Penyihir kegelapan di dunia magus

Melarikan Diri



Melarikan Diri

0Malam telah tiba     

Dalam kegelapan, lautan itu bahkan terlihat lebih dalam dan sepertinya monster-monster mengerikan sedang bersembunyi di dalam laut ketika suara-suara lenguhan aneh terdengar dari dalam kabut. Sepatu-sepatu bot baja bergerak di sepanjang garis pantai ketika beberapa bayangan berjalan keluar dari lautan tersebut.     

"Kita bisa meminjam kekuatan tuan kita untuk menghindari pengawasan dari menara sihir," Ujar seorang pria yang mengenakan jubah berwarna abu-abu.     

"Bah, wilayah seorang dewa palsu. suatu hari nanti, aku sendiri yang akan menghancurkannya!" Seru seorang pria berbadan kekar dengan tatapan jijik di matanya.     

"Jaga ucapanmu, Mare." Pemimpin mereka berbalik. Dia mengenakan baju pelindung yang indah. Jubahnya dihiasi oleh sebuah gambar mata besar yang merupakan simbol dari gerejanya. "Misi kita adalah mengejar sisa-sisa pengikut gereja iblis. Masalah laut wilayah selatan tidak menjadi urusan kita. Kecuali kita menerima perintah langsung dari tuan atau gereja kita, tidak akan ada konflik apapun dengan pihak lain selama misi ini berlangsung."     

"Saya mengerti, Uskup Morand." Gumam pria itu, tapi akhirnya dia bisa tenang.     

"Apakah semuanya sudah memahami misinya dengan jelas?" Uskup Morand memandang para bawahannya sendiri dan bersikap bijaksana. "Target kita adalah para keturunan dari seorang dewa jahat. Jika gerejanya selamat, gereja itu bisa membantu kebangkitannya, jadi gereja tersebut harus dilenyapkan.     

"Informanku mengatakan bahwa mereka bermaksud untuk melarikan diri ke Pulau Debanks. Kita tidak boleh membiarkan mereka berhasil melakukannya!"     

"Pulau Debanks... Wilayah sang Ular Raksasa, sebuah tanah neraka dengan kematian dan ketakutan yang tak pernah habis..." Suara-suara gumaman pelan terdengar di dalam kelompok tersebut dan wajah Morand menjadi semakin tidak sedang untuk dipandang.     

Leylin adalah seorang dewa palsu yang berhasil melawan tekanan Gereja Helm dan bahkan membunuh sejumlah besar pendeta mereka. Dia sudah lama berada di daftar buronan gereja perlindungan.     

Sayangnya, Leylin sedang bersembunyi di Pulau Debanks dan mengendalikan wilayah yang dahulu merupakan Kekaisaran Sakartes itu. Dia juga memiliki banyak bawahan, termasuk para makhluk setengah dewa lainnya. Meskipun gereja perlindungan mengirimkan beberapa pasukan dengan peluang keberhasilan yang tinggi, namun tidak satupun dari mereka yang berhasil selamat dari serangan baliknya.     

Setelah beberapa upaya yang dilakukan oleh gereja perlindungan, Pulau Debanks telah ditandai sebagai kawasan terlarang bagi Gereja Helm, bahkan menyebutkan nama pulau itu dapat memicu permusuhan dari para prajurit gereja tersebut.     

"Ayo berangkat! Kita bersumpah untuk menghancurkan manusia setengah dewa itu!" Wajah Uskup Morand memperlihatkan tekad yang kuat ketika dia memimpin para bawahannya tersebut menembus kegelapan malam.     

...     

"Tuanku, kau seperti bintang-bintang di surga, sayap penyembuhmu melindungi dunia di dalam pelukannya. Pembantaian adalah pedangmu yang paling tajam dan matamu lebih cerah daripada matahari..." Seorang uskup memimpin doa di dalam sebuah ruangan tersembunyi yang ada di Pulau Faulen, dia mengenakan jubah yang disulam dengan pola seekor ular raksasa.     

Leylin belum menjadi seorang dewa sejati, jadi gerejanya tidak dikenali oleh para dewa lain yang ada di benua tengah. Jika gereja tersebut mengungkapkan keberadaan mereka di muka umum, maka mereka akan diserang, oleh karena itu gereja tersebut mengadakan peribadatan di sebuah tempat rahasia.     

