi jiwa, semua makhluk memiliki posisi yang setara..."     

"Saya akan mengatur agar dia mendapatkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih mudah dan lebih aman, Tuan Santa..." Ujar Anya beberapa saat setelah pria tua itu pergi. Pada saat yang sama, pikirannya mulai terasa bebas. 'Seorang santa yang baik dan murah hati? Bagus, lebih baik berurusan dengan orang-orang seperti dia daripada dengan para Orc atau orang-orang liar...'     

"Aku akan merasa senang jika kamu melakukannya, tetapi tindakan semacam itu akan sangat tidak efektif..." Barbara menggelengkan kepalanya, matanya memancarkan kebijaksanaan. Hal tersebut membuat Anya merasa seolah santa yang berada di hadapannya ini tidak sesederhana penampilannya.     

"Hari ini kita hanya bisa melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan orang yang ada di depan kita. Namun, ada terlalu banyak orang semacam itu yang tidak bisa kita bantu, jumlah mereka terlalu banyak. Kita tidak bisa membantu mereka semua..."     

Mata Barbara bersinar, "Tentu saja, akan sangat bagus jika dia bisa mendapatkan perlakuan yang begitu baik darimu. Dewa kita sering mengatakan kepada kami bahwa keberhasilan dihasilkan dari kumpulan perbuatan-perbuatan kecil..."     

Barbara melihat ke arah Anya sambil tersenyum kecil, tatapan matanya yang bijaksana seolah sedang melihat segalanya. "Aku mendapatkan pemberitahuan dari pemimpin Fagus bahwa kamu akan menjadi petugas komunikasiku di sini. Mulai sekarang aku akan merepotkanmu..."     

"Tidak, tidak... Merupakan kehormatan bagi saya karena bisa melayani Tuan Santa!"     

"Bagus!" Barbara menggunakan satu jarinya untuk mengangkat dagu Anya. Namun, sebenarnya dia tampak sedikit bersemangat!     

"Aku masih belum berminat untuk berjalan-jalan dan sekarang aku merasa agak lelah. Bagaimana kalau mandi?" Usul Barbara.     

Meskipun rasanya aneh untuk mandi di siang hari, namun Anya tidak mempertanyakan usulan tersebut. Meskipun dia merasa sedikit tidak nyaman, namun dia membawa Barbara ke sebuah tempat pemandian yang luas.     

Di tempat pemandian ini terdapat sebuah patung marmer berbentuk seorang pelayan yang sedang berjongkok sambil membawa sebuah vas di tangannya. Air mengalir keluar dari vas tersebut, sejumlah besar uap menyelimuti kolam tanpa noda yang berwarna seputih batu giok itu.     

Tubuh Barbara yang masih muda dan dipenuhi dengan kekuatan tersebut menghilang ke kolam, sebelum dia melambai ke arah Anya.     

"Kemarilah..."     

"Hmm? Saya?" Anya merasa bingung dengan panggilan ini, tetapi tanpa sadar tubuhnya masih bergerak ke depan...     

...     

Setelah selesai mandi, Anya mengenakan sebuah gaun panjang longgar dengan beberapa tetesan air yang masih membasahi rambut halusnya. Meskipun kini dia tampak lebih cantik dari sebelumnya, tetapi ada sebuah ekspresi kebingungan di wajahnya.     

Sebaliknya, Barbara terlihat penuh energi ketika dia mengajak Anya pergi ke tempat lain di alun-alun.     

"Kakak Barbara!" "Kakak Barbara!" Beberapa anak laki-laki kecil yang sedang berada di tengah pelatihan segera berlari menghampiri Barbara. Pada saat ini, aura Barbara kembali berubah dan ketika dia menyapa mereka, dia tampak seperti seorang kakak perempuan ramah yang tinggal di dekat alun-alun.     

Perbedaan besar itu membuat Anya merasa seolah masih berada di dalam sebuah mimpi dan membuatnya merasa sedikit bingung.     

"Mereka ini adalah..." Anya bertanya dengan suara kaku.     

