Kerajaan Valerian

Pelamar - Bagian 2



Pelamar - Bagian 2

0

Kelelahan, Alexander telah tertidur setibanya dia di kamarnya. Mendengar seseorang memasuki ruangan kamarnya, dia membuka matanya dan melihat Katie berdiri dengan sebuah bantal di tangannya.

"Katherine?" Dia bertanya dengan bingung, "ada apa?"

"Aku takut dan tidak bisa tidur," dia berbisik sambil meremas bantalnya dengan kuat.

Alexander bergerak dari tempat tidurnya, membuat ruangan dan menarik selimutnya agar Katie bisa tidur di sisinya, dan tanpa pemikiran lain Katie naik ke tempat tidur dan tertidur. Sebelum dia menutup mata untuk tidur dia menarik selimut dan menutupi tubuh Katie sebelum keduanya tertidur.

Keesokan harinya, ketika Katie terbangun dia meregangkan badannya seperti seekor kucing, sudah beberapa hari berlalu dan baru sekarang dia tertidur dengan pulas. Dia dapat mendengar suara air mengalir dan bertanya-tanya apakah sedang hujan. Menggosok matanya, dia menatap sekeliling ruangan dengan bingung dan dia tersadar.

Meloncat turun dari tempat tidur dia mengambil bantal tidurnya yang telah jatuh ke lantai dan keluar dari kamar itu.

Dia terlambat untuk bekerja! Dia harus membawa teh kepada Raja Alexander! Dia mencari-cari dalam lemari ketika dia mendengar ketukan di pintu. Itu adalah Daisy.

"Maafkan aku, Daisy. Aku bangun kesiangan," Katie meminta maaf sambil mengeluarkan bajunya dari lemari.

"Kenapa kau belum berpakaian? Aku akan meminta seseorang untuk menyediakan teh untuk raja Alexander dan membawanya ke sini. Kau pasti sudah siap saat itu," Daisy bertanya kepadanya.

"Terima kasih," Ujar Katie dan memeluknya.

"Sekarang cepat. Jangan membuang waktu oleh karena Martin membenci mereka yang terlambat bekerja. Cepat kau bersiap," wanita tua itu berkata sambil meninggalkan kamar.

Daisy telah mengirimkan troli teh melalui temannya Dorhy dan dia harus membawanya ke ruangan Alexander tanpa membuang waktu lagi. Alexander belum keluar dari kamar mandi dan dia merasa lega. Dia mulai membersihkan ruangannya, memungut semua benda yang berada di tanah. Ketika Alexander keluar dari kamar mandi, Katie tidak mempunyai keberanian untuk menatapnya.

Dia begitu malu dengan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia pergi dan tidur di tempat tidur yang sama dengan raja Alexander? Dia begitu ketakutan dan sangat mengantuk sehingga dia tidak memikirkan akibatnya.

Katie menuangkan teh dan meninggalkan ruangan tanpa melihat kearah Alexander.

Beberapa saat kemudian, Martin memintanya untuk membantunya menyajikan sarapan pagi dengan Matilda. Seolah-olah itu adalah hukuman yang diberikan Tuhan oleh karena kesalahan yang telah dia lakukan. Dia membawa gelas ke ruangan makan untuk diletakan di samping piring yang telah tersedia.

"Selamat pagi putri," Katie mendengar suara Elliot dari belakangnya. Dia bersama dengan Alexander dan beberapa orang lainnya mengambil tempat duduk di sebuah meja panjang. Kelihatannya mereka akan kedatangan tamu.

"Selamat pagi," dia menundukan kepalanya sebelum meletakan mangkuk-mangkuk dengan bantuan pelayan. Alexander sedang mengobrol dengan tamu-tamu ketika Katie menumpahkan minuman ke dalam gelas-gelas.

"Tadi malam sangatlah buruk," wanita di depan Sylvia berbicara sambil menggosokan kedua tangannya.