Begitu doa harian itu selesai, uskup tersebut memasuki sebuah kantor di mana beberapa pengikut dewa yang gagah berani sedang menunggu bersama beberapa penduduk asli. Meskipun tubuh para penduduk asli itu sedikit lebih pendek dari yang lainnya, namun kekejaman yang terlihat di mata mereka dan niat membunuh tanpa perasaan yang mereka miliki memberikan sedikit tekanan kepada yang lainnya.     

"Salam, semuanya. Hari ini kita semua berkumpul di sini di bawah tatapan mata Kukulkan sang Dewa Ular Bersayap," Uskup itu mengangguk ke arah para pengikut dewa tersebut.     

"Di bawah tatapan mata dewa kita!" Semua orang segera berdoa bersama-sama, keyakinan yang kuat terlihat di mata mereka. Terlepas dari kekuatan atau keyakinan pribadi yang mereka miliki, namun para penduduk asli ini telah membuktikan ketaatan mereka sehingga uskup tersebut tidak meremehkan mereka.     

Tiba-tiba uskup itu mengingat sesuatu, 'Ada kabar yang menyebutkan bahwa sejumlah besar penduduk asli telah bergabung dengan markas besar gereja di Pulau Debanks dan kemungkinan besar paus berikutnya merupakan seorang Santa dari ras penduduk asli...' Uskup tersebut kemudian mencengkeram lambang di dadanya dan mulai melakukan pertobatan di dalam hatinya, 'Semuanya adalah kehendak satu-satunya dewa kita. Maafkan saya karena keyakinan saya telah goyah...'     

Tentu saja, terlepas dari perubahan yang terjadi di dalam hati uskup tersebut, para pengikut dewa lainnya hanya melihatnya menggenggam lambang suci itu dan tak lama kemudian segera duduk di belakang meja.     

"Informan dari balai kota dan menara sihir mengatakan bahwa sebuah sosok luar biasa tampaknya telah memasuki wilayah kita." Uskup itu menggebrak meja dan mengeluarkan sepucuk surat bermaterai yang dia tunjukkan kepada para pengikut lainnya.     

Seorang bawahan memandang surat tersebut dan berbicara dengan ragu-ragu, "Gereja Kalajengking Beracun?"     

"Ya. Ini adalah sebuah gereja yang memuja seekor dewa kalajengking kuno. Mereka sudah lama berkembang secara diam-diam, tetapi sayangnya keberadaan mereka ditemukan dan mereka ditekan oleh pasukan Gereja Helm ketika dewa mereka sedang naik peringkat. Ada kabar yang menyatakan bahwa makhluk setengah dewa itu mati..." Cemoohan muncul di wajah uskup tersebut ketika dia sedang menjelaskan masalah ini, "Sebelumnya kita tidak perlu memperhatikan gereja sekecil itu, tetapi menurut Penyihir Ernest, keturunan dewa tersebut telah melarikan diri ke Pulau Faulen dan berencana untuk melakukan perjalanan ke Pulau Debanks."     

"Masalah ini bisa menjadi sangat merepotkan... Saat ini kita sedang berkembang sambil berusaha untuk menjaga perdamaian dengan menggunakan pasukan yang ada di daratan, masalah ini mungkin akan memicu sebuah perang..." Salah satu bawahan uskup tersebut mengernyit.     

"Tentu saja aku menyadari hal itu. Tetapi kita tidak bisa mengizinkan mereka bertindak dengan mengabaikan semua hukum yang berlaku." Uskup tersebut melihat ke arah bawahannya dengan tatapan benci. Jika dalam kondisi normal, apakah akan ada sebuah situasi yang berada di luar kendalinya? Sayangnya, dia belum lama mengambil alih gereja cabang ini dan gereja itu adalah bekas markas Keluarga Faulen.     

Meskipun para pengikut Kukulkan itu mendengarkan perintah Leylin, tetapi di luar itu, sulit untuk menyatukan mereka. Para elit ini tidak dapat dikirimkan jika mereka tidak memahami situasi tersebut.     

Tepat ketika uskup tersebut menemui kesulitan, tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah. Ada sebuah kehendak yang kuat turun ke tempat itu secara tiba-tiba dan api pada patung ular bersayap tersebut dinyalakan.     

"Dewa Kita Yang Agung telah turun!" Uskup itu adalah orang pertama yang berdoa sambil berlutut dan para pengikut lainnya segera mengikuti.     

Sebuah pikiran yang segera terdengar dari patung itu membuat wajah uskup tersebut terlihat sedikit gembira, "Para pengikutku, aku membutuhkan kalian..."     

"Apakah kalian semua sudah menyelesaikan perintah-perintah tuan kita?"     

