Kerajaan Valerian

Jatuh - Bagian 3



Jatuh - Bagian 3

0Setelah menyelesaikan pekerjaannya di kandang, Katie pergi mengunjungi orang tuanya di sore hari.     

Pemakaman biasanya sepi di sore hari. Dengan lebih dari seratus makam Katie berjalan sampai dia menemukan kubur orang tuanya dengan bunga di tangannya. Matahari telah menghilang ketika Katie selesai menghabiskan waktu membagikan pemikirannya dalam diam dengan orang tuanya.     

Dia merindukan keluarganya. Ketika dia berpikir dalam-dalam, sulit baginya untuk mencerna fakta bahwa dia sendirian. Seluruh keluarganya dibunuh, dan dia pasti akan jadi salah satu yang terbunuh jika saja dia tidak pergi ke acara perayaan musim dingin. Terkadang dia berharap bahwa dia tidak mengingat semuanya dalam hatinya dan ketakutannya membuatnya tidak bisa tidur di malam hari.     

Ada malam di mana dia terbangun dan merasakan bantalnya basah oleh karena keringat atau air mata, masa lalu yang tidak dia ingat menghantuinya.     

Walaupun kenangan menyakitkan dia tidak ingin melupakannya. Salah baginya jika dia melupakan mereka yang telah meninggal, oleh karena mereka adalah manusia yang baik yang pantas untuk diingat walaupun mereka sudah tiada.     

Bersyukur oleh karena Raja Alexander telah berbaik hati membiarkannya menggunakan kamar yang berada di samping ruangannya sendiri. Kucingnya, Areo terkadang menemaninya saat malam hari dengan berbaring di ujung tempat tidur memberikannya rasa aman.     

Berdoa bagi jiwa yang telah meninggal, Katie berdiri dan berjalan untuk meninggalkan pemakaman tetapi pandangannya terpaku pada seorang pria yang duduk di tanah dengan kepalanya di atas batu nisan. Merasakan kehadirannya pria itu membalikan badannya secara tiba-tiba, wajahnya terlihat terkejut.     

Pria itu adalah Tuan Weaver.     

Matanya basah dan ada dua garis basah di bawah matanya menandakan bahwa dia telah menangis.     

"Aku lihat kau kehilangan orang kesayanganmu juga," dia menyatakan, dia membuat suara untuk membersihkan tenggorokannya dan berdiri, sedikit gemetar.     

Di atas batu nisan tertulis 'untuk mengenang Juliet'     

Pastilah kubur itu adalah milik anak perempuannya, pikir Katie. Kubur itu terlihat bersih dan rapi dengan bunga segar yang tampaknya tidak kurang dari seminggu yang lalu diletakan.     

"Anakmu mempunyai nama yang indah. Saudara temanku yang termuda juga dinamakan Juliet," dia berkata, tidak tahu apalagi yang harus dikatakannya.     

"Juliet? Eh, tentu. Tentu saja." Pria tua itu memandang ke arah batu nisan. Tangannya terlihat kotor seperti dia telah membersihkan tanah di belakang rumahnya sendiri. Dia meletakan tangannya ke dalam kantong bajunya, "Kau pasti orang baru di kota?" dia bertanya.     

"Aku telah di sini selama beberapa bulan. Apakah ada orang lain yang membuat gaun di tokomu? Gaun-gaun itu sangat indah," Katie bertanya dengan curiga.     

"Hanya aku sendiri," pria tua itu menjawab sambil mencari jam di sakunya, "aku senang kau membeli gaunku. Kami jarang mendapatkan pelanggan ahir-ahir ini."     

"Aku harus berterima kasih atas gaun yang indah," Katie malah mengucapkan terima kasih. Dia tidak tahu kapan dia akan mendapatkan kesempatan untuk mengenakan gaun itu oleh karena perkawinan tidak ada dalam kamusnya saat ini.     

Sebelum mereka berpisah Tuan Weaver mengucapkan ,"semoga harimu indah, Nona," dan dia berjalan ke arah yang berlawanan arah.     

Katie melangkah lebih cepat saat awan berubah menjadi hitam. Dia menggosokan tangannya untuk menyediakan kehangatan sementara untuk mengatasi angin yang menjadi lebih dingin. Suara guntur berbunyi dengan keras di langit dan dia khawatir dia akan terperangkap dengan air hujan.     

Ketika dia berada tidak jauh dari istana, awan mulai menurunkan rintik hujan sehingga dia harus berlari ke arah istana. Menghirup udara segar, dia memasuki istana. Hujan telah membasahi rambut dan gaunnya. Melepaskan sepatunya, dia berjingkrak agar kakinya tidak mengotori lantai putih istana.     

"Katie! Kau kembali," temannya Dorthy berkata saat melihatnya masuk ke dalam dapur dengan nyonya Hicks.     

"Aku kembali," Katie membalas dengan riang dan berdiri di depan perapian dimana sebuah periuk besar sedang memasak makan malam.      

Perutnya berbunyi. Dia telah melewatkan makan siang sehingga dia bisa menyelesaikan pekerjaan dan mempunyai waktu untuk mengunjungi kuburan keluarganya dan sekarang dia lapar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.