Kerajaan Valerian

Rumah Boneka - Bagian 1



Rumah Boneka - Bagian 1

0Dia melepaskan topengnya dari wajahnya, berjalan dengan cepat agar dia bisa menjauh dari kerumunan dan berbelok di sebuah koridor.     

Ketidakpuasan yang terlihat di mata Alexander dan bibirnya yang dirapatkan membuatnya gugup. Dia menggelengkan kepalanya agar pikirannya menjadi jernih tetapi hal itu tidak terjadi.     

Perkataan yang dikatakan oleh Nicholas tidak menunjukan bahwa pria itu tertarik kepadanya, jadi kenapa raja Nicholas menciumnya?     

Tidak jauh dari tempat itu, dia melihat Sylvia yang berbicara dengan seorang pria yang memakai kostum, dilehernya terlilit sebuah tali yang diikat seolah-olah dia sedang bersiap untuk menggantung dirinya. Pria itu berbadan besar dan berpenampilan kasar, sementara tangan Sylvia menunjukan sebuah luka terbuka, yang menunjukan otot-otot dan darah.     

"Katie, bagaimana pesta dansanya?" Sylvia bertanya padanya sambil memegang topeng di tangannya.     

"Berjalan dengan baik. Setiap orang menikmati musik dan berdansa di ruangan yang gelap," dia menjawab.     

"Aku tahu aku punya selera musik yang bagus," Sylvia berkata dengan seringai bangga di wajahnya, "Edward, kau mengenal Katie kan?" Dia bertanya.     

"Si gadis kecil?" pria bernama Edward bertanya sambil mengangkat tangannya setinggi pinggannya, "Hmmm," dia berkata dengan serius sambil memandang Katie dan Katie membungkukan kepalanya.     

"Edward yang merawat lukamu ketika kau masih kecil. Dia adalah seorang dokter yang pindah ke daerah kerajaan utara," Sylvia memperkenalkan pria itu.     

"Terima kasih telah menjagaku," Katie berterima kasih dan menerima anggukan dari pria itu.     

Tidak seperti penampilannya yang terkesan kasar, Edward adalah pria yang lembut dan bicara dengan kata-kata yang singkat dan Sylvia kelihatannya menikmati waktunya dengan pria itu. Dia bertanya-tanya kemana Elliot pergi. Dia tidak melihatnya sepanjang malam itu.     

Apakah Elliot menyukai Sylvia ataukah sebaliknya? Itu tidak mungkin, pikirnya. Mereka adalah teman baik tetapi tidak ada yang romantis walaupun mereka sering bertengkar sepanjang waktu. Sebenarnya Elliot yang memulai pertengkaran sementara Sylvia akan menghiraukannya. Wanita itu telah terbiasa dengan kelakuan Elliot.     

"Alexander di sini," Komentar Sylvia setelah beberapa saat.     

Katie memutarkan badannya dengan tiba-tiba dan melihat raja Valerian berjalan ke arah mereka. Mata Alexander bertemu dengannya sebelum melihat kedua orang yang sedang berdiri dekatnya. Dia melihat bahwa Alexander telah melepaskan topengnya juga.     

"Selamat malam, Edward," dia mendengar Alexander menyapa pria itu dengan sopan saat mereka saling berhadapan.     

"Selamat malam, Tuanku. Terima kasih banyak atas undanganmu untuk acara hallow ini," Jawab Edward penuh terima kasih.     

"Kami merasa istimewa atas kunjunganmu ke sini, Edward. Aku berharap penelitianmu cepat selesai sehingga kau bisa kembali ke sini."     

"Tinggal beberapa minggu lagi dan aku akan kembali," Jawab Edward sambil membungkukan kepalanya.     

Alexander melihat ke sampingnya untuk melihat Katie yang menundukan kepalanya dan menatap lantai seolah-olah hal itu yang paling menarik saat ini dan dia telah melihat Sylvia meminta Edward untuk kembali ke aula.     

"Um, aku harus pergi," Alexander mendengar Katie bicara kepada Sylvia sambil menghindari tatapan matanya.     

"Secepat ini?" Sylvia bertanya dengan keningnya yang mengerut, "pesta Hallow baru saja dimulai."     

"Kami berencana untuk pergi ke kota dan mengunjungi toko-toko yang ada," Katie menjelaskan.     

Mengunjungi kota? Kening Alexander mengerut saat mendengarnya.     

Kota-kota dan desa-desa tidak pernah aman di waktu hallow. Itu adalah waktu di mana vampir pelancong akan minum darah dari manusia yang enggan.     

"Mereka masih berada di aula jika kau khawatir melewatkan perayaan. Aku yakin mereka akan memberitahu jika mereka akan pergi," Ujar Alexander dan Katie menatapnya.     

Matanya yang coklat memandang Alexander seperti rusa yang terperangkap di tengah-tengah perburuan di hutan.     

"Kita pergi?" dia bertanya sambil mengangkat tangannya di depan Sylvia.     

Melihat Katie memakai topengnya, Edward dan Sylvia berjalan mendahului sementara Alexander dan Katie menyusul di belakang mereka.     

Katie merasakan kehangatan meresap ke tangannya yang dingin ketika dia meraih tangan Alexander. Dia tahu bawa raja tidak akan memandang kepada seorang rakyat jelata tetapi dia sedang menuntunnya ke aula. Hal-hal kecil seperti ini membingungkannya.     