"Ya!" Bawahan yang sebelumnya bersikap memberontak itu berdiri dan mengatakan dengan tegas, "Ini adalah kehendak dewa, kami akan menyelesaikan tugas tersebut meskipun harus mengorbankan nyawa kami!"     

"Baik!" Uskup itu mengangguk puas.     

...     

Seorang pemuda dan kedua pelayannya masih tidak menyadari adanya masalah besar yang akan menghampiri mereka. Mereka sudah menetap di sebuah penginapan kecil. Meskipun pemuda itu sudah mencoba untuk melarikan diri, tetapi sekarang dia telah ditempatkan di sebuah kamar yang bersih. Kepala pelayan tersebut bergerak ke tepi jendela dan melihat sekilas sebelum menutup tirai rapat-rapat.     

Seorang Knight berdiri di pintu seperti sebuah patung dan tampak seperti seorang penjaga yang setia.     

"Anda adalah putra dewa kami. Mohon jaga perilaku anda. Bagaimana mungkin anda bisa melarikan diri begitu saja? Apakah anda tidak tahu bahwa gereja perlindungan ada di belakang kita? Mereka pasti tidak akan membiarkan kita pergi jika mereka mendapatkan kesempatan..." Wajah kepala pelayan itu berubah menjadi suram.     

Pemuda itu tertunduk. "Maaf aku, uskup... Aku, aku hanya ingin melihat menara sihir tuan itu..."     

'Huh... Bagaimanapun juga, dia masih seorang anak kecil, tanggung jawab ini terlalu berat untuk dia pikul...' Diam-diam uskup yang berpakaian seperti seorang kepala pelayan itu mengehela napas dan ekpresi wajahnya melembut saat dia melihat wajah pemuda tersebut.     

"Mohon bertahanlah sebentar. Kita akan aman setelah mencapai Pulau Debanks."     

"Pulau Debanks?" Sebuah jejak kegembiraan yang jarang terlihat kini muncul di wajah pemuda itu. "Tempat yang di dalamnya terdapat kekaisaran penduduk asli yang sering dibicarakan dan Ular Raksasa... Apakah kita tidak perlu mengkhawatirkan Gereja Helm begitu kita sudah tiba di sana?"     

"Tentu saja! Selama anda bisa mendapatkan perlindungan dari mereka!" Senyum hangat dan ramah muncul di wajah kepala pelayan tersebut.     

"Sebelumnya dewa kita telah berhubungan dengan Gereja Ular Raksasa itu, dan mereka bersedia membantu orang-orang tidak bersalah serta tertindas seperti kita... Selain itu, hadiah yang kita berikan pasti akan membuat kita mendapatkan bantuan dari mereka."     

Ketika masalah mengenai hadiah dibahas, tanpa sadar Knight tersebut menatap leher pemuda itu. Sebuah liontin kristal yang tergantung di leher pemuda tersebut memancarkan cahaya yang lembut.     

"Mereka hanya akan melindungi anda demi mendapatkan sebuah artefak semacam itu..." Kepala pelayan tersebut membelai rambut pemuda itu, "Anda tidak perlu bersedih. Ini adalah sesuatu yang didapatkan dewa kita dalam sebuah peristiwa yang tidak disengaja. Saya yakin anda dapat menukarnya dengan keselamatan anda dan kesempatan untuk membuat gereja bangkit kembali di masa depan. Saya yakin dia juga akan menyetujuinya..."     

Pemuda itu tidak melihat jejak belas kasihan di mata kepala pelayan tersebut. Seorang anak dewa adalah seseorang yang merupakan keturunan dari seorang dewa sejati. Para keturunan makhluk setengah dewa nyaris tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan perlakuan semacam itu dan sebenarnya dewa mereka memiliki beberapa ahli waris cadangan. Sayangnya, di antara saudara-saudaranya, anak ini adalah satu-satunya keturunan yang selamat.     

'Jika seorang dewa sejati mati, selama para pengikutnya terus memanggil nama aslinya dengan keyakinan yang kuat, dewa itu akan bangkit kembali setelah sebuah periode waktu tertentu. Namun, situasinya berbeda untuk seorang manusia setengah dewa... Kondisinya lebih menyulitkan, dan ada persyaratan-persyaratan tambahan yang akan membuat kebangkitannya menjadi lebih sulit...'     

Meskipun hatinya merasa kasihan, namun keyakinan pada jiwa kepala pelayan itu pada akhirnya berhasil. Dia mengembalikan ekspresi wajahnya yang sebelumnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.