Kerajaan Valerian

Tengah Malam - Bagian 2



Tengah Malam - Bagian 2

0Penasaran, dia membuka kotak untuk melihat sebuah gaun putih di dalamnya dan ketika dia menariknya keluar dari kotak dia tidak dapat berkata-kata oleh karena terpana atas kecantikan gaun itu. Tidaklah berlebihan atau mewah tetapi gaun itu terlihat elegan. Bukannya sebuah sangkar besi, gaun ini mempunyai material lembut yang tersusun satu dengan yang lainnya membuatnya tidak bisa berhenti memandanginya.     

Pastilah gaun ini sangat mahal. Bukan berarti Alexander tidak bisa membelinya, tetapi dia telah membelinya untuk dirinya. Dia ragu jika gaun itu langsung dibeli ditoko, sejak gaun seperti itu adalah pesanan khusus.     

Tidak ingin merusakkan gaunnya, dia mandi kurang dari sepuluh menit. Keluar dari kamar mandi dia mengenakan gaun itu dan menyadari bahwa resleting gaun itu berada di punggungnya. Dia mencoba untuk meraih resleting tetapi tangannya tidak sampai. Akhirnya dia mengatur rambutnya dan meninggalkan resleting untuk dinaikan nanti.     

Dia mencoba dari segala arah untuk meraih resleting dan mengancingkan gaunnya. Sementara dia mencoba, dia mendengar suara Raja Alexander tidak jauh dari tempatnya berdiri.     

"Apa kau butuh bantuan dengan hal itu?"     

Dia mendengar ketukan berirama dari sepatunya dalam ruangan itu saat dia berjalan mendekatinya.     

Gaun itu tidak mempunyai dalaman dan juga tidak mempunyai tali untuk mengikat bagian belakang gaun. Dengan resleting yang terbuka, punggungnya terbuka untuk dilihat oleh Alexander.     

"Ugh, tidak apa-apa Raja Alexander, aku akan selesai sedikit lagi," dengan malu dia berkata tetapi Alexander mendorong tangannya dan membantunya dengan resleting dalam beberapa detik.     

"Selesai," Alexander tersenyum saat melihat bayangan Katie di depan kaca.     

Dia tidak berani menatap Alexander. Sangat memalukan, pikirannya.     

"Terima kasih, Raja Alexander."     

"Aku rindu saat kau kecil," Alexander mendesah membuatnya mengerutkan kening tanda bertanya.     

"Waktu aku kecil?"     

"Waktu kau masih kecil kau selalu memanggilku dengan 'Alex' dan bukannya 'Raja Alexander'. Aku harus mengakui bahwa kau begitu lucu waktu itu, begitu juga dengan sekarang," Alexander tertawa saat keduanya berjalan keluar dari ruangan.     

Raja Alexander sedang memujinya dan dia ingin tersenyum lebar. Mungkin dia sedang tertawa sekarang karena dia merasa pipinya ditarik ke atas tanpa diinginkannya.     

Saat kereta berhenti di depan pintu istana Katie melihat Caviar yang mengangguk kepadanya dengan sebuah senyuman dan dia membalasnya, sebelum Alexander membantunya naik ke dalam kereta.     

Katie memutar-mutarkan ibu jarinya ketika melihat ke luar jendela. Ketika angin masuk melalui jendela dia merasa tubuhnya gemetar.     

"Kau kedinginan?" dia mendengar Raja Alexander bertanya. Alexander duduk di depannya dan dia menggelengkan kepalanya sebagai balasannya.     

"Aku baik-baik saja," dia menjawab dengan cepat tidak ingin membuat Alexander khawatir, "Raja Alexander?"     

"Hmm?" dia menjawab sambil menatapnya dan dia ingin membunuh dirinya oleh karena memanggil namanya dengan lantang.     

Dia tidak tahu mengapa tetapi terasa seperti Raja Alexander menjadi lebih tampan dari sebelumnya. Mungkin oleh karena tengah malam hampir tiba. Rambutnya disisir ke belakang dengan rapi memberi kesan dewasa dan mata merahnya terlihat dengan jelas.     

Dia seperti anggur. Semakin tua anggur itu semakin enak rasanya.     

