Kerajaan Valerian

Mata Berwarna Hijau - Bagian 5



Mata Berwarna Hijau - Bagian 5

0Dia tidak mendengarkan apa yang teman-temannya katakan karena dia sibuk dengan pemikirannya sendiri dan saat dia tersadar dia mendengar Nona Caroline menceritakan salah satu ceritanya.     

"…dan ketika wanita ini yang telah aku percayai selama bertahun-tahun mencoba untuk menikam ayahku! Wanita itu terlalu berani!"     

"Kau tidak bisa menyalahkan wanita itu karena mencoba untuk menikamnya ketika dia pantas untuk ditikam," Quill bergumam di bawah nafasnya.     

"Dan apa yang terjadi?" Elliot bertanya dengan geli.     

"Ayah melemparkannya ke rumah pelacuran. Hukuman yang tepat," dia mendengus.     

"Seorang pelayan harus diperlakukan sebagai pelayan untuk menunjukan tempat mereka berasal, selain itu, mereka akan salah paham," Dia mendengar perkataan Raja Alexander.     

Mendengarkan kata-katanya menyayat hatinya. Untuk beberapa alasan dia merasa perkataannya ditujukan kepadanya dan kata-kata itu menyakitkan.     

Alexander hidup di dunia yang berbeda, dunia di mana dunia itu bukan tempat asalnya. Apa yang terjadi dua hari yang lalu adalah sebuah mimpi dan sekarang adalah kenyataan pahit.     

"Bisakah kau menyajikan makanan itu?" Nona Caroline bertanya dan Katie tanpa menyadari mangkuk di depannya panas mengangkatnya dengan tangan kosong, meletakannya di samping Caroline dan menyajikannya.     

Katie merasa tangannya terbakar dan dia ingin berteriak kesakitan tetapi dia mendorong emosinya dan mengangkat sebuah mapan dengan air dalam gelas yang akan disajikan. Saat dia berjalan ke arah Raja Alexander, dia menundukan kepalanya tetapi emosi yang ditekannya sejak dua hari yang lalu membuat setetes air mata jatuh ke atas mapan.     

Tangan Raja Alexander meraih sebuah gelas dari mapan yang dibawanya. Merasa malu, dia menyapu airmata yang berada di mapan dengan ibu jarinya.     

Ayah Nona Caroline telah datang untuk menjemput anak perempuan kesayangannya dan Quill telah datang ke kandang mencari Katie untuk mengucapkan selamat tinggal.     

"Aku senang kalian menikmati waktu di Valeria," Katie berkata membuat pria itu mengangguk.     

"Dan aku senang kau di sini untuk menemaniku sebagai pasanganku ke teater. Terima kasih," pria itu berkata dan melanjutkan, "Berkunjunglah ke kotaku. Aku yakin kau akan menyukainya. Caroline dan aku hidup di kota yang berbeda jadi bukanlah sebuah masalah yang besar."     

Perkataannya membuatnya tersenyum. Dia adalah seorang pria penuh perhatian.     

"Terima kasih atas undanganmu, Quill. Jika aku datang berkunjung, aku pasti akan menemuimu," Katie menjawab dan tidak menggunakan 'Tuan travers' seperti yang diminta Quill.     

"Bagaimana dengan sekarang?" dia bertanya sambil memiringkan kepalanya.     

"Sekarang?" dia bertanya terkejut dengan tawarannya.     

"Ya," dia mengkonfirmasi, "kau adalah seorang pelayan di sini dan aku akan membuatmu menjadi seorang Nyonya di rumahku," dia berkata dengan serius membuat Katie kehilangan kata-kata.     

Awalnya dia berpikir bahwa pria itu hanya bercanda tetapi pria itu kelihatannya bukanlah tipe yang suka bercanda. Apakah dia memintanya untuk menikahinya?     

"Aku tersanjung dengan tawaran mu tetapi ada hal yang harus kulakukan dan aku…aku…"     

"Dia seharusnya menjadi pria beruntung yang mempunyai wanita seperti dirimu," Quill mengatakan ketika dia tidak dapat menyelesaikan perkataannya.     

"Maafkan aku tidak bisa membalas perasaanmu," ucap katie.     

"Tidak apa. Hanya ingatlah jika kau membutuhkan teman aku akan berada di sini," Quill berkata dengan senyuman sebelum meninggalkannya berdiri di luar kandang.     

Katie berdiri di sana saat Quill berjalan pergi menuju kereta yang sudah menunggunya. Mereka tidak menghabiskan banyak waktu bersama-sama oleh karena dia sibuk dengan bisnisnya sendiri. Hubungan yang mereka jalani bersama-sama di teater hanyalah sebatas teman.     

Tidak seperti saudarinya yang memandang rendah orang lain, pria itu sangat lah sopan kepadanya tetapi juga kepada pegawai yang lain. Jika dia bisa, dia akan meminta Nona Caroline untuk belajar satu atau dua hal dari saudaranya.     

