Kerajaan Valerian

Pelamar - Bagian 1



Pelamar - Bagian 1

0

Katherine baru saja ingin menjawab ketika kereta berhenti tiba-tiba dengan suara berdebam, membuatnya jatuh ke pelukan raja Valerian.

"Apa kau baik-baik saja?" Alexander bertanya sambil menolongnya untuk dapat duduk kembali dan dia mengangguk.

Alexander membuka pintu dan turun dari kereta, "Ada yang salah Brooke?"

"Saya minta maaf tuanku tetapi roda kereta rusak oleh karena jalan yang berbatu. Aku harus menggantikannya dengan yang baru," Katie mendengar kusir kereta menjawab dengan kekhawatiran di suaranya.

"Berapa lama waktu yang dibutuhkan agar keretanya bisa kembali berjalan?"

"Satu jam setengah, tuan."

"Katherine, bagaimana menurutmu jika kita berjalan-jalan di hutan?" Alexander menjulurkan tangannya saat berdiri di depan pintu kereta. Walaupun dia telah memberikan pertanyaan sebelumnya, sikapnya mengatakan hal yang sebaliknya.

Waktu sudah jauh malam dan hutan di sekitar mereka sangatlah gelap kecuali sinar rembulan yang bercahaya di antara pepohonan

Dengan patuh dia menempatkan tangannya yang hangat ke arah Alexander, sentuhan itu membuat kulitnya terasa terangsang seperti api di cuaca yang dingin. Setelah kakinya menyentuh tanah, Alexander melepaskan tangannya dan dengan cepat dia menurunkah tangannya ke sisi tubuhnya.

Mereka berjalan berdampingan menikmati malam itu. Katie menggosokkan lengannya dengan pelan oleh karena angin yang dingin malam itu.

Alexander menyadari hal itu dan melepaskan mantelnya, "Pakai ini, ini akan melindungimu dari angin," dia menaruh jaketnya di bahu Katie.

"Terima kasih, Tuanku."

"Jadi, apakah kau menikmati drama di teater hari ini?" Alexander bertanya kepadanya dengan santainya.

"Sangat menikmatinya, terima kasih telah mengundangku," Katie berterima kasih kepadanya sambil membungkukan kepalanya, "bagaimana dengan anda tuan Alexander?" Dia bertanya penasaran dengan hal yang menarik perhatiannya.

"Aku biasanya tidak menyukai teater oleh karena terlalu melodramatis, suara-suara yang kencang, tetapi yang satu ini… menarik," jawab Alexander.

"Oh begitu," Katie menatap dedaunan hijau yang bergerak di atas mereka.

Dia bertanya-tanya dimana mereka sekarang, mungkin tidak jauh dari kerajaan Valerian oleh karena mereka telah berjalan cukup lama. Dia mendengar suara burung hantu dan secara naluriah dia mencari asal suara tersebut tetapi tidak melihat apapun.

"Bagaimana pekerjaanmu di istana? Aku berharap Martin tidak merepotkanmu," Ujar Alexander sambil memungut sebuah ranting dari tanah.

"Tentu saja tidak," Katie tersenyum sambil berpikir tentang seorang pria tua, "Dia begitu baik kepadaku dibandingkan dengan pelayan-pelayan yang lain."

Martin telah tinggal di istana sebagai pelayan dan menjadi supervisi bagi seluruh pelayan di tempat itu dan memastikan bahwa semuanya bekerja dengan baik. Umurnya setua Daisy dan dia telah melayani keluarga Alexander selama bertahun-tahun.

"Aku sering mendengar keluhan bahwa dia terlalu ketat dalam aturan walaupun aku senang kau bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan," Dia menjawab sambil memungut dua ranting kayu lagi dari tanah.

"Apa kau mengumpulkan ranting, tuanku?" Katie memandang tangan Alexander.

"Kenapa? Apakah aneh bagimu melihat seorang vampir mengumpulkan ranting, nona Welcher?" Dia bertanya sambil menatap Katie. Sebuah senyuman muncul di bibirnya dan berubah menjadi seringai dalam kegelapan.

"Tidak tidak," dia merasa panik, merasa bahwa dia telah menyinggung perasaan Alexander, "hanya saja aku belum pernah bertemu dengan mereka yang suka mengumpulkan ranting kayu."