'Bukannya aku ingin merasakannya sekarang, mungkin nanti, tidak, tidak, tidak seperti itu!' dan dia merasa pipinya menjadi merah dengan pemikiran itu.     

"Mengapa kau mengatakan bahwa teater mempunyai lebih banyak penampilan di malam hari?" dia bertanya setelah menjernihkan pikirannya.      

Dia tidak pernah tahu bahwa teater tetap buka walaupun sudah tengah malam.     

"Oleh karena theater malam hari lebih banyak ditujukan untuk para vampir. Walaupun kau seorang bangsawan maupun seorang Raja, dia harus mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk mendapatkan tiket pada tengah malam. Pemandangan-pemandangan dan detail yang tidak ditujukan buat mereka yang penakut. Satu hal yang bisa dikategorikan sebagai hal ekstrim," dia menjelaskan dan bicara dengan nada serius, "kau akan memasuki dunia vampir yang sebenarnya. Jika kau mau kita bisa pergi ke tempat lain. Kau hanya perlu mengatakannya."     

Alexander memberikannya pilihan, sebuah pilihan untuk memasuki dunianya atau berbalik dari hal itu. Dia merasa tertarik dengan apa yang dikatakannya dan tidak ingin melewatkan kesempatan. Tetapi di saat yang bersamaan, dia memberikan peringatan tentang sisi gelap dunia itu.     

"Aku ingin pergi melihat teaternya," dia menjawab.     

"Baiklah kalau begitu."     

"Ketika mereka tiba di teater, mereka langsung masuk ke dalam. Tidak seperti kunjungannya di sore hari saat ini kerumunannya tidak terlalu banyak. Bukan berarti dia bisa membedakan antara manusia dan vampir tetapi banyak dari mereka mempunyai aura yang berbeda. Dan warna mata mereka mempunyai warna merah yang berbeda.     

Tangan Raja Alexander berada di pinggangnya saat mereka melangkah menuju tempat duduk mereka.     

Setelah mereka duduk, seorang wanita masuk dan menawarkan mereka minuman dengan warna yang berbeda. Dia melihat Alexander mengambil dua buah gelas yang isinya berwarna merah.     

Ketika wanita itu keluar, Katie bertanya kepada Alexander,     

"Minuman apa ini?" di tangannya ada sebuah gelas kristal.     

"Itu adalah anggur yang terbuat dari buah beri langkah yang bertumbuh di daerah timur. Kau akan menyukainya," dia meyakinkannya dan mempercayai kata-kata Alexander dia mengecapnya.     

Dia dapat merasa begitu banyak rasa di lidahnya, merasakan tekstur yang lembut saat dia meminumnya seperti air.     

"Minuman ini sangat enak," dia bergumam sambil memandang gelasnya yang kosong.     

"Kau mau meminumnya lagi?" Alexander bertanya dan dia mengangguk dengan senang.     

Alexander menekan sebuah tombol yang berada di sudut ruangan dan seorang wanita kembali dengan minuman untuk melayani mereka. Alexander mendekatinya dan berkata kepadanya, "Kali ini jangan meminumnya terlalu cepat. Berri seperti ini tidaklah beralkohol tetapi jika kau meminumnya terlalu cepat maka akan membuatmu sedikit mabuk," dia menyarankan dan dengan malu mengangguk mengiyakan, dan meletakan gelas di tangannya di sebuah meja kecil.     

"Dan mungkin ini sedikit terlambat tetapi selamat ulang tahun Katherine," Alexander berbisik, nafasnya terasa panas di telinganya.     

"T-terima kasih," dia menjawab sambil menatapnya dan Alexander tersenyum. Ulang tahunnya tidaklah begitu sial, pikirnya.     

Dengan perlahan nyala lampu diredupkan, hampir membuat seisi teater menjadi begitu gelap jika tidak ada lampu di panggung teater. Tidak lama kemudian drama dimulai dan Katie menonton para aktor memerankan peran mereka sementara dia duduk di samping Alexander.     

Seperti yang dikatakan Alexander, cerita dan aktingnya sangatlah dalam, terasa sangat nyata. Ada penampilan dimana seorang di bunuh dan hal itu membuat Katie merasa ngeri di tempat duduknya dan merasakan matanya basah saat melihat kejadian emosional.     