"Aku merasa kasihan padanya."     

"Caviar, kau membuatku takut! Kenapa kau menguping?" dia bertanya kepada Caviar dengan curiga.     

"Aku sedang melewati tempat ini ketika telingaku memutuskan untuk mendengarkan percakapan kalian," dia mengangkat bahunya, "Kau bisa mendapatkan hidup yang lebih baik, dari seorang pelayan kepada seorang Nyonya, kau tahu tentang itu," dia mendengarkannya berkata di sampingnya.     

"Dengan menikahinya?"     

"Yep, aku telah mendengar beberapa hal tentangnya. Catatan bersih soal hubungannya dengan wanita. Maksudku dia membuat wanita datang kepadanya satu per satu bukannya banyak sekaligus. Kau bisa berbahagia selamanya dengan seorang pangeran impian yang sempurna," dia menggerakkan tangannya ke depan seolah-olah sedang mengendarai kuda.     

"Bukankah pernikahan tanpa cinta hanyalah kompromi?"     

"Banyak dari pernikahan saat ini penuh dengan kompromi dan itu adalah hal yang umum. Jangan tersinggung, tetapi wanita menikahi pria untuk meningkatkan status sosialnya."     

"Tetapi aku tidak seperti mereka," dia berkata dengan keningnya yang dikerutkan. Dia berharap seperti itu, akan lebih mudah melupakan Alexander dengan cara itu.     

"Tidak heran Raja terpesona dengannya," dia bergumam di bawah nafasnya.     

"Apa kau mengatakan sesuatu?" Katie menatapnya.     

"Para tamu sudah pergi jadi sekarang saatnya kembali bekerja. Jangan malas ayo."     

Kembali ke istana setelah menyimpan dan memberi makan jerami ke kuda-kuda, Katie naik ke atas loteng dengan membawa beberapa kotak. Loteng itu terletak di sudut belakang istana, sedikit gelap oleh karena begitu banyak benda dan kota-kotak yang menghalangi sinar matahari masuk melalui jendela.     

Saat dia mencari melalui kota-kotak dia mendengar sesuatu yang jatuh dan melihat sebuah kain tergeletak di lantai. Berjalan mendekatinya dia memungutnya dan meletakannya kembali dalam kotak.     

Apakah kadal dan tikus hidup di loteng tua ini? Dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri.     

Mengambil sebuah kotak dia berjalan menyusuri tangga untuk meletakkannya. Kembali ke atas dia menemukan kain yang sama tergeletak di lantai lagi. Hal ini membuatnya takut. Dia tidak pernah mendengar cerita tentang hantu di istana, apakah itu hanyalah halusinasinya?     

Mendorong pintu tanpa pegangan dia mulai berjalan menyusuri tangga ketika merasa seseorang mendorongnya sehingga dia melewati salah satu anak tangga dan membuatnya meluncur beberapa anak tangga itu.     

"Ow!" dia meringis saat mencoba untuk berdiri. Dia melihat ke belakang hanya untuk menemukan pintunya tertutup sama seperti saat dia meninggalkannya.     

Tidak ingin tahu dia berjalan menuruni anak tangga sebelum mengambil sebuah kotak. Melihat salah seorang pegawai yang sedang lewat dia memintanya untuk membawa kotak di tangannya ke halaman belakang. Dia bertanya-tanya apakah ada hantu yang tinggal di atap tua, dan tempat itu akan menjadi tempat paling terakhir yang ingin dikunjunginya di istana tetapi dia yakin bahwa seseoranglah yang mendorongnya. Hari itu adalah hari ulang tahunnya tetapi dia mengalami kesialan dan dia mendesah.     

Bahkan Martin telah menolak untuk membiarkannya selesai lebih cepat dengan mengatakan bahwa Raja Alexander telah mengubah peraturan dan salah satu di antaranya adalah semuanya sama tidak perduli jenis kelaminnya harus mengikuti aturan. Jika ingin mengambil satu hari tidak bekerja dia harus mengatakannya dua hari sebelumnya.     

Dia baru saja akan pergi ke kamarnya ketika Raja Alexander memintanya untuk membawakan teh ke ruangan belajarnya. Salah satu anggota dewan sedang mengunjunginya untuk berdiskusi hal yang akan dilakukan di pengadilan dewan.     

Telah lama dia tidak meminta sesuatu darinya, dan tidak ingin melewatkan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dia mengambil teh dan berjalan ke ruangan belajarnya dengan lututnya yang berdenyut setiap kali dia melangkah.     

Mengetuk di pintu dia masuk ke dalam ruangan belajar, berjalan setegak mungkin dan meletakkan nampan di sisi meja dan siap untuk menyediakan teh tetapi Raja berkata,     

"Kau bisa pergi, Katie," dan hanya seperti itu dia menyuruhnya pergi.     

