Kerajaan Valerian

Tuna Wisma - Bagian 1



Tuna Wisma - Bagian 1

0

Alexander masih terjaga ketika kusir datang dan menyampaikan pesan yang telah diminta oleh Elliot untuk disampaikan.

Mendengar berita yang disampaikan Alexander dengan cepat meninggalkan istana diikuti dengan dua orang prajurit meninggalkan Oliver orang kedua dalam kerajaannya untuk mengatur segala urusan istana sampai dia kembali.

Ketika dia menuju arah kota dia menyadari bahwa cuaca menjadi lebih dingin saat dia memacu kuda hitamnya. Setibanya di kota, dia disambut dengan bau darah yang menyengat di setiap rumah yang dia lewati. Dia menarik kekang kuda memaksa kuda berhenti dan meloncat turun dari kudanya .

"Apa yang terjadi?" Alexander bertanya pada Elliot saat setibanya di sana.

"Semua penduduk kota telah tewas saat kami sampai di tempat ini, termasuk keluarga Katie tetapi kami tidak dapat menemukan tubuh saudaranya. Tubuhnya menghilang begitu juga dengan beberapa yang lain," Jawaban Elliot membuatnya mengerutkan keningnya sampai mereka masuk ke dalam rumah.

"Perintahkan kepada seluruh prajurit untuk mencari di setiap rumah, katakan kepada mereka untuk mencari jejak yang ditingalkan. Kita perlu mencari tahu apakah ada yang selamat," Perintah raja Valeria.

"Apa ada informasi?" Tanya Sylvia ketika melihat Alexander dan Elliot memasuki ruangan. Mendengar suara Sylvia, Katie membuka matanya yang terlihat Lelah.

"Untuk sekarang belum ada," Elliot menggelengkan kepalanya, "Leher setiap orang telah dipotong tanpa adanya tanda perlawanan. Apakah kau berpikir yang melakukannya adalah vampire?"

"Sulit untuk mengatakan apa yang telah terjadi disini, tetapi aku mungkin mempunyai ide tentang siapa yang melakukan hal ini," Alexander menjawab sambil melangkah mendekati tubuh-tubuh yang tak bernyawa dan duduk di dekatnya, dia menyentuh darah yang tercecer di lantai dan merasakan tekstur darah dengan jarinya, "Walaupun setiap korban terdapat luka di leher mereka, para vampire biasanya menggigit korban mereka sebelum mereka makan."

"Pembantaian?" Katie bertanya kepada Sylvia yang mengangguk kepadanya, "Tetapi kenapa pembantaian tanpa sebuah alasan?"

"Ini bukanlah tanpa alasan," jawab Alexander, "ketika vampire muncul diantara manusia, ada juga penyihir yang muncul. Penyihir lebih kejam dibandingkan vampir dalam soal membunuh."

"Aku pikir penyihir tidak ada lagi," Katie meremas tangannya.

"Tidak semua penyihir berlaku buruk," Alexander berjalan kearah jendela. "Ada beberapa yang baik tetapi oleh karena ketakutan yang disebabkan oleh penyihir jahat maka mereka diusir dari kerajaan berabad-abad yang lalu dan sebagian dari mereka dibakar hidup-hidup. Penyihir jahat sejak saat itu mencoba untuk mendapatkan kembali kekuatan mereka dengan cara yang berbeda-beda."

"Itu hanyalah teori dan kita tidak yakin dengan apa yang Sebenarnya terjadi. Untuk saat ini kita hanya bisa menunggu," mata Alexander bertatapan dengan mata Katie, "dewan akan menyelidiki hal ini sebagai prioritas tetapi kita akan membuat tim yang akan mencari mereka yang menghilang,."

Katie hanya bisa mengangguk dan melihat tubuh paman dan bibinya. Kesedihan dan penyesalan memenuhi hatinya dan air mata mulai mengalir dari matanya.

Tubuh paman dan bibinya dimakamkan di samping kuburan kedua orang tua Katie. Tidak ada seorangpun yang menangisi mereka yang telah meninggal kecuali Katie dan tidak ada yang tahu pasti apakah orang-orang yang menghilang masih hidup atau mati.

Rasa kehilangan Katie adalah perasaan yang tidak dapat dimengerti seorangpun sekarang. Dia tidak bisa mencerna fakta bahwa dia telah kehilangan seluruh anggota keluarganya oleh karena pembunuhan dan dia benar-benar terpuruk saat di pemakaman.

Alexander telah berbicara dengan salah satu anggota dewan dan meminta Sylvia untuk membawa Katie ke istana dan merawatnya.

Setibanya di Istana Valeria, Sylvia menarik tangan Katie tetapi gadis itu tidak bergerak dari tempat duduknya.

"Aku senang aku telah membersihkan ruanganmu belum lama ini. Tidak ada yang dipindahkan dan sama seperti yang kau tinggalkan," Sylvia menuntunnya ke kamar mandi. Dia memastikan bahwa pembicaraan mereka adalah hal-hal yang ringan, "aku akan meninggalkan dirimu sebentar sehingga kau bisa membersihkan dirimu Sementara aku akan mengambilkanmu sarapan."

Katie mengangguk dengan senyuman kecil. Gadis itu kelihatan kuat walaupun Sebenarnya dia masih rapuh, pikir Sylvia sebelum keluar dari ruangan itu.