"Sudah begitu lama kita tidak pernah mengalami musim dingin yang begitu kejam. Kami tidak dapat menidurkan anak-anak," seorang pria di sampingnya memberikan mangkuk salad ke istrinya yang sedang hamil.

"Aku rasa hampir semua orang di sini kesulitan untuk tidur," Ujar Sylvia.

"Bagaimana denganmu Alexander?" Komentar Elliot sambil memutar garpunya dengan hati-hati.

"Aku tidur dengan baik tadi malam," Alexander menjawab sambil memotong steak setengah matang yang terletak di depannya dan memakan potongan daging itu.

"Dan kau Katie?" Elliot bertanya sambil menatap Katie.

"Ah-aku?" Katie bertanya, dia tidak yakin harus menjawab apa. Dia menatap Alexander yang terus saja memotong daging steaknya seperti tidak ada yang mengganggunya tetapi kedutan di bibirnya mengatakan hal yang lain, "Aku tidur dengan tenang."

"Dia wanita yang cantik," Katie mendengar seorang wanita berbicara dan dia menundukan kepalanya untuk mengambil mangkuk kosong, "Berapa umurnya?" wanita hamil itu bertanya setelah mereka selesai dengan sarapan pagi.

Sylvia dan wanita itu berjalan duluan sementara para pria berbicara tentang surat yang dikirimkan oleh dewan ke seluruh 4 kerajaan.

"Dia seharusnya berumur 17 atau 18 tahun," Jawab Sylvia, "Mengapa anda bertanya Nyonya Letitia?"

"Bukankah dia yang keluarganya telah dibunuh? Aku mendengarnya dari John," Kata wanita itu dengan kerutan di wajahnya, "Dia gadis muda dan cantik, bukankah sudah waktunya untuk mencari pasangan untuknya. Maafkan aku oleh karena ini bukan hakku untuk bicara. Aku hanya menginginkan yang terbaik bagi gadis itu."

Slyvia mengangguk dengan senyuman meyakinkan, "Aku tahu".

Keluarga manusia biasanya mencari pasangan untuk putri mereka saat mereka berumur 17 tahun. Dengan mempertimbangkan bahwa adalah umur yang tepat untuk menikah, tidak seperti keluarga vampir yang menunggu dua tahun lagi.

Jika keluarga Katie masih hidup maka keluarganya pasti akan mencarikan pasangan baginya, tetapi dia malah bekerja sebagai pelayan di tempat ini, Sylvia berpikir sambil mengerutkan keningnya.

"Aku tidak tahu mengapa hal itu tidak terlintas di pikiranku," Pikirnya.

"Kau tidak perlu khawatir tentang hal itu, Ujar Nyonya Letitia berhenti dan menyentuh tangan Sylvia, "Minggu depan kami akan mengadakan pesta teh di tempat kami. Akan ada pria lajang yang akan datang mencari calon istri."

"Aku akan bertanya kepada Katie soal itu. Jika dia menginginkannya, aku akan membawanya ke sana," Jawab Sylvia sambil menepuk tangan wanita itu.

Hari itu ketika Katie pergi untuk merawat Areo yang berada di ruangan belajar Alexander, Sylvia bicara dengannya di luar ruangan tentang apa yang disampaikan oleh Nyonya Letitia.

"Tidak ada paksaan dan kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Ambil waktu untuk berpikir," Sylvia kembali ke dalam ruangan.

Di saat yang bersamaan di ruangan Katie.

"Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan," Katie bicara dengan kucing Alexander sementara dia menyisir bulunya, "Aku tahu aku tidak bertambah muda dan aku butuh hidup dengan seorang pria… tetapi aku telah menetapkan hati dan jiwaku untuk orang lain. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."

Kucing itu mengeong sambil menatapnya dan dia menganggukan kepalanya," Aku tahu kau tidak tahu harus melakukan apa," dia menggantungkan sebuah harapan kecil, "Sekarang kau sudah tampan, Ari," Katie menepuk kepala kucing itu.