Alexander menatap punggungnya ketika dia sedikit bergoyang sebelum menghilang di balik pintu. Dia bisa mencium bau metal yang masih segar seperti bau yang manis.     

Dengan mengerutkan keningnya dia melihat ke arah lantai marmer putih untuk melihat tetesan merah dan tidak salah lagi itu adalah darah.     

"Mathias, ini adalah dokumen yang aku persiapkan dan yang satu lagi aku telah dapatkan. Mengapa kau tidak membaca semua ini sementara aku menyelesaikan tugasku dengan cepat," Raja berkata sambil berdiri dari tempat duduknya dan meninggalkan ruangan itu.     

Melihat Katie berada dekat dengan tangga dan mengobrol dengan Daisy, dia melihat ke arah lehernya tetapi tidak ada tanda demikian juga dengan tangannya. Matanya beralih ke bawah dan menyadari ada sebuah garis basah yang terbentuk di gaunnya dekat dengan lututnya.     

Katie sedang mengobrol dengan Daisy tentang makanan di kotanya saat dia hidup di daerah selatan ketika dengan tiba-tba Raja Alexander berjalan ke arah mereka. Daisy menunduk ketika Raja Alexander mendekati mereka sebelum dia pergi meninggalkan keduanya.     

"Ikutlah denganku," dia berkata dan tanpa menunggu jawaban dia menarik pergelangan tangan Katie dan membawanya ke kamar mandinya.     

"Tunggu, Raja Alexander," dia memprotes saat Alexander mengangkat gaunnya untuk melihat lukanya tetapi dia menahan tangannya, "Apa yang sedang kau lakukan?"     

"Kau pikir apa yang aku lakukan?" dia bertanya sebelum sebuah senyuman licik muncul di bibirnya, "Berpikiran nakal bukan begitu, tenang saja aku tidak akan melakukan apapun," dia berkata sambil mendorong gaunnya ke atas lutut dan menemukan luka di lututnya.     

Terasa seperti deja-vu lagi.     

"Aku bisa membersihkannya," dia berkata dengan wajah merah tetapi Alexander tidak memperdulikannya.     

"Jika kau bisa, kau seharusnya melakukannya di mana kau tidak melakukannya. Kau beruntung bahwa tidak ada vampir yang akan membunuhmu dan membuatmu menjadi makan malam sementara kau berjalan seperti makanan berjalan. Betapa cerobohnya dirimu," dia berkata sambil mengambil sebuah kotak obat dan membersihkan lukanya, "Pertama kau membakar tanganmu dan sekarang kau melukai kakimu."     

Walaupun Alexander memarahinya dia duduk di sana berpikir betapa dia merindukan berbincang dengannya seperti sekarang ini.     

"Raja Alexander."     

"Hmm?"     

"Aku…" dia tidak tahu harus mengatakan apa sehingga dia terbata-bata, "A-Aku tidak bermaksud ketika aku mengatakan bahwa aku akan tidur dengan Tuan Travers."     

"Aku mengetahuinya, gadis bodoh," dia berkata dengan senyuman yang selalu diberikan padanya, senyuman yang baik.     

"Jika aku tidak tahu maka pria itu pasti sudah beristirahat di sebuah peti di bawah tanah," dia berkata dengan tenang sambil menepuk kakinya tanda bahwa dia sudah selesai.     

"Peti?" Dia berbisik, dengan matanya terbuka lebar, "Tapi dia-" Alexander menghentikan kata-katanya dengan meletakan jarinya di bibirnya.     

"Aku minta maaf karena menjadi kasar dan menghukummu dari ruangan tetapi tidak untuk kata-kata yang aku katakan malam itu," dia berkata sambil menatapnya, "Jangan berdekatan dengan pria lain saat aku hadir Katherine. Hal itu sangat tidak cocok denganku."     

Dan dia menarik tangannya.     

"Aku tidak mengerti," dia berkata sambil menatapnya.     

"Benar apa yang dikatakan orang tentang cemburu membuat kau melakukan hal yang terburuk," dia terkekeh dengan pemikirannya sendiri dan mengambil tangan Katie yang diletakan di pangkuannya, "Aku ingin mencuri senyumanmu sehingga hanya aku yang memilikinya dan tidak ada orang lain yang melihatnya. Tidak seperti wanita yang lain kau suci, dan jiwamu yang murni telah memikatku."     

"Kita semua adalah serigala berbulu domba, berbaur dengan masyarakat. Dan kau menangkap perhatian salah satu serigala. Maukah kau menjadi milikku?"     

"Huh?"     

"Aku menganggapnya sebagai sebuah jawaban," mencium salah satu punggung tangannya Alexander tersenyum dan meninggalkan ruangan itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.