Ketika sang wanita bertemu dengan sang pria lagi, Katie menghembuskan nafas lega tetapi hal yang tidak diharapkannya terjadi. Saat pasangan itu selesai berciuman, dia melihat pria di panggung membuka gaun wanita di depannya dengan perlahan. Memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dia membuang satu per satu lapisan pakaian yang dikenakan.     

Saat wanita itu telanjang, Katie merasa matanya terbuka lebar saat adegan tidak berganti tetapi tetap berlanjut.     

Dia menaikan gelas ke arah mulutnya dan menegak minumannya.     

Pria itu menyentuh leher sang wanita dan menggerakan jarinya-jarinya ke payudaranya dan meremasnya dengan lembut. Kemudian dia menggerakkan tangannya ke arah selatan membuat wanita itu berteriak dengan nikmat dan memberikan ciuman ke seluruh tubuh wanita itu sebelum mereka bercinta. Kedua aktor itu terlihat sangat mahir saat mereka memerankan peran mereka.     

Untuk sesaat Katie lupa siapa yang duduk di sampingnya dan ketika adegan berganti, dia tidak ingin melakukan apapun kecuali menghilang dalam kegelapan.     

Ketika adegan selesai Katie mencuri pandang pada Alexander yang terlihat tidak terpengaruh sama sekali sementara dirinya sendiri merasa sadar akan kehadiran pria itu.     

Dia sangatlah malu dan wajahnya terasa panas demikian juga dengan tubuhnya. Dia tidak melakukan sesuatu yang salah dan dia tahu dia seharusnya tidak merasa malu, bahkan para penonton terlihat tidak malu saat mereka berjalan keluar dari kota masing-masing.     

Bukan karena drama yang dilihatnya kotor tetapi dia merasa malu bahwa dia menontonnya dan duduk di samping Alexander.     

"Raja Alexander, senang melihat anda hadir di sini saat ini," seorang pria menghampiri mereka disertai seorang wanita.     

"Balites," dia mendengar Alexander menyapa pria itu.     

"Siapa wanita ini?" Pria bernama Balites bertanya saat dia menatap Katie dari ujung kepala hingga ujung kaki.     

"Ini adalah Katherine Welcher," jawab Raja Alexander sebelum mengalihkan pembicaraan.     

Ketika mereka kembali ke kereta Alexander kelihatannya berada dalam suasana hati yang berbeda daripada saat mereka datang ke teater. Perjalanan ke istana dihabiskan dalam diam. Dia tidak tahu apa yang menyebabkan perasaannya berubah tetapi dia tidak kelihatan senang.     

Terlalu banyak pria dan wanita yang menyapanya dan dia berpikir jika seseorang mengatakan sesuatu. Tetapi dia mungkin tidak menyadarinya.     

Setibanya di istana mereka berjalan menaiki tangga. Katie baru saja ingin mengucapkan terima kasih kepadanya tetapi dia merasa terkejut ketika Raja Alexander meraih tangannya dan masuk ke dalam kamar. Setelah di dalam ruangan Alexander menyudutkannya ke dinding dan dia kaget ketika dia mendengar suara yang keras di sisi kepalanya.     

"Aku minta maaf telah membawamu ke sana malam ini. Aku seharusnya tidak melakukannya," dia mendengarnya bicara.     

"Tidak perlu dipikirkan," dia menjawab dengan lembut. Walaupun memalukan tetapi drama ditampilkan dengan baik.     

"Tetapi tidak denganku. Aku terganggu ketika seseorang menatapmu setelah drama selesai. Aku merasa sangat cemburu dan rasa kepemilikan masuk ke dalam pembuluh darahku ketika seorang pria menatapmu seolah-olah mereka ingin menelanjangimu. Dan yang ingin aku lakukan tidak lain adalah mencabut mata mereka," dia tertawa dengan sinis, "Aku tidak tahu bawa aku bisa menjadi begitu cemburu sampai aku bertemu denganmu lagi," lanjutnya dan Katie mengangkat wajahnya untuk menatap mata pria itu.     

"Mataku hanya tertuju padamu," Katie mengutarakan perasaannya dan tatapan mata Alexandr menjadi lembut.     

"Aku mengetahuinya gadis bodoh," Alexander mencium keningnya, "Kau milikku Katie. Jika ada orang lain aku tidak akan berpikir dua kali untuk membuang mereka."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.