Dia membuka pintu untuk membiarkan kucing itu keluar dan ketika dia keluar dari kamarnya dia melihat raja Valerian sedang bicara dengan nona Caroline di bawah tangga. Temannya Dorthy yang sedang membawa seprai datang dari arah yang lain dan ikut melihat hal yang dilihat temannya.

"Nona Caroline sangat cantik, bukan begitu?," Dorty berbisik.

"Kau benar," Katie setuju dengan temannya, matanya tidak lepas dari wanita yang tertawa dengan sesuatu yang dikatakan oleh raja.

"Aku mendengar gosip bahwa dia akan bertunangan dengan raja di akhir musim panas," mereka melihat Lady Caroline mencondongkan badannya dan Alexander mencium bibirnya, "Kemana kau akan pergi?"

"Mengintip tidaklah sopan dan kita masih punya pekerjaan," Jawab Katie.

"Bisakah kau menolongku membawa kain ini ke tempat cuci? Masih ada kain yang harus aku ambil," Dorthy bertanya dan Katie mengambil kain-kain itu dari tangannya.

"Tidak masalah."

Alexander merasakan tatapan yang berasal dari atas ketika dia sedang menghibur Caroline dan dia tidak perlu melihat untuk mengetahui siapa yang sedang menatapnya.

Dia tidak berharap Katie datang ke kamarnya pada malam hari. Dia begitu capek setelah melakukan perjalanan dan pikirannya begitu kabur sehingga dia berpikir bahwa itu hanyalah sebuah mimpi.

Dia tidak terbiasa dengan teman tidur sehingga dia begitu terkejut ketika dia bangun sebelum matahari terbit. Dia menemukan kaki dan tangannya terjerat dengan kaki dan tangan Katie, dan gadis itu bernafas dengan pelan di dadanya yang telanjang. Ketika dia mencoba untuk bergerak menjauh, itu hanya memperburuk keadaan oleh karena gadis itu mendekatkan tubuhnya dengan Alexander.

Selimut yang dipakai untuk menutupi tubuh mereka hanya menutupi kaki mereka. Bibirnya yang berwarna merah pucat dan bulu matanya yang hitam menutupi matanya yang berwarna coklat. Gaun malam yang dikenakannya telah terangkat dan memberikan pemandangan kaki indahnya yang berwarna putih.

Kemudian Elliot datang keruangannya oleh karena Dewan telah mengirimkan sebuah surat dan wajahnya memancarkan tuduhan. Dia tidak tahu tetapi orang ketiga di kerajaannya telah memberikan nasihat kepadanya pagi itu sesudah sarapan.

"Kau tahu bahwa dia menyukaimu, dan Alex membiarkan dia tidur seperti itu di ruanganmu hanya akan menaikan harapannya kepadamu," Elliot sedikit kesal.

"Aku tidak mengundangnya ke tempat tidur dan dia sudah dewasa, dia tahu membedakan yang baik dan benar." Alexander menjawab sambil memicingkan matanya.

"Aku tahu, aku tahu dia masih muda. Tetapi seperti wanita lainnya, dia menginginkan hidup yang stabil," Alexander mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh Eliot, "Aku dengar dari Sylvia bahwa nyonya Letitia telah mengundang mereka untuk pergi ke pesta teh untuk mendapatkan pasangan yang cocok bagi Katie."

Hubungan bukanlah hal yang penting baginya. Dia menemukan bahwa hal itu hanya akan menjadi masalah.

Walaupun dia menemukan bahwa Katherine begitu menarik perhatiannya sejak malam di teater dia tidak dapat menawarkannya hal yang dikatakan oleh Elliot.

Alexander tahu bahwa dia bukanlah seorang pria impian. Dia menghancurkan manusia dan benda-benda, dan lebih baik baginya untuk tidak menghancurkan gadis itu.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.