Dia terlalu baik padanya.     

Katie memandang Alexander dari sudut matanya dan dia sangatlah tampan. Setan pasti telah memberkahinya dengan wajah yang hanya dapat diimpikan. Wajahnya terbentuk dari potongan seni dengan rahang yang kuat, hidung mancung, alisnya yang hitam dan juga matanya yang berwarna merah tua.     

Ketika mereka hampir sampai di ruang pesta, dia merasa sarafnya menjadi tegang dan ketika dia menarik tangannya, genggaman Alexander menjadi lebih erat saat mereka memasuki aula.     

Dia merasakan hatinya berdebar atas perlakuan Alexander.     

Bisikan terdengar ketika orang-orang melihat Raja Valeria menuntun seorang wanita ke dalam aula. Mengapa dia tidak melepaskan tangannya? Katie bertanya dalam hatinya.     

Dia melihat temannya Dorthy sedang berdansa dengan seorang pria dan ketika dia sedang melihat sekitar, dia merasa Alexander mendekat, "Akan memalukan untuk membiarkanmu pergi tanpa satu dansa terakhir," dia berbisik yang hanya di dengar oleh Katie, "bisakah kita berdansa?" Dia menganggukan kepalanya dan dengan ketidakpastian dia mengikutinya ke lantai dansa yang gelap.     

Setibanya di lantai dansa, Alexander dengan lembut membalikan badannya dan dia menemukan diri mereka saling berhadapan tetapi matanya melihat ke wajah Dorthy yang tersenyum tidak jauh dari tempatnya berdiri.     

"Kau melepaskan kalungmu," Alexander berkata sambil mereka berdansa mengikuti irama menghantui yang terdengar dalam aula itu.     

"Kalung itu terlalu mencolok apalagi dengan gaun ini dan aku tidak ingin orang lain mengatakan bahwa aku mencurinya," Katie memandang mata Alexander.     

"Kau tidak perlu takut dengan hal itu. Tidak ada yang berani menuduhmu di sini," Alexander maju selangkah dan Katie mengambil langkah mundur, "batu jimat itu jimat itu sangat langka. Setiap warna mempunyai kegunaan dan arti yang berbeda-beda, dan aku percaya bahwa tidak semua orang pantas untuk mengenakan warna yang mereka pilih?"     

"Tidak pantas?" Katie menjadi bingung.     

"Batulah yang memilih pemiliknya bukan sebaliknya. Batu pemikat bukalah batu permata. Mereka adalah batu yang dibuat oleh petinggi yang dibuat berbeda, dengan bahan yang unik yang hanya dimiliki oleh para penyihir.     

"Penyihir putih?"     

"Tidak juga. Jika kau batu itu tidak memilihmu, maka kau akan kehilangan jimat itu tidak peduli berapa banyak kau membayarnya," dia menjelaskan dan melanjutkan penjelasannya, "Batu yang aku temukan di karnival bukanlah batu yang sebenarnya tetapi batu imitasi. Aku memodifikasinya sebelum memberikannya padamu sehingga itu berguna."     

"Rantainya," Katie berkata membuat Raja memiringkan kepalanya penuh pertanyaan, "Maksudku kalungmu. Tidakkah kau khawatir aku akan menghilangkannya?"     

Dia melihat kalung salib yang dengan rantai perak yang panjang yang dikenakan Alexander. Dia yakin bahwa kalung yang diberikan padanya oleh raja Alexander digantungkan pada rantai kalung perak Alexander, tidakkah dia khawatir jika diberikan kepadanya maka dia bisa kehilangannya?     

"Aku percaya kau tidak akan kehilangan benda itu," ucapnya membuat Katie tersenyum.     

"Itu adalah sebuah kepercayaan yang besar," dia bergumam, bertanya bagaimana bisa Alexander mempercayakan kalungnya kepada anak kecil.     

Ketika mereka berdansa, Katie menyadari bahwa Alexander tidak pernah melepaskan genggaman tangannya. Dia dapat merasa bahwa orang-orang yang berdiri di sekitar aula memandang mereka dan dia ingin mengecilkan dirinya dan menghilang. Dan dia senang dia memakai topen sementara raja Alexander tidak mengenakan topeng.     

Walaupun ruangan itu gelap, dia dapat merasakan tatapan iri dari para wanita berkelas. Itu membuatnya tidak nyaman walaupun dia sedang berdansa dengan seorang pria yang hanya dapat diimpikan oleh para wanita. Pada saat ini dia merasa kurang beruntung beruntung saat ini dengan berdansa sangat dekat dengan raja.     

Melihat ke sekeliling ruangan, dia mengamati bahwa lebih banyak orang datang dan berkumpul sejak dia pertama kali datang ke aula itu. Raja Valeria tentu mempunyai hubungan baik dengan para bangsawan dan juga raja-raja dari kerajaan lain dan para dewan sehingga semua berkumpul di tempat ini.     

Wajahnya memerah memikirkan tentang ciuman yang dia terima dari raja Nicholas. Matanya melihat ke wajah Alexander yang cemberut. Seperti mengetahui apa yang ada di pikirannya, dia bertanya,     

"Apa kau sedang memikirkan ciuman dari raja Nicholas?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.