"Ranting seperti ini cukup berguna," dia bergumam sebelum akhirnya bicara.

"Aku mendengar berita dari Tuan Tanner, tentang pembantaian yang terjadi beberapa minggu yang lalu di kotamu. Kelihatannya gadis-gadis dan pria muda menghilang dari kota yang lain dan mereka curiga bahwa itu dilakukan oleh penyihir hitam. Apakah kau pernah menemui sesuatu atau orang yang aneh di kotamu sebelumnya?"

"Aku rasa tidak," Katie menjawab mencoba mengingat orang-orang yang dia kenal.

"Dewan telah mengirim tim untuk mencari keberadaan dari penyihir hitam," Alexander mengerutkan keningnya dan memutar badannya kearah dari mana mereka datang, "Mereka mencoba sebaiknya untuk menemukan orang-orang yang telah menghilang tetapi aku tidak ingin kau berharap lebih karena aku tidak tau apakah mereka masih hidup atau tidak."

"Aku mengerti," Katie menjawab sambil memegang erat jaket yang dikenakannya. Dia hanya bisa berharap bisa melihat sepupunya Ralph dalam keadaan hidup.

"Jadi apa yang kau lakukan dengan waktu luangmu," Alexander mengganti topik pembicaraan.

"Aku, membaca buku-buku di waktu luang," Jawab Katie, "Ralph telah mengajariku untuk berjaga diri tetapi hanya dasarnya saja. Berjaga jika aku jatuh ke dalam masalah," dia mengangkat bahunya.

Sebelum dia bisa berbicara banyak mereka mendengar suara lolongan serigala dari kejauhan. Dan terdengar lolongan untuk kedua kalinya tetapi tidak terdengar seperti lolongan serigala. Seperti sesuatu yang buruk akan terjadi.

"Kita harus pergi. Sekarang," Alexander menarik tangan Katie dan berjalan kembali kearah kereta dengan langkah yang cepat.

"Apa itu?"

Katie tidak menyadari pada awalnya tetapi udara berubah menjadi berkabut ketika mereka telah berjalan memasuki hutan.

"Aku rasa kita kedatangan tamu yang tidak diundang," Dia menjawab sambil matanya berjaga untuk melihat jika ada pergerakan.

Sebelum mereka bisa berjalan lebih jauh, seorang manusia setengah vampir menyerang mereka dan Alexander menusuk leher makhluk itu dengan ranting kayu yang dipungutnya sebelumnya. Manusia setengah vampir itu membeku sebelum jatuh terkulai di tanah.

Tidak seperti vampir yang lainnya, manusia setengah vampir yang berubah terlihat seperti mayat berjalan. Mereka adalah vampir yang telah mati yang tidak mempunyai kontrol atas tubuh mereka sendiri.

Katie berdiri terkejut melihat setengah vampir yang tergeletak di tanah. Serigala melolong lagi, kali ini membuatnya ketakutan setengah mati.

"Ke sini"

Alexander telah merasa aneh sejak kereta mereka terhenti oleh karena roda kereta rusak oleh karena jalan yang rusak. Walaupun ini adalah rute yang mereka sering lalui yang sebelumnya aman.

Dia menarik Katie dekat dengannya ketika melihat kusir kereta dengan baut di kereta di tangannya dan dia sedang menyanyikan sebuah lagu tua, "Langit berbintang dan turunlah kita ahaaha," Ketika melihat Raja dan nona datang, kusir tersebut membuka mulutnya, "Tuanku, kereta akan siap dalam waktu sepuluh me-"

"Kita tidak punya waktu untuk memperbaiki roda kereta Brooke. Kita kedatangan setengah vampir di sini," Raja Valerian membuka pintu kereta dan membungkuk untuk mengambil senjata yang biasanya sering dia bawa.

"Apa yang akan kita lakukan tuan?" tanya sang kusir dengan keterkejutan terpancar di wajahnya.