Setelah Katie melepaskan seluruh pakaiannya, dia masuk ke dalam bak mandi yang telah dipenuhi dengan air hangat. Dia duduk, menyandarkan tubuhnya ke tepi bak mandi. Kilas balik memenuhi pikirannya tentang keluarganya yang telah meninggal.

Rasanya hanya seperti beberapa menit yang lalu bibinya mengomeli sepupunya Ralph untuk mengambil kayu bakar dari hutan.

Ketukan di pintu membuatnya terkejut dan dengan cepat menutupi tubuhnya dengan tangannya.

"Oh kau masih saja pemalu," dia mendengar suara seorang wanita tua di belakangnya, "Sylvia memintaku untuk menolongmu dan kau belum mengosok tubuhmu. Aku Daisy," Daisy memperkenalkan dirinya dengan senyuman keibuan.

Dikatakan bahwa jika seseorang baik padamu, dan itu akan membuatmu menangis dan itulah yang terjadi.

"Sudah, sudah," wanita itu menepuk kepala Katie dengan pelan saat gadis tangisan gadis itu pecah.

"Maafkan aku," Katie meminta maaf sambil menyeka air matanya.

"Tenanglah, sayang. Aku telah mendengar apa yang terjadi dan aku turut berduka," Daisy mengambil kain gosok dan menaruh cairan berwarna putih di atas kain, "Beberapa tahun yang lalu keluargaku di bunuh oleh vampire jahat. Anakku satu-satunya dan istrinya dibunuh di depanku tanpa ampun, meninggalkan aku dan cucuku."

"Maafkan aku," Katie mulai bertanya-tanya dalam hatinya dampak apa yang terjadi padanya oleh karena keluarganya dibunuh di depan matanya, "Apa kau membenci vampire?" pertanyaannya membuat wanita tua itu tersenyum.

"Mengapa aku harus membenci mereka? Hanya karena satu dari mereka menjadi jahat bukan berarti kau harus membenci vampire yang lain. Benar bahwa karakter vampire tidaklah baik tetapi manusia juga seperti itu. Kita punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Raja Alexander menyediakan tempat perlindungan bagi kita," Wanita tua itu menggosok punggung Katie.

"Ketika pintu tertutup ada jendela yang terbuka. Kita hanya bisa berharap bahwa jiwa orang yang kita sayangi akan beristirahat dengan tenang dan tetap mengingat mereka dekat dengan hati kita. Apakah kau mempunyai seseorang yang kau sayangi?"

"Seseorang yang aku sayangi?" Katie mulai berpikir.

"Benar."

Katie mengenakan gaun berwarna merah muda yang menjuntai sampai lututnya dengan pola bunga di gaunnya setelah dia selesai mandi. Daisy telah meninggalkan ruangan setelah Katie selesai mandi.

"Dimana kau ingin nampan ini diletakan Nona Sylivia?" seorang pelayan bertanya dengan sopan.

"Letakan saja di tempat tidur. Dan mintalah seseorang untuk datang kesini dan mengganti seprai ketika kami keluar nanti," Sylvia memberikan perintah yang dijawab dengan 'Ya Nyonya Sylvia," dan pergi meninggalkan ruangan tanpa sepatah katapun dengan tatapan kosong.

"Apakah normal orang-orang di sini begitu sopan?" Tanya Katie kepada Sylvia.

"Beberapa dari mereka," Sylvia mengangkat tutup mangkuk piring untuknya dan Katie. Mengirimkan Daisy untuk menemani Katie adalah hal yang baik, Katie terlihat lebih baik walaupun dia tidak tahu berapa lama atmosfir itu akan bertahan.

Alexander kembali ke istana tepat tengah malam.

Seorang pelayan datang dan mengambil jaketnya saat dia tiba di pintu istana. Alexander menarik nafas dan menatap ke atas. Berjalan menyusuri tangga dia disambut oleh kucing hitamnya, Areo.

"Alexander," Sylvia menyapanya.

"Kau belum tidur," komentar Alexander sambil mengangkat keningnya, "Menunggu Elliot?" dia bertanya sambil tertawa.

"Mengapa aku harus menunggunya," Sylvia mendengus dan memutar bola matanya, "Bagaimana pertemuanmu dengan anggota dewan?"

"Yah. Mathias sedang berada di dekat sini untuk perayaan musim dingin sehingga menghemat waktuku untuk datang dan pergi mengunjungi dewan. Aku telah mengirimkan surat kepada Reuben untuk memastikan bahwa tidak ada informasi yang diubah atau menghilang," jawab Alexander dan kucing hitamnya berjalan mengitari kakinya dan menggosokkan kepalanya dengan kasih sayang.

"Begitu rupanya," respon Sylvia, "Katie sedang tidur di ruangan atas dan pintunya sedikit berderak jadi jangan membukanya jika kau tidak menginginkan dia terbangun," dia telah tahu bahwa pria itu telah mengetahui di mana kamar Katie.

Sylvia melihat ekspresi tenang di wajah Alexander yang hampir saja tidak terdeteksi ketika dia mengatakan bahwa gadis itu telah tertidur .

Jadi dia khawatir tentang gadis itu, "Aku akan pergi tidur," Sylvia membalikan badannya dan melambaikan tanganya ke udara.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.