"Domba-domba tersesat yang ditemukan para prajurit dewa ketika mereka sedang melakukan perjalanan..." Barbara membelai kepala seorang anak laki-laki sambil melihat ke arah seorang pemburu iblis yang sedang membimbing mereka, "Bagaimana pekerjaan rumah mereka?"     

"Mereka bisa menyelesaikannya dengan cukup baik. Anak-anak ini mampu menghadapi kesulitan. Khususnya Vegeta, dia adalah anak yang paling menonjol dalam hal pemahaman teknik pertempuran dan pelajaran membaca..." Setelah mendengar penjelasan ini, sebuah jejak kebanggaan muncul di wajah anak laki-laki yang sedang dibelai Barbara tersebut.     

"Kamu sudah melakukannya dengan baik!" Senyum Barbara terlihat semakin lembut.     

"Tapi..." Instruktur itu tampak ragu untuk berbicara.     

"Ada apa? Katakan saja." Barbara mengernyit, tetapi tampaknya ekspresi tersebut tidak merusak kecantikannya. Sebaliknya, ekspresi wajah itu membuatnya terlihat semakin cantik. Namun tubuh instruktur tersebut gemetar, seolah dia merasa takut akan sesuatu.     

"Ada seorang anak... Yang benar-benar tidak memahami semua pelajaran... dan memiliki fisik yang buruk..."     

Anya bisa sedikit memahami situasi tersebut. Gereja Ular Raksasa mengambil para anak yatim piatu dan mengasuh mereka untuk dijadikan tenaga kerja di berbagai bidang pekerjaan. Seorang anak yang tidak memiliki bakat apapun tidak akan berguna di masa depan.     

"Siapa namanya?" Barbara mengikuti arah yang dilihat instruktur tersebut dan mendapati sebuah mungil yang sedang berjongkok di sudut. Sepertinya anak itu berharap untuk menghilang ke dalam bayang-bayang.     

"Sepertinya... Dia bernama Lonce? Seharusnya itu namanya..." Instruktur tersebut menjawab dengan ragu-ragu.     

"Bagaimana mungkin kamu bisa memperlakukan seseorang yang membuatmu merasa tidak puas dengan cara seperti ini?" Barbara melihat ke arah instruktur tersebut, "Panggil Amik, posisimu akan digantikan."     

Instruktur tersebut tidak berani menolak permintaan santa yang sedang marah itu. Dia membungkuk dan pergi tanpa mengatakan sepatah katapun.     

"Lonce! Itu namamu, bukan?" Barbara bertanya sambil berjalan ke arah anak laki-laki tersebut.     

"Y-ya, nona!" Ketika Lonce melihat ke atas, dia merasa seolah sedang melihat seekor makhluk yang terbuat dari cahaya. Cahaya suci yang terpancar dari tubuh Barbara membuatnya tampak ramah dan elegan.     

"Aku yakin kamu memiliki bakat yang luar biasa! Jangan bersedih karena kegagalan sesaat..." Barbara dengan ramah menepuk pipi Lonce dan membuat warna kemerahan di wajah anak itu menyebar sampai ke lehernya.     

"Tapi..." Lonce terdengar siap untuk menangis.     

"Jika kamu masih tidak bisa mengatasi masalah ini, maka berdoalah. Dewa akan memberimu keberanian..."     

Lonce menggertakkan giginya kuat-kuat. Hanya dengan melakukan tindakan itu saja dia bisa menghentikan air mata dari rasa malu yang hampir keluar dari matanya.     

Bagi Anya dan yang lainnya, Barbara terlihat seperti santa yang sempurna. Santa itu memegang Lonce dengan tangan yang memancarkan cahaya penyelamat dan menariknya keluar dari balik bayang-bayang. Anak laki-laki yang menyalahkan dirinya sendiri tersebut tampak lebih bersemangat dan memiliki keberanian untuk menguasai seluruh dunia.     

'Sangat aneh .. Kenapa tiba-tiba aku berpikir seperti itu?' Anya mengusap pipinya, tiba-tiba dia menyadari sesuatu, 'Kekuatan dari pengaruh ini... Anda telah memberiku sebuah tugas yang sangat sulit dan mengerikan, ayah..'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.