"Kita tidak tahu berapa banyak jumlah mereka jadi lebih baik meninggalkan tempat ini sekarang," Raja Valerian mengangkat senjatanya dan menarik pelatuk. Bunyi senjata bergema di sekitar mereka dan Katie mendengar suara sesuatu jatuh ke atas tanah, "Tolong bebaskan kuda-kuda itu dan gunakan satu untukmu," Dia memerintahkan, Katie dan kusir dengan cepat melepaskan ikatan tali dari kuda sementara Alexander mengamankan posisi mereka.

Ketika kuda-kuda telah terbebas, Alexander dan kusir kuda menaiki kuda mereka masing-masing. Alexander mengulurkan tangannya kearah Katie dan menariknya naik ke atas kuda, "berpegangan dengan erat."

Kabut berubah menjadi lebih tipis dan Katie melihat dua dari setengah vampir berdiri di belakang pepohonan melihat mereka melalui mereka.

Keesokan harinya Katie merasa kelelahan. Dia hampir tidak dapat tertidur dan dia telah bangun lebih awal.

Dia sedang membersihkan loteng ketika dia menemukan sebuah papan yang ditutupi dengan sebuah kain. Ketika dia membersihkannya, di balik kain itu terdapat sebuah lukisan yang indah, lukisan tentang seorang tukang sepatu yang dikelilingi oleh sepatu. Baru saja jarinya menyentuh lukisan itu seseorang mengganggunya.

"Ingin tahu, bukan begitu. Apa yang kau lakukan di sini?" Dia mendengar suara seseorang dari belakangnya.

"Martin menyuruhku membersihkan loteng ini," jawabnya sambil menjauh dari lukisan itu.

"Seperti itu," jawabnya sambil duduk di sebuah kotak yang terlihat seperti batu. Katie melanjutkan pekerjaannya sambil bertanya-tanya apa yang dilakukan orang itu disini.

"Raja Alexander," Katie memanggil namanya ketika dia menemukan lukisan yang lain, "Mengapa lukisan ini berada di loteng?. Sangat disayangkan bahwa lukisan-lukisan itu tidak pernah melihat cahaya matahari.

Ketika dia membalikan badannya Alexander tidak berada di ruangan itu.

Dia menyadari bahwa Alexander tidak membutuhkan seorang pelayan untuk bicara langsung dengannya kecuali suatu hal yang penting tetapi dia bukanlah pelayan biasa dan dia tidak mendapat perlakuan dingin. Satu menit dia akan berada di sana dan kemudian semenit kemudian akan menghilang. Saat Elliot mengundangnya pada saat dia mempunyai waktu luang, Katie telah menjadi terbiasa dengan sikap raja Valeria dan menjadi lebih senang dengan pria itu. Mereka sering mengobrol tentang hal yang disukai dan tidak disukai seperti seorang teman.

Suatu malam, Katie berbaring di atas tempat tidurnya dengan pakaian tidurnya. Dia telah menarik selimut dekat dengannya.

Dia masih dapat mendengar suara tembakan di kepalanya dengan jelas. Walaupun dia tidak dapat melihat makhluk setengah vampir, raja Valerian telah menembak mereka tanpa meleset. Dia benar-benar seorang vampir berdarah murni dengan kekuatan dan refleks seperti itu.

Dia telah menutup matanya berusaha untuk tidur tetapi bayangan-bayangan menghantuinya dan suara angin yang masuk melalui jendela tidak membuatnya tenang. Dia terbangun oleh karena suara angin yang masuk melalui pintu jendela yang terbuka. Menutup jendela, dia menguncinya dengan baik.

Dalam bayang-bayang, setiap benda di ruangan membuatnya takut, seperti adanya monster yang menghantui. Ketakutan dia mengambil bantalnya dan keluar dari ruangannya, dia ingin pergi ke ruangan Sylvia. Dia terlalu takut untuk tidur sendirian.

Ketika dia menuju kearah tangga, dia melihat sebuah makhluk berkaki empat yang berdiri dalam kegelapan dan mengeluarkan suara geraman. Dengan cepat dia kembali ke kamarnya sendiri. Setelah beberapa saat dia beranjak keluar kamarnya lagi dan melihat bahwa makhluk itu telah bergerak menjauh. Tanpa berpikir apa-apa dia pun keluar dari ruangannya dan membuka sebuah pintu dengan sebuah ukiran.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.